Minggu, 19 April 2015

MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN FILOSOFIS ISLAM

MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN FILOSOFIS ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
Islam merupakan sebuah sistem universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam Islam, segala hal yang menyangkut kebutuhan manusia, dipenuhi secara lengkap. Semuanya diarahkan agar manusia mampu menjalani kehidupan yang lebih baik dan manusiawi sesuai kodrat kemanusiaannya.Sebagai sebuah sistem, Islam memiliki sumber ajaran yang lengkap, yakni al- Qur`an dan Hadits. Rasulullah menjamin, jika seluruh manusia memegang teguh al Qur`an dan Hadits dalam kehidupannya, maka ia tidak akan pernah tersesat selama-lamanya. Al Qur`an dipandang sebagai sumber ajaran dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama, sedangkan hadits merupakan sumber kedua setelah al Qur`an.[1] Dan al Qur`an serta Hadits berisikan nash-nash (teks-teks) yang perlu dieksplorasi dan dielaborasi lebih lanjut untuk menjadi ajaran-ajaran yang fungsional dan aplikatif melalui upaya-upaya ilmiah yang lazim disebut studi Islam (Islamic studies).
Studi Islam kontemporer meniscayakan pengelompokan nash-nash dalam sumber-sumber ajaran Islam menjadi dua kategori, yaitu : pertama, nash normatif-universal dan kedua nash praktis-temporal. Pengelompokan nash ini menjadi salah satu penemuan penting dalam studi Islam.[2] Sedangkan M. Atho Muzhar membaginya dalam kategori : pertama, Islam sebagai wahyu, dan kedua, Islam sebagai produk sejarah.[3] Dengan istilah lain bahwa Islam dibagi menjadi Islam Ideal dan Islam Aktual. Islam jenis pertama bukan wilayah yang terbuka untuk dikaji karena sifatnya yang absolut, sakral dan hakiki, sedangkan Islam jenis kedua merupakan wilayah terbuka untuk dikaji dan diijtihadi karena merupakan produk pikiran manusia tentang Islam Ideal. Penentuan kategorisasi tersebut dianggap penting sebagai titik tolak dari mana studi Islam seharusnya berangkat.
Untuk memahami sumber-sumber otentik ajaran Islam, maka diperlukan berbagai pendekatan metodologi pemahaman Islam yang tepat, akurat dan responsible. Dengan demikian diharapkan Islam sebagai sebuah sistem ajaran yang bersumber pada al Qur`an dan Hadits dapat difahami secara komprehensif.[4] Dan beberapa pendekatan yang lazim dipergunakan dalam studi Islam antara lain pendekatan historis, pendekatan sosiologis,pendekatan hermeneutika dan lain sebagainya termasuk pendekatan filsafat.
Pendekatan filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat sesuatu). Harun Nasution mengemukakan, sebagaimana dikutip Supiana, bahwa berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-luasnya dan sebebas- bebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala dasar.[5]
Menggunakan filsafat dalam mengkaji Islam ibarat menjadikan filsafat sebagai pisau analisis untuk membedah Islam secara mendalam, integral dan komprehensif untuk melahirkan pemahaman dan pemikiran tentang Islam yang senantiasa shalih fi kulli zaman wa al maka  n (relevan pada setiap waktu dan ruang) karena dengan pendekatan filsafat, sumber-sumber otentik ajaran Islam digali dengan menggunakan akal, yang menjadi alat tak terpisahkan dalam proses penggunaan metode ijtihad, tanpa lelah tak kunjung henti.
Dan filsafat berperan membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari fenomena perkembangan wacana keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai keterbukaan, pluralitas dan inklusivitas. Studi filsafat sebagai pilar utama rekonstruksi pemikiran dapat membongkar formalisme agama dan kekakuan pemahaman agama atau dalam istilah M. Arkoun sebagai taqd̂is al afkar dii niyyah sebagai salah satu sumber ekslusivisme agama dan kejumudan umat. Salah satu problem krusial pemikiran dan pemahaman keagamaan sekarang ini, misalnya, adalah perumusan pemahaman agama yang dapat mengintegrasikan secara utuh visi Ilahi dan visi manusiawi tanpa dikotomi sedikitpun.[6]
Mengacu pada kerangka pikir di atas, dalam makalah ini penulis mencoba menjelaskan gambaran umum, pengertian, signifikansi, pola dan model serta contoh butir-butir kajian Islam melalui pendekatan filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Beberapa Pengertian Istilah
1.      Pendekatan
Pendekatan (approach) adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu.[7] Pendekatan juga berarti suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah.[8] Atau juga mengandung pengertian suatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau penelitian.[9]
Pendekatan dalam aplikasinya lebih mendekati disiplin ilmu karena tujuan utama pendekatan ini untuk mengetahui sebuah kajian dan langkah-langkah metodologis yang dipakai dalam pengkajian atau penelitian itu sendiri.[10]

2.      Metodologi
Secara etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata method yang berarti cara, dan  logy atau logos yang berarti teori atau ilmu. Jadi kata metodologi mempunyai arti suatu ilmu atau teori yang  membicarakan cara.[11] Metodologi juga berarti pengetahuan tentang metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.[12]
Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan yang benar?.Untuk memperoleh pengetahuan itu, kita harus mengetahui metode yang tepat untuk memperolehnya. Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan dapat ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya. Oleh karena itu, dalam menentukan disiplin ilmu, kita harus menentukan metode yang relevan dengan disiplin itu.[13]
Dalam setiap kajian atau penelitian ilmiah metodologi mutlak harus digunakan sebagai piranti lunak untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang bersifat ilmiah. Tanpa metodologi sebuah kajian akan kehilangan arah dan berakhir tanpa kesimpulan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

3.      Studi Islam
Yang dimaksud Studi Islam (kajian Islam) menurut Rosihon Anwar, adalah usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain, usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[14]
Pengertian Studi Islam di atas memberikan pemahaman bahwa bidang garapan atau aspek kajian yang menjadi objek studi Islam sangatlah luas karena hampir mencakup semua aspek dan karakteristik ajaran Islam. Disamping itu pula studi Islam terus menerus mengalami perkembangan dan dinamika seiring dengan realitas kehidupan umat Islam yang terus dinamis. Barangkali inilah salah satu disiplin ilmu tentang Islam yang mengalami perkembangan dan kemajuan yang melaju sangat cepat seiring dengan akselerasi kebudayaan dan peradaban umat Islam sendiri.

4.      Filosofis/Filsafat
Menurut Harun Nasution, sebagaimana dikutip Ramayulis, Perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu : (1) philein, dan (2) sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti hikmah (wisdom).Perkataan philosophio merupakan perkataan bahasa Yunani yang dipindahkan oleh orang-orang arab da disesuaika de ga ta i at susu a kata-kata orang arab, yaitu falsafah pola : fa lala dan fi la yang kemudian menjadi kata kerja falsafa dan filsaf. Adapun sebutan filsafat yang diucapkan dalam bahasa Indonesia kemungkinan besar merupakan gabungan kata arab falsafah dan bahasa Inggris philosophi yang kemudian menjadi filsafat.[15]
Menurut pengertian umum, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala segala sesuatu. Dengan cara ini maka jawaban yang akan diberikan berupa kebenaraan yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya.[16]
Sedangkan definisi filsafat menurut Sidi Gazalba, sebagaimana dikutip Abuddin Nata, adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[17]
Pendapat Sidi Gazalba di atas memperlihatkan adanya 3 ciri pokok dalam filsafat. Pertama, adanya unsur berfikir yang dalam hal ini menggunakan akal. Dengan demikian filsafat adalah kegiatan berfikir. Kedua, adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan berfikir tersebut, yaitu mencari hakikat atau inti mengenai segala sesuatu. Ketiga, adanya unsur ciri yang terdapat dalam berpikir tersebut, yaitu mendalam. Dengan ciri ini filsafat bukan hanya sekedar berfikir, melainkan berfikir sungguh-sungguh, serius, dan tidak berhenti sebelum yang difikirkan itu dapat dipecahkan. Ciri lainnya adalah sistematik. Dalam hubungan ini filsafat menggunakan aturan-aturan tertentu yang secara khusus dijelaskan dalam ilmu mantiq (logika). Selanjutnya ciri berfikir tersebut adalah radikal, yakni menukik sampai kepada inti atau akar permasalahan, atau sampai ujung batas yang sesudahnya tidak ada lagi objek serta ruang gerak yang difikirkan, karena memang sudah habis digarapnya. Selain itu filsafat bersifat universal, dalam arti fikiran tersebut tidak dikhususkan untuk suatu kelompok atau teritorial tertentu. Dengan kata lain, fikiran tersebut menembus batas-batas etnis, geografis, kultural dan sebagainya.[18]
Deskripsi lain tentang ciri-ciri berpikir filsafat adalah bahwa berpikir filsafat mengandung beberapa ciri, yaitu : deskriptif, kritis atau analitis, evaluatif atau normatif, spekulatif, sistematis, mendalam, mendasar dan menyeluruh.[19]

5.      Pendekatan Filosofis
Dari pemaparan di atas penulis mencoba untuk merumuskan pengertian dari pendekatan filosofis. Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak.

B.     Pola Pendekatan Filsafat Dalam Kajian Islam
Menggunakan pendekatan filsafat dalam kajian Islam dapat dideskripsikan dalam dua pola : Pertama, upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya dengan menggunakan paradigma dan metodologi disiplin filsafat. Kedua, upaya ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber pada al- Qur`an dan Hadits yang selanjutnya terejawantah dalam praktek-praktek keagamaan.
Untuk menjelaskan pola yang pertama, ada baiknya jika dijelaskan terlebih dahulu metode yang dapat ditempuh dalam kajian Islam melalui pendekatan filsafat. Sebagai suatu metode, pengembangan suatu ilmu, dalam hal ini kajian Islam, memerlukan empat hal sebagai berikut :[20]
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan didiplin ilmu. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis yaitu , al- Qur`an dan hadits serta pendapat para ulama atau filosof. Dan bahan yang diambil dari pengalaman empirik dalam praktek keberagamaan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analitis-sintetis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, deduktif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena. Hal ini selanjutnya erat hubungannya dengan disiplin keilmuan. Sedangkan dalam pola kedua, pendekatan filsafat dilakukan untuk mengurai nilai-nilai filosofis atau hikmah yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang terdapat dalam al- Qur’an dan Hadits. Seperti hikmah dalam penerapan syariat Islam atau hikmah dalam perintah tentang shalat, puasa, haji, dan sebagainya.
Pola pendekatan tersebut diharapkan agar seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.[21]

C.     Model-Model Pendekatan Filsafat Kontemporer[22] Dalam Kajian Islam
Jamali Sahrodi menyebutkan setidaknya ada tiga jenis atau model yang termasuk pendekatan filsafat modern (kontemporer) yang digunakan dalam studi Islam (Islamic studies) saat ini yaitu : pertama, Pendekatan Hermeneutika, kedua, Pendekatan Teologi-Filosofis, dan ketiga, Pendekatan Tafsir Falsafi.[23]
1.      Pendekatan Hermeneutika
Kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein yang berarti menafsirkan yang berarti interpreter (penafsir).[24] Kata ini sering diasosiasikan dengan nama salah seorang dewa Yunani, Hermes yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi manusia. Hermes adalah utusan para dewa di langit untuk membawa pesan kepada manusia.[25]
Hermeneutika secara terminologis dapat didefinisikan sebagai tiga hal : (1). Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata, menerjemahkan dan bertindak sebagai penafsir. (2). Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca, dan (3). Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.[26]
Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna dalam kata, kalimat dan teks. Hermeneutika juga berfungsi menemukan instruksi dari simbol. [27]
Salah satu kajian penting hermeneutik adalah bagaimana merumuskan relasi yang pas antara nash (text), penulis atau pengarang (author), dan pembaca (reader) dalam dinamika pergumulan penafsiran/pemikiran nash termasuk dalam nash-nash keagamaan dalam Islam. Perlu disadari, semestinya kekuasaan (otoritas) atas nash adalah hanya mutlak menjadi hak Tuhan. Hanya Tuhan sajalah yang (author) yang tahu persis apa yang sebenarnya Dia kehendaki dan maui dalam firman-firman-Nya sebagaimana tertuang dalam nash. Manusia sebagai penafsir (reader), hanya mampu memosisikan dirinya sebagai penafsir atas nash yang diungkapkan Tuhan dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan demikian, penafsiran yang paling relevan dan paling benar mestinya hanyalah keinginan dan kehendak si pengarang, dan bukan terletak di tangan penafsir.[28]
Istilah hermeneutika dalam pengertian teori penafsiran kitab suci ini pertama kali dimunculkan oleh J.C. Dannhauer dalam bukunya Hermeneutica Sacra Siva Methodus Expondarum Sacrarum Litterarum. Istilah hermeneutika dalam hal ini dimaksudkan sebagai kegiatan memahami kitab-kitab suci yang dilakukan para agamawan. Kata hermeneutika dalam pengertian ini muncul pada abad 17-an, meskipun sebenarnya kegiatan penafsiran dan pembicaraan tentang teori-teori penafsiran, baik itu terhadap kitab suci, sastra maupun dalam bidang hukum, sudah berlangsung sejak lama. Dalam agama Yahudi misalnya, tafsir terhadap teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli kitab, yaitu mereka yang membaktikan hidupnya untuk mempelajari dan menafsirkan hukum-hukum agama yang dibawa oleh para Nabi. Berbeda dengan kaum Yahudi, awal tradisi Kristen dengan pengalaman akan Yesus yang dianggap wafat dan bangkit lagi, juga menerapkan tafsir pada teks-teks Perjanjian Lama, dimana tafsir tersebut bisa dikategorikan hermeneutika, karena Perjanjian Lama dipahami secara Kristiani dan hasilnya kemudian disebut Perjanjian Baru.[29]
Meski demikian, menurut Farid Esack, sebagaimana dikutip Fakhruddin Faiz, dalam bukunya Qur`an : Liberation and Pluralism, praktik hermeneutik sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama, khususnya ketika menghadapi al- Qur`an. Bukti dari hal itu adalah :
a.       Problematika Hermeneutik senantiasa dialami dan dikaji, meski tidak ditampilkan secara definitif. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai asbabunnuzul dan nasakh-mansukh.
b.      Perbedaan antara komentar komentar yang aktual terhadap al- Qur`an (tafsir) dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai  munculnya literatur-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir.
c.       Tafsir tradisional itu selalu dimasukkan dalam kategori-kategori, misalnya tafsir Syi’ah, tafsir Mu’tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain sebagainya. Hal itu menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu, ideologi-ideologi tertentu, periode-periode tertentu, maupun horison- horison tertentu dari tafsir.[30]
Dalam dunia pemikiran Islam, adalah Hassan Hanafi yang pertama kali memperkenalkan Hermeneutika dalam bukunya berjudul : “Les Methods d’Exeges, Essai Sur La Science des for dements de la Comprehension. Ilm Ushul al-Fiqh” pada tahun 1965.[31]

2.      Pendekatan Teologi-Filosofis
Kajian keislaman dengan menggunakan pendekatan teologi-filosofis bermula dari kemunculan pemahaman rasional di kalangan mutakallimin (ahli kalam) di kalangan umat Islam yakni Mazhab Mu’tazilah.[32]
Mu’tazilah menyodorkan konsep-konsep teologi (imu kalam) dengan berbasiskan metodologi dan epistemologi disiplin filsafat Yunani yang pada saat itu tengah berpenetrasi dalam perkembangan intelektual dunia Islam (masa pemerintahan Bani Abbas) akibat proyek penterjemahan ilteratur-literatur Yunani yang dilakukan para sarjana muslim pada kurun waktu tersebut. Kehadiran mazhab teologi rasional ini berupaya memberikan jawaban-jawaban dengan pendekatan filosofis atas doktrin-doktrin pokok Tauhid yang pada saat itu tengah menjadi materi-materi perdebatan dalam blantika pemikiran Islam.
Keunggulan  gerakan  Mu’tazilah   merupakan  tahap yang teramat penting dalam sejarah perkembangan intelektual Islam. Meskipun bukan golongan rasionalis murni, namun jelas mereka adalah pelopor yang amat bersungguh-sungguh untuk digiatkannya pemikiran tentang tentang ajaran-ajaran pokok Islam secara lebih sistematis. Sikap mereka yang rasionalistik dimulai dengan titik tolak bahwa akal mempunyai kedudukan yang sama dengan wahyu dalam memahami agama. Sikap ini adalah konsekwensi logis dari dambaan mereka kepada pemikiran sistematis.
Pada era pemikiran Islam kontemporer, kajian Islam dengan pendekatan teologi-filosofis banyak dilakukan oleh beberapa tokoh orientalis (outsider) seperti dilakukan oleh W. Montgomery Watt melalui karyanya, Free Will and Predestination in Early Islam (1948), Islamic Theology and Theology (1960), dan The Formative Period of Islamic Thought (1973).[33]

3.      Pendekatan Tafsir Falsafi
Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Jamali Sahrodi, menjelaskan bahwa tafsir falsafi adalah penafsiran ayat-ayat al- Qur`an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang berusaha untuk mengadakan sintesis dan sinkretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat al- Qur`an maupun yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat al- Qur`an. Timbulnya tafsir jenis ini tidak terlepas dari perkenalan umat Islam dengan filsafat Hellenisme yang kemudian merangsang mereka untuk menggelutinya kemudian menjadikannya sebagai alat untuk menganalisis ajaran-ajaran Islam, khususnya al- Qur`an.[34]
Tafsir falsafi juga diartikan sebagai suatu tafsir yang bercorak filsafat. Dalam menjelaskan makna suatu ayat, mufassir mengutip atau merujuk pendapat para filsuf. Persoalan yang diperbincangkan dalam suatu ayat dimaknai atau didefinisikan berdasarkan pandangan para ahli filsafat. Makna suatu ayat ditakwilkan sehingga sesuai dengan pandangan mereka. [35]38 Ibnu Sina adalah salah satu contoh tokoh yang berkecenderungan tafsir jenis ini ketika menjelaskan ayat-ayat al- Qur`an. Salah satu karyanya dalam bidang ini adalah Al-Isyarat wa at-Tanbihat: Al-Qism Ats-Tsani at-Taii’ah.

D.    Aplikasi Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam[36]
Untuk membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis adalah rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat signifikan. Untuk memperjelas hal ini, penulis akan coba memaparkan contoh kajian keagamaan tentang takdir dengan menggunakan pendekatan ini.
Kata takdir (taqdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi, kadar atau ukuran. Jika dikatakan bahwa Allah telah menakdirkan sesuatu, harus dipahami dalam makna Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap sesuatu itu. Takdir dapat juga diterjemahkan sebagai sistem hukum ketetapan Tuhan untuk alam raya atau singkatnya disebut sebagai hukum alam. Sebagai "hukum alam", maka tidak ada satupun gejala alam yang terlepas dari Dia, termasuk amal perbuatan manusia. Pengertian ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya, Dan Dia ciptakan segala sesuatu, maka dibuat hukum kepastiannya sepasti-pastinya. 
Kesan yang sama juga dapat diperhatikan pada ayat-ayat berikut ini :



Artinya: Dan matahari beredar pada tempat peredarannya. Demikianlah takdir (taqdir) yang telah ditentukan Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Perhatikan juga ayat berikut ini :

Artinya: Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dan DIA menetapkan atasnya qadar (ketetapan) dengan sesempurna-sempttrnanya (faqaddarahti taqdira).
Djohan Effendi setelah menganalisis ayat-ayat yang berbicara tcntang takdir menyatakan bahwa, "takdir ilahi pada hakikatnya adalah hukum ilahi yang berlaku pada seluruh alam semesta ". Dalam hubungan ini Al-Qur'an menyebutkan ungkapan lain, yaitu din Ilahi yang kepada-Nya dunia bahkan manusia menundukkan dirinya tanpa ada kemungkinan berbuat lain. 
Agaknya Djohan membedakan "takdir Ilahi" pada alam (non manusia) dengan takdir yang berlaku pada manusia. Takdir Ilahi yang berlaku pada alam, bersifat pasti dan berbentuk pemaksaan, sedangkan pada manusia tidak demikian. Melihat ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa dalam Al-Qur'an, kata-kata takdir yang digunakan dalam berbagai ayat mengacu pada benda-benda alam (non manusia) yang bermakna kadar, ukuran dan batasan. Matahari beredar pada porosnya, ini adalah ukuran atau kadar untuk matahari sehingga ia tidak dapat keluar dari ukuran tersebut. Api telah ditetapkan ukurannya untuk membakar benda-benda yang kering, inilah batasan atau takdir bagi api. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan tidak bisa sebaliknya. Inilah ukuran dan batasan pada air.
Berkenaan dengan manusia, menurut Djohan, takdir bukanlah belenggu wajib yang menentukan untung atau malangnya seseorang, yang membagi manusia diluar kehendak dirinya, sebagai orang baik atau orang jahat dalam pengertian moral dan agama, melainkan lebih merupakan hukum atau tata aturan Ilahi yang mengikat dan mengatur kehidupan manusia, jasmani dan ruhani, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. 
Sebagai contoh, tidak ada manusia di muka bumi ini yang telah ditetapkan Tuhan menjadi jahat atau baik, sehingga ia tinggal menjalaninya saja tak ubahnya seperti robot. Kalaupun pada akhirnya ia menjadi jahat atau baik, itu merupakan keputusan yang diambilnya sendiri, dan penyebabnya adalah hal-hal yang terdapat di dalam dirinya dan bukan di luar dirinya. Sampai di sini, Djohan menyimpulkan bahwa takdir pada manusia bermakna kebebasan moral, suatu kualitas atau sikap pribadi yang tidak bergantung pada dan ditentukan di luar dirinya. Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa takdir itu bermakna ketentuan, ketetapan, batasan, dan ukuran. Pada alam, ukuran dan ketetapan tersebut bersifat pasti sedangkan pada manusia bermakna hukum-hukum Tuhan yang universal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pendekatan filsafat merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam kajian Islam untuk memahami aspek-aspek ajaran Islam dengan metodologi yang biasa digunakan filsafat atau menelaah dan mengurai nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur`an dan Hadits sehingga diharapkan ajaran-ajaran Islam tersebut dapat diinternalisasikan dan diamalkan secara lebih subtansial dan sarat fungsi, tak kering makna.

Pendekatan filsafat dalam kajian Islam telah dilakukan banyak tokoh sejak masa klasik sampai masa kontemporer dalam berbagai disiplin ilmu. Beberapa model pendekatan filsafat tersebut antara lain : 1). Pendekatan Hermeneutik, 2). Pendekatan Teologi-Filosofis, 3). Pendekatan Tafsir Falsafi, dan 4). Pendekatan Tasawuf Falsafi.

Filsafat, dengan beragam karakteristik dasarnya yang inheren, sendiri berperan mengasah dan mempertajam penalaran kita, dan juga membongkar kejumudan pola pikir yang kita warisi begitu saja yang seakan turun dari langit, taken for granted, pula bagaikan mata kunci yang membuka hijab-hijab formalisme dan irasionalisme untuk menembus dan menangkap substansi persoalan. Idealitas filsafat inilah yang diharapkan juga meruhi upaya-upaya kajian Islam dengan menggunakan pendekatan filsafat agar produk pemikiran yang dilahirkan benar-benar menunjukan universalitas dan ke-rahmat-an Islam bagi umat, bagi manusia, dan bagi alam semesta.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009).
Muzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998).
Heriyanto, Husein, Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung : Mizan, 2011).
E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999).
Faiz, Fakhruddin, Hermeneutika, (Yogyakarta : Qalam, 2007).
Ghazali,Adeng Mukhtar, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung : Pustaka Setia , 2000).
Junaidi, Abdul Basith, Pencarian Makna kebenaran, Perspektif Charles Sanders Pierce dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2009).
Kadar M., Studi Al Qur`an, (Jakarta : Amzah, 2012).
Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam Hermeneutika Al-Qur’an  Mazhab Yogya, (Islamika, 2003).
Nasution, Khoiruddin, Peran Hermeneutika dan Pengelompokan Nash dalam Studi Hukum Islam Integratif-Interkonektif dalam Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008).
Nata,Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004).
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta ; Kalam Mulia, 2009).
Rozak, Abdul, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media Pustakama, 2001)
Sahrodi, Jamali, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008).
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset, 2007).
Internet:
Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban Islam, diakses melalui situs http://asnawiihsan.blogspot.com . pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 09:45 WIB.
Erlan Muliadi. 2011. Pendekatan Filosofis dalam Studi Islam. Diakses melalui : http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/04/pendekatan-filosofis-dalam-studi-islam.html. pada tanggal 17



[1] Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : DitjenPendisKemenag RI, 2012), h. 73
[2]Khoiruddin Nasution, Peran Hermeneutika dan Pengelompokan Nash dalam Studi Hukum Islam Integratif-Interkonektif dalam Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h.18.
[3] M. Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), h. 19-24
[4] Supiana, …, h. 74
[5] Ibid, …,  h.  96
[6] Husein Heriyanto, Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung : Mizan, 2011), h. 355.
[7] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), h. 28
[8] Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung : Pustaka Setia , 2000), h. 27
[9] Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 64
[10] Ibid, h. 64-65
[11] Abdul Rozak, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media Pustakama, 2001), h. 27
[12] Jamali Sahrodi, op.cit, h. 68
[13] Ibid, h. 68
[14] Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), h. 25
[15] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta ; Kalam Mulia, 2009), h. 1
[16] Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset, 2007), h. 20
[17] Abuddin Nata, op.cit, h. 4
[18] Ibid
[19] Ibid, h. 21
[20] Ibid, h. 22-23
[21] Abuddin Nata, op.cit, h. 45
[22] Filsafat Kontemporer merupakan filsafat yang tumbuh dan berkembang  mulai abad ke-20 sampai sekarang
[23] Abdul Basith Junaidi, Pencarian Makna kebenaran, Perspektif Charles Sanders Pierce dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2009), h. 3
[24] Lihat Jamali Sahrodi, op.cit, h. 105-116
[25] E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999), h. 23
[26]  Fakhruddin Faiz, Hermeuneutika, (Yogyakarta : Qalam, 2007), h. 19
[27] Khoiruddin Nasution, op.cit, h. 18-19
[28] Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban Islam, diakses melalui situs http://asnawiihsan.blogspot.com . pada tanggal 16 Desember 2014 Pukul 09:45 WIB.
[30] Ibid, h. 38-39
[31] Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam Hermeneutika Al-Qur’an  Mazhab Yogya, (Islamika, 2003), H. 30
[32] Jamali Sahrodi, op.cit., h. 112
[33] Jamali Sahrodi, Op.cit., h. 113
[34] Ibid., h. 113-114
[35] Kadar, M.Yusuf. Studi Al-Qur’an. (Jakarta: Amzah, 2012) h. 163.
[36] Erlan Muliadi. 2011. Pendekatan Filosofis dalam Studi Islam. Diakses melalui : http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/04/pendekatan-filosofis-dalam-studi-islam.html. pada tanggal 17 Desember 2014 Pukul 18:04 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar