MAKALAH MAJELIS TAKLIM DAN PENDIDIKAN NON FORMAL LAINNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan
agama yang sempurna dan universal, agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia. Ia adalah sebuah sistem kehidupan yang tidak ada sistem manapun yang
dapat menandingi dan menyamainya karena semua sistem tersebut adalah ciptaan
manusia. Sedangkan Islam adalah ciptaan Allah swt, Tuhannya manusia. Oleh
karena itulah, manusia dibekali akal pikiran untuk merumuskan sistem yang dapat
dijadikan sebagai alat atau jalan untuk menjelaskan pemahaman tentang Islam.
Pada dasarnya konsep Islam tentang pendidikan, bertujuan untuk memelihara
fitrah manusia, mewariskan nilai-nilai, dan pembentukan manusia seutuhnya insān
kāmil yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Untuk itulah manusia
dibekali dengan akal pikiran agar dapat menciptakan metode pendidikan yang
dinamis, efektif dan dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hidup
dunia-akhirat.
Dalam konteks
keindonesiaan, dikenal juga pendidikan dengan sebutan pendidikan luar sekolah.
Bahkan secara yuridis formal, pendidikan luar sekolah ini diatur dalam
Undang-Undang RI tentang sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah
secara umum dapat dibagi menjadi pendidikan Informal dan non formal, sedangkan
pendidikan sekolah lebih dikenal dengan pendidikan formal. Oleh karena itu makalah
ini akan membahas khusus tentang Pendidikan Islam non formal yang berupa majlis
ta’lim, Remaja Mesjid dan pesantren kilat, baik dilihat dari segi
perkembangannya di Indonesia maupun ditinjau dari segi pengaruhnya bagi pendidikan
Islam di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Untuk
mencegah kesimpang siuran dalam makalah ini, maka penulis memberikan batasan
berupa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa itu pendidikan agama Islam?
2.
Apa itu Majelis Ta’lim dan apa saja Pendidikan Non Formal yang ada
di Indonesia?
C.
Tujuan
Menjadi bahan atau sumber referensi dan pelajaran yang berguna bagi
mahasiswa dan mahasiswi STAIN maupun seluruh masyarakat umum dalam mempelajari
dan memaknai mengenai evaluasi program pendidikan PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Agama Islam
1.
Pengertian
Pendidikan Agama
Pada hakekatnya yang disebut pendidikan adalah proses pembimbingan,
pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak, generasi muda, manusia agar nantinya
bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses
pembimbingan, pembelajaran, atau pelatihan agar mausia menjadi muslim atau
orang Islam[1].
Dalam merumuskan pengertian pendidikan Islam, para ahli berbeda
pendapat. Muhammad Athiyah al Abrasyi memberikan pengertian, .Pendidikan Islam
(al Tarbiyah al Islamiyah) mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna
dan berbahagia mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya,
teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis
bahasanya baik lisan atau tulisan.[2]
Menurut Musthafa al Ghulayaini, pendidikan Islam adalah .Menanamkan
akhlak mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan
air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap
dalam) jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan, dan cinta
bekerja untuk memanfaatkan tanah air.[3]
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas, maka berarti
pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukkan
akhlak atau kepribadian, sehingga pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan
manusia yang dapat menempuh kehidupan yang bahagia di dunia dan kehidupan
akhirat, serta terhindar dari siksaan yang maha pedih.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang seimbang, berupaya merealisasikan
keseimbangan antara kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrowi. Sebagaimana
firman Allah :
Artinya : “Dan carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi….”. (QS. Al-Qashash/28 :77)
Jadi, .Pendidikan Islam bukan pendidikan duniawi saja, individual
saja, atau sosial saja, juga tidak mengutamakan aspek spiritual atau aspek
material. Keseimbangan antara semua itu merupakan karakteristik terpenting
pendidikan Islam.[4]
Oleh karena itu di dalam kehidupan bermasyarakat, agama adalah hal
yang sangat penting, dengan beragama hak-hak sebagai manusia terlindungi dari
hal-hal yang mengganggunya serta memberikan keamanan dan kedamaian dalam menjalankan
roda kehidupannya. Keberadaan agama di sini tentunya memiliki fungsi dalam masyarakat.
Dalam fungsinya tersebut, agama memiliki dan memuat nilai-nilai serta norma
tertentu pada saat yang bersamaan mengatur pula hidup manusia, baik secara
vertikal maupun horizontal.
Pendidikan Islam memiliki urgensi bagi terciptanya rumah tangga, masyarakat
dan generasi yang muslim. Perhatian Islam terhadap manusia baik laki-laki
maupun perempuan sama yaitu memerintahkan kepada mereka untuk beribadah taat
kepada Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
2.
Tujuan
Pendidikan Agama
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus
merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Salah
satu tujuan pendidikan Islam adalah .Mengembangkan manusia yang baik yang
beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa.[5]
Menurut Mustofa Amin sebagaimana yang dikutip Ramayulis bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah .mempersiapkan seseorang bagi amalan dunia dan
akhirat.[6]
Abdullah Fayad menyatakan bahwa pendidikan Islam mengarah pada 2
(dua) tujuan[7]:
1.
Persiapan
untuk hidup akhirat
2.
Membentuk
perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang
kesuksesannya hidup di dunia.
Ringkasnya tujuan pendidikan Islam ini adalah untuk menyiapkan
manusia-manusia yang berilmu, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu umum.
Dengan ilmu tersebut mereka bisa menjadi insan paripurna, yang taqarrub kepada
Allah, dan bisa mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
3.
Komponen-komponen
Pendidikan Agama
a.
Tujuan
Sebagaimana
telah disebutkan di atas bahwa tujuan pendidikan agama pada intinya adalah
mencari kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang. Begitu pula halnya
dengan tujuan pendidikan non formal seperti majelis ta’lim adalah untuk
memasyarakatkan ajaran Islam yang pada dasarnya intinya juga sama, yaitu
mencari kebahagiaan dunia akhirat.
Pendidikan non
formal seperti majelis ta’lim merupakan sarana dakwah atau tabligh yang
bercorak Islami serta mempunyai peran sentral pada pembinaan dan peningkatan
kwalitas hidup umat Islam sesuai tuntutan dan tuntunan ajaran Islam. Dengan
adanya majelis ta’lim ini, masyarakat dapat lebih menghayati, memahami dan
mengamalkan ajaran agamanya dengan lebih berarti atau bermakna.
b.
Materi
Pada lembaga pendidikan formal (sekolah), materi sudah ditentukan
oleh pemerintah melalui kurikulum pendidikan / GBPP. Lain halnya pada lembaga pendidikan
non formal seperti majelis ta’lim, materi ditentukan oleh pimpinan majelis ta’lim
itu sendiri, disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Diantaranya
pemberantasan buta huruf al-Qur.an, penanaman aqidah, fiqih serta hal-hal yang
berhubungan dengan masyarakat.
c.
Metode
Metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian
cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Metode pengajaran
ajaran Islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama
Islam, sehingga dapat dipahami murid secara sempurna. Mengenai metode mengajar
di lembaga pendidikan Islam seperti majelis ta’lim, lazimnya digunakan
metode-metode ceramah, dan tanya jawab dan peragaan yang biasanya disampaikan
oleh Ustadz/Ustadzah dan para Kiyai.
Metode ceramah tanya jawab dan peragaan sangat tepat dipakai di
majelis Ta’lim, karena untuk memberikan pengertian agama misalnya tentang bagaimana
cara wudhu yang baik. Seorang guru atau kiyai harus memberikan uraian panjang
lebar mengenai rukun wudhu, syarat wudhu atau sunat wudhu, sekaligus seorang
guru atau ustadz harus mendemonstrasikan atau memperagakan cara wudhu yang baik
di depan para jama.ahnya sehingga para jama’ah dapat memahami betul apa yang
diajarkan guru tersebut.
d.
Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata to evaluate. yang berarti .menilai..
Penilaian dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk
menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan.[8]
Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang
Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai.
B.
Majelis
Ta’lim Dan Lembaga Pendidikan Agama Non Formal lainnya
1.
Majlis
Ta’lim
Lembaga
pendidikan non formal yang menyelenggarakan pengajian Islam. Lembaga ini
berkembang dalam lingkungan masyarakat muslim di Indonesia baik di Jakarta
maupun di daerah-daerah lain. Penamaan majlis ta’lim lebih banyak ditemukan di
Jakarta, khususnya di kalangan masyarakat Betawi, sementara di daerah lain
lebih dikenal dengan “Pengajian Agama Islam”. Meskipun kata Majlis Ta’lim
berasal dari bahasa Arab, namun istilah itu sendiri tidak digunakan di
negara/masyarakat Arab.
Secara
etimologis, majlis ta’lim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan
pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majlis ta’lim
tidak lagi terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi
lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama
Islam.
Musyawarah
majlis ta’lim se DKI Jakarta pada tahun 1980 telah memberika batasan yang lebih
defenitif tentang pengertian majlis ta’lim; yaitu suatu lembaga pendidikan non
formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala
dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk
membina dan membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan
Allah swt, manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka
membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.[9]
Majlis ta’lim,
sebagai lembaga pendidikan non formal Islam, mempunyai kedudukan yang penting
di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain :
-
Sebagai
wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk
masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.
-
Taman
rekreasi rohaniah,
-
Wadah
silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam,
-
Media
penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Majlis ta’lim
berkembang luas dikalangan masyarakat muslim Indonesia khususnya di daerah
Jakarta dan sebagian Jawa Barat, setidaknya ada lebih kurang 2.899 buah majlis ta’lim
di daerah Jakarta pada pendataan majlis ta’lim tahun 1980. pada tanggal 9-10
Juli 1980 Koordinasi Dakwah Islam (kodi) DKI Jakarta menyelenggarakan
Musyawarah majlis ta’lim se DKI Jakarta. Dari musyawarah ini berhasil membentuk
wadah koordinasi yang diberi nama Badan kontak majlis ta’lim (BKMT) DKI Jakarta
yang diketuai oleh Dra. H. Tutty Alawiyah.[10]
Ditinjau dari
kelompok sosial dan dasar pengikat jama’ahnya, majelis ta’lim dapat
dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis ta’lim yang pesertanya terdiri
dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan campuran (tua,
muda,pria dan wanita) ;majelis ta’lim yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga
sosial keagamaan, kelompok penduduk disuatu daerah, istansi dan organisasi
tertentu.
Metode
penyajian majelis ta’lim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode ceramah,
terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif
memberikan pengajaran sementara jama’ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus,
yaitu pengajar dan jama’ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode
halaqah, yaitu pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jama’ah
mendengarkan; (c) metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai
kebutuhan.
Materi yang
dipelajari dalam majelis ta’lim mencakup; pembacaan al-qur’an serta tajwidnya,
tafsir bersama ulum al-qur’an, hadis dan mustalah-nya, fikih dan usul fikih,
tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jama’ah
misalnya masalah penanggulangan kenakalan pada anak, masalah undang-undang
perkawinan, dan lain-lain. Majelis ta’lim dikalangan masyarakat betawi biasanya
memakai buku-buku berbahasa Arab atau bahasa Arab Melayu seperti tafsir
jalalain, nail al-authar, dan lain-lain. Pada majelis-majelis ta’lim lain
dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa Indonesia sebagai pegangan, misalnya
fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.
2.
Remaja
Mesjid
Remaja mesjid
adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di setiap mesjid yaitu semua
muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di sekitar mesjid.[11]
Dalam praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang. Biasanya disebut
pengurus yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian
pengaturan hubungan antara pengurus dan pembagian tugas antara mereka berjalan
dengan baik dan efektif. Tetapi tentu saja organisasi tersebut bukanlah statis
melainkan dinamis berkembang sesuai dengan ruang dan waktunya..
Remaja mesjid
adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian berarti sebuah badan yang
terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan mengurus mesjid.
Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi
mesjid baik sebagai tempat ibadah maupun sosial kemasyarakatan. Untuk
mewujudkan organisasi mesjid yang baik tentu saja harus didukung oleh:
-
Tenaga
manusia.
-
Pengurus
yang terampil
-
Modal
atau dana yang cukup
-
Alat
dan sarana penunjang
-
Sikap
mental dari anggotanya
Hal ini
mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus ditata sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dalam tingkat
sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana. Sementara dalam
tataran sosial yang kompleks maka organisasi pun harus disusun sesuai
keadaannya. Mesjid merupakan salah satu sarana dakwah yang sangat penting,
karena itu keberadaan remaja mesjid juga dianggap penting. Remaja mesjidlah
yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan
memberdayakan pemuda-pemuda setempat. Organisasi remaja mesjid berusaha
membumikan bilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti yang mereka rasakan
sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan nyata sebagai upaya
penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.[12]
Ada beberapa
kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid, semisal ceramah agama,
pelatihan leadership, training motivation dan lain sebagainya. Mereka juga tak
jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti peringatan maulid dan Isra
Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu Muharram dan kegiatan nuzul
al-Qur’an pada Bulan Suci Ramadhan. Dengan demikian remaja mesjid termasuk
lembaga pendidikan non formal yang banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan
Islam.
3.
Pesantren
Kilat.
1.
Pengertian
Pesantren kilat
(sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa dilakukan pada
waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa dan, diisi
dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama, pengajian dan
diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah, tadarus
al-qur’an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini
merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka tertentu yang
diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau sebagian waktu saja dengan maksud melatih
mereka untuk menghidupkan hari-hari dan malam-malam bulan Ramadhan dengan
kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa kegiatan yang dijalankan di sini ada
mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren pada uumnya baik yang
bersifat salaf maupun yang modern.[13]
2.
Tujuan
dan Target
Kegiatan
pesantren kilat ini mempunyai tujuan:
-
Memberi
pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan hari-hari dan
malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).
-
Meningkatkan
amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam Ramadhan yang
arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik secara rohani
maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah puasa dan amal-amal
ibadah yang ia kerjakan .
-
Memberikan
pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik tentang ajaran agama dan
bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
-
Meningkatkan
syi’ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen peserta didik dalam
partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan pembangunan opini dan citra
positif nan semarak dalam bulan puasa.
-
Mengisi
waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.
3.
bentuk
kegiatan dan pelaksanaannnya
Pada dasarnya
kegiatan pesantren kilat memerlukan inprovisasi dari setiap penyelenggaranya
dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang mengikutinya. Kegiatan
pesantren kilat (sanlat) ini bisa diselenggarakan denga dua model, yaitu dengan
mengasramakan para peserta agar dapat mengikuti kegiatan selama 24 jam, atau
sebagian waktu saja sehingga peserta didik tidak perlu diasramakan. Akan tetapi
sekedar gambaran berikut ini dijabarkan beberapa bentuk dan pelaksanakan
kegiatan yang bisa diselenggarakan untuk mengisi program pesantren kilat
(sanlat), di antaranya[14]:
-
Kegiatan
rutin di bulan ramadhan dilakukan secara berjama’ah antara lain shalat lima
waktu; shalat tarawih; tadarus al-qur’an buka puasa bersama dan sahur bersama.
-
Kuliah
atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan setelah shalat
subuh.
-
Tadarus
al-qur’an dilakukan secara terencana dan terjadwal sedemikian rupa dengan
melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif biasanya dilakukan
setelah shalat tarawih.
-
Pengkajian
agama, bisa diisi dengan tafsir al-qur’an pengajian kitab-kitab kuning (klasik)
ataupun modren dibidang akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber
tertentu atau guru. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik
menyelesaikan tugas-tugas individualnya.
-
Dialog
mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang didapat selama mengikuti kegiatan
pesantren kilat. Kegiatan ini bisa dialokasikan jadwalnya secara fleksibel
sesuai dengan kebutuhan yang ada.
4.
Raudhatul
Athfal
Lembaga
pendidikan Islam untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4 sampai 6 tahun
yang dikelola oleh masyarakat dengan lama pendidikan 1 atau 2 tahun. Ciri khas
taman kanak-kanak ini terlihat dari upaya pengembangan keimanan dan ketaqwaan
yang intensif pada jiwa anak didik melalui penciptaan suasana keagamaan di
kelas dan penjiwaan semua bidang pengembangan dengan ajaran Islam. Lembaga ini
mempunyai beberapa nama, seperti Bustanul Atfal (Taman Kanak-Kanak) dan
Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-Kanak). Organisasi Muhammadiyah memakai
istilah Bustanul Atfal Aisyiah, sedangkan di dalam Nahdatul Ulama (NU) dipakai
dua nama, yaitu Raudhatul Atfal Ma’arif NU dan Taman Kanak-Kanak Ma’arif NU.
Pendirian
Raudhatul Atfal antara lain dimaksudkan agar anak-anak yang beragama Islam
memperoleh pendidikan agama secara dini sejak usia 4 tahun.[15]
Pendidikan agama perlu dimulai pada usia 4 tahun karena dalam teori ilmu
pendidikan pada usia ini anak-anak sedang berada pada masa peka yang cukup
tinggi, masa meniru kelakuan orang dewasa, atau disebut juga masa pembentukan
sikap dan kepribadiannya. Pemberian pendidikan agama pada anak-anak sejak usia
dini bertujuan untuk meletakkan dasar yang kokoh kearah perkembangan sikap,
perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Semua itu diperlukan anak
didik agar menjadi muslim yang dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dengan
baik, berakhlak mulia, dan sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, Raudhatul Atfal juga merupakan wadah
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik seusia
dengan sifat alami anak.[16]
Kegiatan
pendidikan di Raudhatul Atfal meliputi
perkembangan berbagai aspek dalam diri manusia, yaitu: Aspek moral,
Keimanan dan Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kemampuan Berbahasa, Daya Cipta,
Perasaan/Emosi, Kemampuan Bermasyarakat, Keterampilan, Pendidikan Jasmani.
Perbedaan kegiatan pendidikan Raudhatul Atfal dengan taman kanak-kanak pada
umumnya pada umumnya terletak dalam segi perkembangan keimanan dan ketaqwaan.
Pada Raudhatul Atfal segi ini dilaksanakan secara intensif melalui cara-cara
sebagai berikut:
-
Membimbing
anak didik mengenal Allah SWT dan para utusannya.
-
Menghafal
surah-surah pendek dan doa sehari-hari.
-
Praktek
Ibadah.
-
Membiasakan
mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri.
-
Menanamkan
rasa hormat kepada ibu, bapak, para orang tua, dan tokoh-tokoh masyarakat.
-
Mengenalkan
anak didik pada lembaga-lembaga Islam dan berbagai upacara keagamaan, serta
menyantuni orang yang sedang di timpa musibah.
Kurikulum
Raudhatul Atfal dirumuskan dalam kurikulum integrasi yang di sebut juga
kurikulum terpadu. Kurikulum integrasi adalah kurikulum yang tidak mengenal
batas-batas mata pelajaran. Bahan pelajaran disajikan dalam bentuk satu
kesatuan yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Artinya semua materi pelajaran
disajikan dalam bentuk satu unit kegiatan belajar. Kurikulum integrasi
mempunyai tiga bentuk yaitu:
Experience
curriculum (kurikulum
pengalaman), yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan dilakukan berdasarkan
pengalaman kegiatan anak/aktifitas anak, seperti bermain, bercerita, bepergian,
dan bertamasya.
Social
Function Curriculum
(kurikulum fungsi sosial), yaitu pengaturan dan penyusunan program kegiatan
yang didasarkan atas kehidupan anak yang menyangkut fungsi-fungsi sosial,
misalnya kegiatan pelestarian, pelindungan, keagamaan, kebudayaan, produksi,
rekreasi, dan kreasi.
Child
Centered Curriculum (kurikulum
yang dipusatkan pada anak),yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan yang
didasarkan atas pendekatan yang terpusat pada diri anak.
Pendidikan di
Raudhatul Atfal tidak mengenal pengelompokan anak didik berdasarkan peringkat,
tetapi atas dasar usia. Kelompok A untuk anak didik yang berusia 4 tahun dan
kelompok B untuk usia 5 tahun. Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal
adanya ujian, tinggal kelas, dan upacara pelulusan bagi anak-anak didiknya.
Lembaga Raudhatul Atfal dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yayasan atau
semacamnya. Yayasan bertanggung jawab mengelola berbagai kegiatan lembaga,
khususnya yang berkenaan dengan hal-hal berikut:
-
Pengadaan,
pemanfaatan, dan pengembangan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
-
Pengadaan
dan pemanfaatan buku pelajaran dan buku perpustakaan.
-
Pengadaan,
pemanfaatan, dan pengembangan peralatan serta sarana pendidikan.
-
Pemeliharaan
keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kebersihan lingkungan sekolah,
kekeluargaan, dan sarana keagamaan.
-
Pengadaan
dana penyelenggaraan pendidikan.
-
Penambahan
jam pelajaran keislaman tanpa mengurangi atau mengganggu jam pelajaran lainnya.
-
Pada
setiap Raudhatul Atfal dibentuk Badan Pembina Penyelenggaraan Pendidikan (BP3)
yang anggotanya biasanya terdiri dari tiga unsur, yaitu orang tua murid, guru,
dan tokoh masyarakat yang memiliki perhatian terhadap masalah pendidikan,
terutama pendidikan anak-anak. Yayasan bersama-sama dengan BP3 merupakan satu
kesatuan yang utuh dalam membina kelangsungan hidup lembaga ini. [17]
Selain dibina
oleh yayasan dan BP3, lembaga pendidikan Raudhatul Atfal juga dibina oleh
pemerintah, yang dalam hal ini oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Pembinaan oleh pemerintah disini sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Kependidikan Nasional. Pembinaan yang
dilakukan oleh Departemen Agama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No.
367 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Raudhatul Atfal yang diwujudkan melalui
pemberian bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan berupa
alat-alat peraga dan teknis pelaksanaan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan bersadarkan peraturan Pemerintah
No.27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah dan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No.0486 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Taman
Kanak-Kanak. Ujud pembinaan dari Departemen Agama yaitu berupa bantuan guru,
bantuan sarana dan prasarana pendidikan.[18]
Sebagai pembina
Raudhatul Atfal, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
memberikan penilaian terhadap sekolah binaannya. Penilaian tersebut
menyangkut hal – hal berikut:1. Pelaksanaan Administrasi Lembaga.
2. Kegiatan dan Kemajuan Belajar Anak Didik.
3. Pelaksanaan Program Kegiatan Belajar. 4. Kegiatan dan Kemajuan Guru
dan Tenaga Kependidikan lainnya. 5. Keadaan Sarana dan Prasarana serta keadaan
lembaga secara umum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada hakekatnya yang disebut pendidikan adalah proses pembimbingan,
pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak, generasi muda, manusia agar nantinya
bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses
pembimbingan, pembelajaran, atau pelatihan agar mausia menjadi muslim atau
orang Islam.
Pendidikan Islam memiliki urgensi bagi terciptanya rumah tangga,
masyarakat dan generasi yang muslim. Perhatian Islam terhadap manusia baik
laki-laki maupun perempuan sama yaitu memerintahkan kepada mereka untuk
beribadah taat kepada Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa majelis ta’lim dan
lembaga pendidikan agama non formal lainnya dalam pembahasan tadi, merupakan
wadah bagi penerapan konsep pendidikan minal mahdi ilal lahdi, yaitu
pendidikan seumur hidup dan merupakan sarana bagi pengembangan gagasan
pembangunan berwawasan Islam. Sebagai media silaturrahmi, majelis ta’lim dan
lembaga pendidikan non formal lainnya tersebut, merupakan wahana bagi
persemaian persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) yang di dalamnya
mengandung konsep Islam tentang persaudaraan antar bangsa dan persaudaraan
antar sesama umat manusia. Dengan demikian majelis ta’lim dan lembaga
pendidikan agama non formal lainnya tersebut adalah termasuk lembaga atau
sarana dakwah Islamiyah yang dapat mengembangkan kegiatan yang berfungsi untuk
membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertqwa kepada Allah SWT.
B.
Kritik
dan Saran
Penulis
menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Kekurangan dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, dimohon kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Aly,
Heri, Noer, Drs, M.A, dan Drs. H. Munzier, S, M.A, Watak Pendidikan Islam,
Jakarta: Friska Agung Insani, 2003, cet.ke-2
Depertemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia,Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2003: Tentang
Sistem Pendidikan Nasional(Jakarta, 2003
Djamaluddin,
Drs, dan Drs. Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung:
CV. Pustaka Setia, 1999, cet.ke-2
Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam: Dalam
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta:Kencana, 2005
Harjanto,Perencanaan pengajaran: Komponen
MKDK Materi Disesuaikan dengan Silabi Kurikulum Nasional IAIN. Jakarta: rineka
Cipta, 2005
Ivor K. Davies, Pengelolaan
Belajar: Seri Pustaka Teknologi Pendidikan
No.8. Jakarta: Rajwali Pers, 1986
Muhaimin, Drs, M.A, Ilmu Pendidikan
Islam, Surabaya: Karya Abditama
Ramayulis, Dr, M.A, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet.ke-1
Sagala, Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan: Membuka rungan kreativitas, inovasi dan perdayaan
potensi sekolah dalam system otonomi sekolah, Bandung:ALPABETA, 2006
Syaiful Sagala,
Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung:AlPABETA, 2005
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwat,Metodologi
Mengajar Agama dan Bahasa Arab. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995
www.Google.Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas Jalan R.S. Fatmawati, Cipete - PO.BOX 12001, Jakarta Selatan
[1] Muhaimin, et.al, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Karya
Abditama), hal. 6
[2]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. ke-1
hal.4
cet. ke-2, hal. 9
h. 154
[9] Syaiful Sagala,manajemen
Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan:Membuka rungan kreativitas, inovasi
dan perdayaan potensi sekolah dalam system otonomi sekolah(Bandung:ALPABETA,
2006),h.48
[11] www.Google.Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas Jalan R.S. Fatmawati, Cipete - PO.BOX 12001,
Jakarta Selatan
[12] Ivor
K. Davies, Pengelolaan
Belajar: Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.8 (Jakarta: Rajwali Pers,
1986),h.35-36
[13] Harjanto,Perencanaan
pengajaran: Komponen MKDK Materi Disesuaikan dengan Silabi Kurikulum Nasional
IAIN(Jakarta:rineka Cipta, 2005),h.17
[14] Tayar Yusuf dan
Syaiful Anwat,Metodologi Mengajar Agama dan Bahasa Arab(Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 1995),41-58.
[17] Depertemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia,Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2003: Tentang Sistem Pendidikan Nasional(Jakarta, 2003),h.8
[18] Haidar Putra
Daulay,Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
(Jakarta:Kencana, 2005),h.38
makasih y makalahnya.. lengkap.. sangat membantu!
BalasHapus