Senin, 20 April 2015

MAKALAH MAJELIS TAKLIM DAN PENDIDIKAN NON FORMAL LAINNYA

MAKALAH MAJELIS TAKLIM DAN PENDIDIKAN NON FORMAL LAINNYA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sempurna dan universal, agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Ia adalah sebuah sistem kehidupan yang tidak ada sistem manapun yang dapat menandingi dan menyamainya karena semua sistem tersebut adalah ciptaan manusia. Sedangkan Islam adalah ciptaan Allah swt, Tuhannya manusia. Oleh karena itulah, manusia dibekali akal pikiran untuk merumuskan sistem yang dapat dijadikan sebagai alat atau jalan untuk menjelaskan pemahaman tentang Islam. Pada dasarnya konsep Islam tentang pendidikan, bertujuan untuk memelihara fitrah manusia, mewariskan nilai-nilai, dan pembentukan manusia seutuhnya insān kāmil yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Untuk itulah manusia dibekali dengan akal pikiran agar dapat menciptakan metode pendidikan yang dinamis, efektif dan dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hidup dunia-akhirat.
Dalam konteks keindonesiaan, dikenal juga pendidikan dengan sebutan pendidikan luar sekolah. Bahkan secara yuridis formal, pendidikan luar sekolah ini diatur dalam Undang-Undang RI tentang sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah secara umum dapat dibagi menjadi pendidikan Informal dan non formal, sedangkan pendidikan sekolah lebih dikenal dengan pendidikan formal. Oleh karena itu makalah ini akan membahas khusus tentang Pendidikan Islam non formal yang berupa majlis ta’lim, Remaja Mesjid dan pesantren kilat, baik dilihat dari segi perkembangannya di Indonesia maupun ditinjau dari segi pengaruhnya bagi pendidikan Islam di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
Untuk mencegah kesimpang siuran dalam makalah ini, maka penulis memberikan batasan berupa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa itu pendidikan agama Islam?
2.      Apa itu Majelis Ta’lim dan apa saja Pendidikan Non Formal yang ada di Indonesia?
C.    Tujuan
Menjadi bahan atau sumber referensi dan pelajaran yang berguna bagi mahasiswa dan mahasiswi STAIN maupun seluruh masyarakat umum dalam mempelajari dan memaknai mengenai evaluasi program pendidikan PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendidikan Agama Islam
1.      Pengertian Pendidikan Agama
Pada hakekatnya yang disebut pendidikan adalah proses pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak, generasi muda, manusia agar nantinya bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses pembimbingan, pembelajaran, atau pelatihan agar mausia menjadi muslim atau orang Islam[1].
Dalam merumuskan pengertian pendidikan Islam, para ahli berbeda pendapat. Muhammad Athiyah al Abrasyi memberikan pengertian, .Pendidikan Islam (al Tarbiyah al Islamiyah) mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis bahasanya baik lisan atau tulisan.[2]
Menurut Musthafa al Ghulayaini, pendidikan Islam adalah .Menanamkan akhlak mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan, dan cinta bekerja untuk memanfaatkan tanah air.[3]
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas, maka berarti pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukkan akhlak atau kepribadian, sehingga pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang bahagia di dunia dan kehidupan akhirat, serta terhindar dari siksaan yang maha pedih.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang seimbang, berupaya merealisasikan keseimbangan antara kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrowi. Sebagaimana firman Allah :  
Artinya : “Dan carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi….”. (QS. Al-Qashash/28 :77)
Jadi, .Pendidikan Islam bukan pendidikan duniawi saja, individual saja, atau sosial saja, juga tidak mengutamakan aspek spiritual atau aspek material. Keseimbangan antara semua itu merupakan karakteristik terpenting pendidikan Islam.[4]
Oleh karena itu di dalam kehidupan bermasyarakat, agama adalah hal yang sangat penting, dengan beragama hak-hak sebagai manusia terlindungi dari hal-hal yang mengganggunya serta memberikan keamanan dan kedamaian dalam menjalankan roda kehidupannya. Keberadaan agama di sini tentunya memiliki fungsi dalam masyarakat. Dalam fungsinya tersebut, agama memiliki dan memuat nilai-nilai serta norma tertentu pada saat yang bersamaan mengatur pula hidup manusia, baik secara vertikal maupun horizontal.
Pendidikan Islam memiliki urgensi bagi terciptanya rumah tangga, masyarakat dan generasi yang muslim. Perhatian Islam terhadap manusia baik laki-laki maupun perempuan sama yaitu memerintahkan kepada mereka untuk beribadah taat kepada Nya, serta menjauhi larangan-Nya.

2.      Tujuan Pendidikan Agama
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Salah satu tujuan pendidikan Islam adalah .Mengembangkan manusia yang baik yang beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa.[5]
Menurut Mustofa Amin sebagaimana yang dikutip Ramayulis bahwa tujuan pendidikan Islam adalah .mempersiapkan seseorang bagi amalan dunia dan akhirat.[6]
Abdullah Fayad menyatakan bahwa pendidikan Islam mengarah pada 2 (dua) tujuan[7]:
1.      Persiapan untuk hidup akhirat
2.      Membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesannya hidup di dunia.
Ringkasnya tujuan pendidikan Islam ini adalah untuk menyiapkan manusia-manusia yang berilmu, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu umum. Dengan ilmu tersebut mereka bisa menjadi insan paripurna, yang taqarrub kepada Allah, dan bisa mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
3.      Komponen-komponen Pendidikan Agama
a.      Tujuan
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tujuan pendidikan agama pada intinya adalah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang. Begitu pula halnya dengan tujuan pendidikan non formal seperti majelis ta’lim adalah untuk memasyarakatkan ajaran Islam yang pada dasarnya intinya juga sama, yaitu mencari kebahagiaan dunia akhirat.
Pendidikan non formal seperti majelis ta’lim merupakan sarana dakwah atau tabligh yang bercorak Islami serta mempunyai peran sentral pada pembinaan dan peningkatan kwalitas hidup umat Islam sesuai tuntutan dan tuntunan ajaran Islam. Dengan adanya majelis ta’lim ini, masyarakat dapat lebih menghayati, memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan lebih berarti atau bermakna.
b.      Materi
Pada lembaga pendidikan formal (sekolah), materi sudah ditentukan oleh pemerintah melalui kurikulum pendidikan / GBPP. Lain halnya pada lembaga pendidikan non formal seperti majelis ta’lim, materi ditentukan oleh pimpinan majelis ta’lim itu sendiri, disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Diantaranya pemberantasan buta huruf al-Qur.an, penanaman aqidah, fiqih serta hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat.
c.       Metode
Metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Metode pengajaran ajaran Islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam, sehingga dapat dipahami murid secara sempurna. Mengenai metode mengajar di lembaga pendidikan Islam seperti majelis ta’lim, lazimnya digunakan metode-metode ceramah, dan tanya jawab dan peragaan yang biasanya disampaikan oleh Ustadz/Ustadzah dan para Kiyai.
Metode ceramah tanya jawab dan peragaan sangat tepat dipakai di majelis Ta’lim, karena untuk memberikan pengertian agama misalnya tentang bagaimana cara wudhu yang baik. Seorang guru atau kiyai harus memberikan uraian panjang lebar mengenai rukun wudhu, syarat wudhu atau sunat wudhu, sekaligus seorang guru atau ustadz harus mendemonstrasikan atau memperagakan cara wudhu yang baik di depan para jama.ahnya sehingga para jama’ah dapat memahami betul apa yang diajarkan guru tersebut.
d.      Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata to evaluate. yang berarti .menilai.. Penilaian dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan.[8]
Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai.

B.     Majelis Ta’lim Dan Lembaga Pendidikan Agama Non Formal lainnya
1.      Majlis Ta’lim
Lembaga pendidikan non formal yang menyelenggarakan pengajian Islam. Lembaga ini berkembang dalam lingkungan masyarakat muslim di Indonesia baik di Jakarta maupun di daerah-daerah lain. Penamaan majlis ta’lim lebih banyak ditemukan di Jakarta, khususnya di kalangan masyarakat Betawi, sementara di daerah lain lebih dikenal dengan “Pengajian Agama Islam”. Meskipun kata Majlis Ta’lim berasal dari bahasa Arab, namun istilah itu sendiri tidak digunakan di negara/masyarakat Arab.
Secara etimologis, majlis ta’lim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majlis ta’lim tidak lagi terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
Musyawarah majlis ta’lim se DKI Jakarta pada tahun 1980 telah memberika batasan yang lebih defenitif tentang pengertian majlis ta’lim; yaitu suatu lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt, manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.[9]
Majlis ta’lim, sebagai lembaga pendidikan non formal Islam, mempunyai kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain :
-          Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.
-          Taman rekreasi rohaniah,
-          Wadah silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam,
-          Media penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Majlis ta’lim berkembang luas dikalangan masyarakat muslim Indonesia khususnya di daerah Jakarta dan sebagian Jawa Barat, setidaknya ada lebih kurang 2.899 buah majlis ta’lim di daerah Jakarta pada pendataan majlis ta’lim tahun 1980. pada tanggal 9-10 Juli 1980 Koordinasi Dakwah Islam (kodi) DKI Jakarta menyelenggarakan Musyawarah majlis ta’lim se DKI Jakarta. Dari musyawarah ini berhasil membentuk wadah koordinasi yang diberi nama Badan kontak majlis ta’lim (BKMT) DKI Jakarta yang diketuai oleh Dra. H. Tutty Alawiyah.[10]
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jama’ahnya, majelis ta’lim dapat dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis ta’lim yang pesertanya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan campuran (tua, muda,pria dan wanita) ;majelis ta’lim yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan, kelompok penduduk disuatu daerah, istansi dan organisasi tertentu.
Metode penyajian majelis ta’lim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif memberikan pengajaran sementara jama’ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus, yaitu pengajar dan jama’ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode halaqah, yaitu pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jama’ah mendengarkan; (c) metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai kebutuhan.
Materi yang dipelajari dalam majelis ta’lim mencakup; pembacaan al-qur’an serta tajwidnya, tafsir bersama ulum al-qur’an, hadis dan mustalah-nya, fikih dan usul fikih, tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jama’ah misalnya masalah penanggulangan kenakalan pada anak, masalah undang-undang perkawinan, dan lain-lain. Majelis ta’lim dikalangan masyarakat betawi biasanya memakai buku-buku berbahasa Arab atau bahasa Arab Melayu seperti tafsir jalalain, nail al-authar, dan lain-lain. Pada majelis-majelis ta’lim lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa Indonesia sebagai pegangan, misalnya fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.

2.      Remaja Mesjid
Remaja mesjid adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di setiap mesjid yaitu semua muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di sekitar mesjid.[11] Dalam praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang. Biasanya disebut pengurus yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian pengaturan hubungan antara pengurus dan pembagian tugas antara mereka berjalan dengan baik dan efektif. Tetapi tentu saja organisasi tersebut bukanlah statis melainkan dinamis berkembang sesuai dengan ruang dan waktunya..
Remaja mesjid adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian berarti sebuah badan yang terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan mengurus mesjid. Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi mesjid baik sebagai tempat ibadah maupun sosial kemasyarakatan. Untuk mewujudkan organisasi mesjid yang baik tentu saja harus didukung oleh:
-          Tenaga manusia.
-          Pengurus yang terampil
-          Modal atau dana yang cukup
-          Alat dan sarana penunjang
-          Sikap mental dari anggotanya
Hal ini mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dalam tingkat sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana. Sementara dalam tataran sosial yang kompleks maka organisasi pun harus disusun sesuai keadaannya. Mesjid merupakan salah satu sarana dakwah yang sangat penting, karena itu keberadaan remaja mesjid juga dianggap penting. Remaja mesjidlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan memberdayakan pemuda-pemuda setempat. Organisasi remaja mesjid berusaha membumikan bilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti yang mereka rasakan sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan nyata sebagai upaya penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.[12]
Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid, semisal ceramah agama, pelatihan leadership, training motivation dan lain sebagainya. Mereka juga tak jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti peringatan maulid dan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu Muharram dan kegiatan nuzul al-Qur’an pada Bulan Suci Ramadhan. Dengan demikian remaja mesjid termasuk lembaga pendidikan non formal yang banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan Islam.

3.      Pesantren Kilat.
1.      Pengertian
Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa dilakukan pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa dan, diisi dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama, pengajian dan diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah, tadarus al-qur’an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka tertentu yang diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau  sebagian waktu saja dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan malam-malam bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa kegiatan yang dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren pada uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.[13]
2.      Tujuan dan Target
Kegiatan pesantren kilat ini mempunyai tujuan:
-          Memberi pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan hari-hari dan malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).
-          Meningkatkan amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam Ramadhan yang arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik secara rohani maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah puasa dan amal-amal ibadah yang ia kerjakan .
-          Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik tentang ajaran agama dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
-          Meningkatkan syi’ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen peserta didik dalam partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan pembangunan opini dan citra positif nan semarak dalam bulan puasa.
-          Mengisi waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.
3.      bentuk kegiatan dan pelaksanaannnya
Pada dasarnya kegiatan pesantren kilat memerlukan inprovisasi dari setiap penyelenggaranya dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang mengikutinya. Kegiatan pesantren kilat (sanlat) ini bisa diselenggarakan denga dua model, yaitu dengan mengasramakan para peserta agar dapat mengikuti kegiatan selama 24 jam, atau sebagian waktu saja sehingga peserta didik tidak perlu diasramakan. Akan tetapi sekedar gambaran berikut ini dijabarkan beberapa bentuk dan pelaksanakan kegiatan yang bisa diselenggarakan untuk mengisi program pesantren kilat (sanlat), di antaranya[14]:
-          Kegiatan rutin di bulan ramadhan dilakukan secara berjama’ah antara lain shalat lima waktu; shalat tarawih; tadarus al-qur’an buka puasa bersama dan sahur bersama.
-          Kuliah atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan setelah shalat subuh.
-          Tadarus al-qur’an dilakukan secara terencana dan terjadwal sedemikian rupa dengan melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif biasanya dilakukan setelah shalat tarawih.
-          Pengkajian agama, bisa diisi dengan tafsir al-qur’an pengajian kitab-kitab kuning (klasik) ataupun modren dibidang akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber tertentu atau guru. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik menyelesaikan tugas-tugas individualnya.
-          Dialog mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang didapat selama mengikuti kegiatan pesantren kilat. Kegiatan ini bisa dialokasikan jadwalnya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang ada. 
4.      Raudhatul Athfal
Lembaga pendidikan Islam untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4 sampai 6 tahun yang dikelola oleh masyarakat dengan lama pendidikan 1 atau 2 tahun. Ciri khas taman kanak-kanak ini terlihat dari upaya pengembangan keimanan dan ketaqwaan yang intensif pada jiwa anak didik melalui penciptaan suasana keagamaan di kelas dan penjiwaan semua bidang pengembangan dengan ajaran Islam. Lembaga ini mempunyai beberapa nama, seperti Bustanul Atfal (Taman Kanak-Kanak) dan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-Kanak). Organisasi Muhammadiyah memakai istilah Bustanul Atfal Aisyiah, sedangkan di dalam Nahdatul Ulama (NU) dipakai dua nama, yaitu Raudhatul Atfal Ma’arif NU dan Taman Kanak-Kanak Ma’arif NU.
Pendirian Raudhatul Atfal antara lain dimaksudkan agar anak-anak yang beragama Islam memperoleh pendidikan agama secara dini sejak usia 4 tahun.[15] Pendidikan agama perlu dimulai pada usia 4 tahun karena dalam teori ilmu pendidikan pada usia ini anak-anak sedang berada pada masa peka yang cukup tinggi, masa meniru kelakuan orang dewasa, atau disebut juga masa pembentukan sikap dan kepribadiannya. Pemberian pendidikan agama pada anak-anak sejak usia dini bertujuan untuk meletakkan dasar yang kokoh kearah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Semua itu diperlukan anak didik agar menjadi muslim yang dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dengan baik, berakhlak mulia, dan sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, Raudhatul Atfal juga merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik seusia dengan sifat alami anak.[16]
Kegiatan pendidikan di Raudhatul Atfal meliputi  perkembangan berbagai aspek dalam diri manusia, yaitu: Aspek moral, Keimanan dan Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kemampuan Berbahasa, Daya Cipta, Perasaan/Emosi, Kemampuan Bermasyarakat, Keterampilan, Pendidikan Jasmani. Perbedaan kegiatan pendidikan Raudhatul Atfal dengan taman kanak-kanak pada umumnya pada umumnya terletak dalam segi perkembangan keimanan dan ketaqwaan. Pada Raudhatul Atfal segi ini dilaksanakan secara intensif melalui cara-cara sebagai berikut:
-          Membimbing anak didik mengenal Allah SWT dan para utusannya.
-          Menghafal surah-surah pendek dan doa sehari-hari.
-          Praktek Ibadah.
-          Membiasakan mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri.
-          Menanamkan rasa hormat kepada ibu, bapak, para orang tua, dan tokoh-tokoh masyarakat.
-          Mengenalkan anak didik pada lembaga-lembaga Islam dan berbagai upacara keagamaan, serta menyantuni orang yang sedang di timpa musibah.
Kurikulum Raudhatul Atfal dirumuskan dalam kurikulum integrasi yang di sebut juga kurikulum terpadu. Kurikulum integrasi adalah kurikulum yang tidak mengenal batas-batas mata pelajaran. Bahan pelajaran disajikan dalam bentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Artinya semua materi pelajaran disajikan dalam bentuk satu unit kegiatan belajar. Kurikulum integrasi mempunyai tiga bentuk yaitu:
Experience curriculum (kurikulum pengalaman), yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan dilakukan berdasarkan pengalaman kegiatan anak/aktifitas anak, seperti bermain, bercerita, bepergian, dan bertamasya.
Social Function Curriculum (kurikulum fungsi sosial), yaitu pengaturan dan penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas kehidupan anak yang menyangkut fungsi-fungsi sosial, misalnya kegiatan pelestarian, pelindungan, keagamaan, kebudayaan, produksi, rekreasi, dan kreasi. 
Child Centered Curriculum (kurikulum yang dipusatkan pada anak),yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas pendekatan yang terpusat pada diri anak.
Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal pengelompokan anak didik berdasarkan peringkat, tetapi atas dasar usia. Kelompok A untuk anak didik yang berusia 4 tahun dan kelompok B untuk usia 5 tahun. Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal adanya ujian, tinggal kelas, dan upacara pelulusan bagi anak-anak didiknya. Lembaga Raudhatul Atfal dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yayasan atau semacamnya. Yayasan bertanggung jawab mengelola berbagai kegiatan lembaga, khususnya yang berkenaan dengan hal-hal berikut:
-          Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
-          Pengadaan dan pemanfaatan buku pelajaran dan buku perpustakaan.
-          Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan peralatan serta sarana pendidikan.
-          Pemeliharaan keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kebersihan lingkungan sekolah, kekeluargaan, dan sarana keagamaan.
-          Pengadaan dana penyelenggaraan pendidikan.
-          Penambahan jam pelajaran keislaman tanpa mengurangi atau mengganggu jam pelajaran lainnya.
-          Pada setiap Raudhatul Atfal dibentuk Badan Pembina Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) yang anggotanya biasanya terdiri dari tiga unsur, yaitu orang tua murid, guru, dan tokoh masyarakat yang memiliki perhatian terhadap masalah pendidikan, terutama pendidikan anak-anak. Yayasan bersama-sama dengan BP3 merupakan satu kesatuan yang utuh dalam membina kelangsungan hidup lembaga ini. [17]
Selain dibina oleh yayasan dan BP3, lembaga pendidikan Raudhatul Atfal juga dibina oleh pemerintah, yang dalam hal ini oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pembinaan oleh pemerintah disini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Kependidikan Nasional. Pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Agama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. 367 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Raudhatul Atfal yang diwujudkan melalui pemberian bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan berupa alat-alat peraga dan teknis pelaksanaan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan bersadarkan peraturan Pemerintah No.27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0486 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Ujud pembinaan dari Departemen Agama yaitu berupa bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan.[18]
Sebagai pembina Raudhatul Atfal, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penilaian terhadap sekolah binaannya. Penilaian  tersebut  menyangkut  hal – hal  berikut:1. Pelaksanaan Administrasi Lembaga. 2. Kegiatan dan Kemajuan Belajar Anak Didik.  3. Pelaksanaan Program Kegiatan Belajar. 4. Kegiatan dan Kemajuan Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya. 5. Keadaan Sarana dan Prasarana serta keadaan lembaga secara umum.  


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada hakekatnya yang disebut pendidikan adalah proses pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak, generasi muda, manusia agar nantinya bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses pembimbingan, pembelajaran, atau pelatihan agar mausia menjadi muslim atau orang Islam.
Pendidikan Islam memiliki urgensi bagi terciptanya rumah tangga, masyarakat dan generasi yang muslim. Perhatian Islam terhadap manusia baik laki-laki maupun perempuan sama yaitu memerintahkan kepada mereka untuk beribadah taat kepada Nya, serta menjauhi larangan-Nya.
Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa majelis ta’lim dan lembaga pendidikan agama non formal lainnya dalam pembahasan tadi, merupakan wadah bagi penerapan konsep pendidikan minal mahdi ilal lahdi, yaitu pendidikan seumur hidup dan merupakan sarana bagi pengembangan gagasan pembangunan berwawasan Islam. Sebagai media silaturrahmi, majelis ta’lim dan lembaga pendidikan non formal lainnya tersebut, merupakan wahana bagi persemaian persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) yang di dalamnya mengandung konsep Islam tentang persaudaraan antar bangsa dan persaudaraan antar sesama umat manusia. Dengan demikian majelis ta’lim dan lembaga pendidikan agama non formal lainnya tersebut adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah Islamiyah yang dapat mengembangkan kegiatan yang berfungsi untuk membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertqwa kepada Allah SWT.
B.     Kritik dan Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dimohon kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA
Aly, Heri, Noer, Drs, M.A, dan Drs. H. Munzier, S, M.A, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003, cet.ke-2
Depertemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2003: Tentang Sistem Pendidikan Nasional(Jakarta, 2003
Djamaluddin, Drs, dan Drs. Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, cet.ke-2
Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta:Kencana, 2005
Harjanto,Perencanaan pengajaran: Komponen MKDK Materi Disesuaikan dengan Silabi Kurikulum Nasional IAIN. Jakarta: rineka Cipta, 2005
Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar: Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.8. Jakarta: Rajwali Pers, 1986
Muhaimin, Drs, M.A, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abditama
Ramayulis, Dr, M.A, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet.ke-1
Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan: Membuka rungan kreativitas, inovasi dan perdayaan potensi sekolah dalam system otonomi sekolah, Bandung:ALPABETA, 2006
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung:AlPABETA, 2005
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwat,Metodologi Mengajar Agama dan Bahasa Arab. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995
www.Google.Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Jalan R.S. Fatmawati, Cipete - PO.BOX 12001, Jakarta Selatan




[1] Muhaimin, et.al, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Karya Abditama), hal. 6
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. ke-1 hal.4
[3] Djamaludin, et.al, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999),
cet. ke-2, hal. 9
[4] Hery Noer Aly, et.al, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003) cet. ke-2
h. 154
[5] Hery Noer Aly, et.al, Watak Pendidikan Islam, hal 152
[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 25
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 26
[8] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 97
[9] Syaiful Sagala,manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan:Membuka rungan kreativitas, inovasi dan perdayaan potensi sekolah dalam system otonomi sekolah(Bandung:ALPABETA, 2006),h.48
[10] Ibid,h.50
[11] www.Google.Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Jalan R.S. Fatmawati, Cipete - PO.BOX 12001, Jakarta Selatan
[12] Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar: Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.8 (Jakarta: Rajwali Pers, 1986),h.35-36
[13] Harjanto,Perencanaan pengajaran: Komponen MKDK Materi Disesuaikan dengan Silabi Kurikulum Nasional IAIN(Jakarta:rineka Cipta, 2005),h.17
[14] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwat,Metodologi Mengajar Agama dan Bahasa Arab(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995),41-58.
[15] Sagala,manajemen Strategi,h.132
[16] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer(bandung:AlPABETA, 2005),h.126
[17] Depertemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2003: Tentang Sistem Pendidikan Nasional(Jakarta, 2003),h.8
[18] Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta:Kencana, 2005),h.38

1 komentar: