MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN FILOSOFIS ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Islam merupakan sebuah
sistem universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam Islam,
segala hal yang menyangkut kebutuhan manusia, dipenuhi secara lengkap. Semuanya
diarahkan agar manusia mampu menjalani kehidupan yang lebih baik dan manusiawi
sesuai kodrat kemanusiaannya.Sebagai sebuah sistem, Islam memiliki sumber
ajaran yang lengkap, yakni al- Qur`an dan Hadits. Rasulullah menjamin, jika
seluruh manusia memegang teguh al Qur`an dan Hadits dalam kehidupannya, maka ia
tidak akan pernah tersesat selama-lamanya. Al Qur`an dipandang sebagai sumber
ajaran dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama, sedangkan hadits
merupakan sumber kedua setelah al Qur`an.[1]
Dan al Qur`an serta Hadits berisikan nash-nash (teks-teks) yang perlu
dieksplorasi dan dielaborasi lebih lanjut untuk menjadi ajaran-ajaran yang
fungsional dan aplikatif melalui upaya-upaya ilmiah yang lazim disebut studi
Islam (Islamic studies).
Studi Islam kontemporer
meniscayakan pengelompokan nash-nash dalam sumber-sumber ajaran Islam menjadi
dua kategori, yaitu : pertama, nash normatif-universal dan kedua nash
praktis-temporal. Pengelompokan nash ini menjadi salah satu penemuan penting
dalam studi Islam.[2]
Sedangkan M. Atho Muzhar membaginya dalam kategori : pertama, Islam sebagai
wahyu, dan kedua, Islam sebagai produk sejarah.[3]
Dengan istilah lain bahwa Islam dibagi menjadi Islam Ideal dan Islam Aktual.
Islam jenis pertama bukan wilayah yang terbuka untuk dikaji karena sifatnya
yang absolut, sakral dan hakiki, sedangkan Islam jenis kedua merupakan wilayah
terbuka untuk dikaji dan diijtihadi karena merupakan produk pikiran manusia
tentang Islam Ideal. Penentuan kategorisasi tersebut dianggap penting sebagai
titik tolak dari mana studi Islam seharusnya berangkat.
Untuk memahami
sumber-sumber otentik ajaran Islam, maka diperlukan berbagai pendekatan
metodologi pemahaman Islam yang tepat, akurat dan responsible. Dengan demikian
diharapkan Islam sebagai sebuah sistem ajaran yang bersumber pada al Qur`an dan
Hadits dapat difahami secara komprehensif.[4]
Dan beberapa pendekatan yang lazim dipergunakan dalam studi Islam antara lain
pendekatan historis, pendekatan sosiologis,pendekatan hermeneutika dan lain
sebagainya termasuk pendekatan filsafat.
Pendekatan filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan
meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal
dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat
sesuatu). Harun Nasution mengemukakan, sebagaimana dikutip Supiana, bahwa
berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-luasnya dan sebebas-
bebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala
dasar.[5]
Menggunakan filsafat
dalam mengkaji Islam ibarat menjadikan filsafat sebagai pisau analisis untuk
membedah Islam secara mendalam, integral dan komprehensif untuk melahirkan
pemahaman dan pemikiran tentang Islam yang senantiasa shalih fi
kulli zaman
wa
al maka n (relevan pada setiap waktu dan ruang)
karena dengan pendekatan filsafat, sumber-sumber otentik ajaran Islam digali
dengan menggunakan akal, yang menjadi alat tak terpisahkan dalam proses
penggunaan metode ijtihad, tanpa lelah tak kunjung henti.
Dan filsafat berperan
membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari fenomena perkembangan wacana
keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai keterbukaan, pluralitas dan
inklusivitas. Studi filsafat sebagai pilar utama rekonstruksi pemikiran dapat
membongkar formalisme agama dan kekakuan pemahaman agama atau dalam istilah M.
Arkoun sebagai taqd̂is al afkar dii
niyyah sebagai salah satu sumber ekslusivisme agama dan kejumudan umat.
Salah satu problem krusial pemikiran dan pemahaman keagamaan sekarang ini,
misalnya, adalah perumusan pemahaman agama yang dapat mengintegrasikan secara
utuh visi Ilahi dan visi manusiawi tanpa dikotomi sedikitpun.[6]
Mengacu pada kerangka pikir
di atas, dalam makalah ini penulis mencoba menjelaskan gambaran umum,
pengertian, signifikansi, pola dan model serta contoh butir-butir kajian Islam
melalui pendekatan filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beberapa
Pengertian Istilah
1.
Pendekatan
Pendekatan (approach)
adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu.[7]
Pendekatan juga berarti suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk
menemukan kebenaran ilmiah.[8]
Atau juga mengandung pengertian suatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan
kajian sebuah studi atau penelitian.[9]
Pendekatan dalam aplikasinya lebih mendekati
disiplin ilmu karena tujuan utama pendekatan ini untuk mengetahui sebuah kajian
dan langkah-langkah metodologis yang dipakai dalam pengkajian atau penelitian
itu sendiri.[10]
2.
Metodologi
Secara etimologis, kata metodologi diderivasi dari
kata method yang berarti cara,
dan logy
atau logos yang berarti teori atau
ilmu. Jadi kata metodologi mempunyai arti suatu ilmu atau teori yang membicarakan cara.[11]
Metodologi juga berarti pengetahuan tentang metode atau cara-cara yang berlaku
dalam kajian atau penelitian.[12]
Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan yang
benar?.Untuk memperoleh pengetahuan itu, kita harus mengetahui metode yang
tepat untuk memperolehnya. Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan dapat
ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang dikajinya. Oleh karena itu, dalam
menentukan disiplin ilmu, kita harus menentukan metode yang relevan dengan
disiplin itu.[13]
Dalam setiap kajian atau penelitian ilmiah
metodologi mutlak harus digunakan sebagai piranti lunak untuk menemukan
kebenaran-kebenaran yang bersifat ilmiah. Tanpa metodologi sebuah kajian akan
kehilangan arah dan berakhir tanpa kesimpulan yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan.
3.
Studi Islam
Yang dimaksud Studi Islam (kajian Islam) menurut
Rosihon Anwar, adalah usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan
agama Islam. Dengan perkataan lain, usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui
dan memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktek-praktek
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[14]
Pengertian Studi Islam di atas memberikan pemahaman
bahwa bidang garapan atau aspek kajian yang menjadi objek studi Islam sangatlah
luas karena hampir mencakup semua aspek dan karakteristik ajaran Islam.
Disamping itu pula studi Islam terus menerus mengalami perkembangan dan
dinamika seiring dengan realitas kehidupan umat Islam yang terus dinamis.
Barangkali inilah salah satu disiplin ilmu tentang Islam yang mengalami
perkembangan dan kemajuan yang melaju sangat cepat seiring dengan akselerasi
kebudayaan dan peradaban umat Islam sendiri.
4.
Filosofis/Filsafat
Menurut Harun Nasution, sebagaimana dikutip
Ramayulis, Perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua
kata, yaitu : (1) philein, dan (2) sophos. Philein berarti cinta dan sophos
berarti hikmah (wisdom).Perkataan philosophio merupakan perkataan bahasa Yunani
yang dipindahkan oleh orang-orang arab da disesuaika de ga ta i at susu a
kata-kata orang arab, yaitu falsafah pola : fa lala dan fi la yang kemudian
menjadi kata kerja falsafa dan filsaf. Adapun sebutan filsafat yang diucapkan
dalam bahasa Indonesia kemungkinan besar merupakan gabungan kata arab falsafah
dan bahasa Inggris philosophi yang kemudian menjadi filsafat.[15]
Menurut pengertian umum, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang
hakikat menanyakan apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala segala
sesuatu. Dengan cara ini
maka jawaban yang akan diberikan berupa kebenaraan yang hakiki. Ini sesuai
dengan arti filsafat menurut kata-katanya.[16]
Sedangkan definisi filsafat menurut Sidi Gazalba,
sebagaimana dikutip Abuddin Nata, adalah berpikir secara mendalam, sistematik,
radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.[17]
Pendapat Sidi Gazalba di atas memperlihatkan adanya
3 ciri pokok dalam filsafat. Pertama, adanya unsur berfikir yang dalam hal ini
menggunakan akal. Dengan demikian filsafat adalah kegiatan berfikir. Kedua,
adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan berfikir tersebut,
yaitu mencari hakikat atau inti mengenai segala sesuatu. Ketiga, adanya unsur
ciri yang terdapat dalam berpikir tersebut, yaitu mendalam. Dengan ciri ini
filsafat bukan hanya sekedar berfikir, melainkan berfikir sungguh-sungguh,
serius, dan tidak berhenti sebelum yang difikirkan itu dapat dipecahkan. Ciri
lainnya adalah sistematik. Dalam hubungan ini filsafat menggunakan
aturan-aturan tertentu yang secara khusus dijelaskan dalam ilmu mantiq (logika).
Selanjutnya ciri berfikir tersebut adalah radikal, yakni menukik sampai kepada
inti atau akar permasalahan, atau sampai ujung batas yang sesudahnya tidak ada
lagi objek serta ruang gerak yang difikirkan, karena memang sudah habis
digarapnya. Selain itu filsafat bersifat universal, dalam arti fikiran tersebut
tidak dikhususkan untuk suatu kelompok atau teritorial tertentu. Dengan kata
lain, fikiran tersebut menembus batas-batas etnis, geografis, kultural dan
sebagainya.[18]
Deskripsi lain tentang ciri-ciri berpikir filsafat
adalah bahwa berpikir filsafat mengandung beberapa ciri, yaitu : deskriptif,
kritis atau analitis, evaluatif atau normatif, spekulatif, sistematis,
mendalam, mendasar dan menyeluruh.[19]
5. Pendekatan Filosofis
Dari pemaparan di atas
penulis mencoba untuk merumuskan pengertian dari pendekatan filosofis. Menurut
penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan
untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di
balik objek formanya Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar
yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak.
B.
Pola
Pendekatan Filsafat Dalam Kajian Islam
Menggunakan
pendekatan filsafat dalam kajian Islam dapat dideskripsikan dalam dua pola : Pertama, upaya ilmiah yang dilakukan
secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam
seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran,
sejarah maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari, sepanjang sejarahnya dengan menggunakan paradigma dan metodologi
disiplin filsafat. Kedua, upaya
ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui dan memahami serta
membahas nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin
ajaran Islam yang bersumber pada al- Qur`an dan Hadits yang selanjutnya
terejawantah dalam praktek-praktek keagamaan.
Untuk
menjelaskan pola yang pertama, ada baiknya jika dijelaskan terlebih dahulu
metode yang dapat ditempuh dalam kajian Islam melalui pendekatan filsafat.
Sebagai suatu metode, pengembangan suatu ilmu, dalam hal ini kajian Islam,
memerlukan empat hal sebagai berikut :[20]
Pertama,
bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan didiplin ilmu. Dalam hal ini
dapat berupa bahan tertulis yaitu , al- Qur`an dan hadits serta pendapat para
ulama atau filosof. Dan bahan yang diambil dari pengalaman empirik dalam
praktek keberagamaan.
Kedua,
metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat
dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing
prosedurnya telah diatur sedemikian rupa.
Ketiga,
metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode
analitis-sintetis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis
terhadap sasaran pemikiran secara induktif, deduktif, dan analisa ilmiah.
Keempat,
pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula
dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan
ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori
keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula.
Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam
analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang digunakan untuk menjelaskan
suatu fenomena. Hal ini selanjutnya erat hubungannya dengan disiplin keilmuan. Sedangkan
dalam pola kedua, pendekatan filsafat dilakukan untuk mengurai nilai-nilai
filosofis atau hikmah yang terkandung dalam doktrin-doktrin ajaran Islam yang
terdapat dalam al- Qur’an dan Hadits. Seperti hikmah dalam penerapan syariat
Islam atau hikmah dalam perintah tentang shalat, puasa, haji, dan sebagainya.
Pola pendekatan
tersebut diharapkan agar seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama
yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi
tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari
pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji,
sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka
tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun
demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin
yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang
bersifat eksoterik.[21]
Jamali Sahrodi menyebutkan setidaknya ada tiga jenis
atau model yang termasuk pendekatan filsafat modern (kontemporer) yang
digunakan dalam studi Islam (Islamic
studies) saat ini yaitu : pertama, Pendekatan Hermeneutika, kedua,
Pendekatan Teologi-Filosofis, dan ketiga, Pendekatan Tafsir Falsafi.[23]
1. Pendekatan Hermeneutika
Kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani,
hermeneuein yang berarti menafsirkan yang berarti interpreter (penafsir).[24]
Kata ini sering diasosiasikan dengan nama salah seorang dewa Yunani, Hermes
yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi manusia. Hermes adalah utusan para
dewa di langit untuk membawa pesan kepada manusia.[25]
Hermeneutika secara terminologis dapat didefinisikan
sebagai tiga hal : (1). Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata,
menerjemahkan dan bertindak sebagai penafsir. (2). Usaha mengalihkan dari suatu
bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa
dimengerti oleh si pembaca, dan (3). Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang
jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.[26]
Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna
dalam kata, kalimat dan teks. Hermeneutika juga berfungsi menemukan instruksi
dari simbol. [27]
Salah satu kajian penting hermeneutik adalah
bagaimana merumuskan relasi yang pas antara nash (text), penulis atau pengarang (author),
dan pembaca (reader) dalam dinamika
pergumulan penafsiran/pemikiran nash termasuk dalam nash-nash keagamaan dalam
Islam. Perlu disadari, semestinya kekuasaan (otoritas) atas nash adalah hanya mutlak menjadi hak Tuhan. Hanya
Tuhan sajalah yang (author) yang tahu
persis apa yang sebenarnya Dia kehendaki dan maui dalam firman-firman-Nya
sebagaimana tertuang dalam nash. Manusia sebagai penafsir (reader), hanya mampu memosisikan dirinya sebagai penafsir atas nash
yang diungkapkan Tuhan dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan
demikian, penafsiran yang paling relevan dan paling benar mestinya hanyalah
keinginan dan kehendak si pengarang, dan bukan terletak di tangan penafsir.[28]
Istilah hermeneutika dalam pengertian teori
penafsiran kitab suci ini pertama kali dimunculkan oleh J.C. Dannhauer dalam
bukunya Hermeneutica Sacra Siva Methodus Expondarum Sacrarum Litterarum.
Istilah hermeneutika dalam hal ini dimaksudkan sebagai kegiatan memahami
kitab-kitab suci yang dilakukan para agamawan. Kata hermeneutika dalam pengertian
ini muncul pada abad 17-an, meskipun sebenarnya kegiatan penafsiran dan
pembicaraan tentang teori-teori penafsiran, baik itu terhadap kitab suci,
sastra maupun dalam bidang hukum, sudah berlangsung sejak lama. Dalam agama
Yahudi misalnya, tafsir terhadap teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli
kitab, yaitu mereka yang membaktikan hidupnya untuk mempelajari dan menafsirkan
hukum-hukum agama yang dibawa oleh para Nabi. Berbeda dengan kaum Yahudi, awal
tradisi Kristen dengan pengalaman akan Yesus yang dianggap wafat dan bangkit
lagi, juga menerapkan tafsir pada teks-teks Perjanjian Lama, dimana tafsir
tersebut bisa dikategorikan hermeneutika, karena Perjanjian Lama dipahami
secara Kristiani dan hasilnya kemudian disebut Perjanjian Baru.[29]
Meski demikian, menurut Farid Esack, sebagaimana
dikutip Fakhruddin Faiz, dalam bukunya Qur`an : Liberation and Pluralism, praktik hermeneutik sebenarnya telah
dilakukan oleh umat Islam sejak lama, khususnya ketika menghadapi al- Qur`an.
Bukti dari hal itu adalah :
a. Problematika
Hermeneutik senantiasa dialami dan dikaji, meski tidak ditampilkan secara
definitif. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai asbabunnuzul dan
nasakh-mansukh.
b. Perbedaan
antara komentar komentar yang aktual terhadap al- Qur`an (tafsir) dengan
aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai munculnya literatur-literatur tafsir yang
disusun dalam bentuk ilmu tafsir.
c. Tafsir
tradisional itu selalu dimasukkan dalam kategori-kategori, misalnya tafsir Syi’ah,
tafsir Mu’tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain sebagainya. Hal itu
menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu, ideologi-ideologi tertentu,
periode-periode tertentu, maupun horison- horison tertentu dari tafsir.[30]
Dalam dunia pemikiran Islam, adalah Hassan Hanafi
yang pertama kali memperkenalkan Hermeneutika dalam bukunya berjudul : “Les Methods d’Exeges, Essai Sur La Science
des for dements de la Comprehension. Ilm Ushul al-Fiqh” pada tahun 1965.[31]
2. Pendekatan Teologi-Filosofis
Kajian keislaman dengan menggunakan pendekatan
teologi-filosofis bermula dari kemunculan pemahaman rasional di kalangan
mutakallimin (ahli kalam) di kalangan umat Islam yakni Mazhab Mu’tazilah.[32]
Mu’tazilah menyodorkan konsep-konsep teologi (imu
kalam) dengan berbasiskan metodologi dan epistemologi disiplin filsafat Yunani
yang pada saat itu tengah berpenetrasi dalam perkembangan intelektual dunia
Islam (masa pemerintahan Bani Abbas) akibat proyek penterjemahan
ilteratur-literatur Yunani yang dilakukan para sarjana muslim pada kurun waktu
tersebut. Kehadiran mazhab teologi rasional ini berupaya memberikan
jawaban-jawaban dengan pendekatan filosofis atas doktrin-doktrin pokok Tauhid
yang pada saat itu tengah menjadi materi-materi perdebatan dalam blantika
pemikiran Islam.
Keunggulan
gerakan Mu’tazilah merupakan
tahap yang teramat penting dalam sejarah perkembangan intelektual Islam.
Meskipun bukan golongan rasionalis murni, namun jelas mereka adalah pelopor
yang amat bersungguh-sungguh untuk digiatkannya pemikiran tentang tentang
ajaran-ajaran pokok Islam secara lebih sistematis. Sikap mereka yang
rasionalistik dimulai dengan titik tolak bahwa akal mempunyai kedudukan yang
sama dengan wahyu dalam memahami agama. Sikap ini adalah konsekwensi logis dari
dambaan mereka kepada pemikiran sistematis.
Pada era pemikiran Islam kontemporer, kajian Islam
dengan pendekatan teologi-filosofis banyak dilakukan oleh beberapa tokoh
orientalis (outsider) seperti dilakukan oleh W. Montgomery Watt melalui
karyanya, Free Will and Predestination in
Early Islam (1948), Islamic Theology
and Theology (1960), dan The
Formative Period of Islamic Thought (1973).[33]
3.
Pendekatan
Tafsir Falsafi
Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Jamali Sahrodi,
menjelaskan bahwa tafsir falsafi adalah penafsiran ayat-ayat al- Qur`an
berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang berusaha untuk
mengadakan sintesis dan sinkretisasi antara teori-teori filsafat dengan
ayat-ayat al- Qur`an maupun yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang
dianggap bertentangan dengan ayat-ayat al- Qur`an. Timbulnya tafsir jenis ini
tidak terlepas dari perkenalan umat Islam dengan filsafat Hellenisme yang
kemudian merangsang mereka untuk menggelutinya kemudian menjadikannya sebagai
alat untuk menganalisis ajaran-ajaran Islam, khususnya al- Qur`an.[34]
Tafsir falsafi juga diartikan sebagai suatu tafsir
yang bercorak filsafat. Dalam menjelaskan makna suatu ayat, mufassir mengutip
atau merujuk pendapat para filsuf. Persoalan yang diperbincangkan dalam suatu
ayat dimaknai atau didefinisikan berdasarkan pandangan para ahli filsafat.
Makna suatu ayat ditakwilkan sehingga sesuai dengan pandangan mereka. [35]38
Ibnu Sina adalah salah satu contoh tokoh yang berkecenderungan tafsir jenis ini
ketika menjelaskan ayat-ayat al- Qur`an. Salah satu karyanya dalam bidang ini
adalah Al-Isyarat wa at-Tanbihat: Al-Qism
Ats-Tsani at-Taii’ah.
Untuk membawa
pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari
pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan
universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis adalah rasio, maka
untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat
signifikan. Untuk memperjelas hal ini, penulis akan coba memaparkan contoh
kajian keagamaan tentang takdir dengan menggunakan pendekatan ini.
Kata takdir (taqdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi, kadar atau ukuran. Jika dikatakan bahwa Allah telah menakdirkan sesuatu, harus dipahami dalam makna Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap sesuatu itu. Takdir dapat juga diterjemahkan sebagai sistem hukum ketetapan Tuhan untuk alam raya atau singkatnya disebut sebagai hukum alam. Sebagai "hukum alam", maka tidak ada satupun gejala alam yang terlepas dari Dia, termasuk amal perbuatan manusia. Pengertian ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya, Dan Dia ciptakan segala sesuatu, maka dibuat hukum kepastiannya sepasti-pastinya.
Kata takdir (taqdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi, kadar atau ukuran. Jika dikatakan bahwa Allah telah menakdirkan sesuatu, harus dipahami dalam makna Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap sesuatu itu. Takdir dapat juga diterjemahkan sebagai sistem hukum ketetapan Tuhan untuk alam raya atau singkatnya disebut sebagai hukum alam. Sebagai "hukum alam", maka tidak ada satupun gejala alam yang terlepas dari Dia, termasuk amal perbuatan manusia. Pengertian ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya, Dan Dia ciptakan segala sesuatu, maka dibuat hukum kepastiannya sepasti-pastinya.
Kesan yang sama juga
dapat diperhatikan pada ayat-ayat berikut ini :
Artinya: Dan matahari beredar pada tempat
peredarannya. Demikianlah takdir (taqdir) yang telah ditentukan Allah SWT Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Perhatikan juga ayat
berikut ini :
Artinya: Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dan DIA menetapkan atasnya qadar (ketetapan) dengan sesempurna-sempttrnanya (faqaddarahti taqdira).
Djohan Effendi setelah
menganalisis ayat-ayat yang berbicara tcntang takdir menyatakan bahwa,
"takdir ilahi pada hakikatnya adalah hukum ilahi yang berlaku pada seluruh
alam semesta ". Dalam hubungan ini Al-Qur'an menyebutkan ungkapan lain,
yaitu din Ilahi yang kepada-Nya dunia bahkan manusia menundukkan dirinya tanpa
ada kemungkinan berbuat lain.
Agaknya Djohan
membedakan "takdir Ilahi" pada alam (non manusia) dengan takdir yang
berlaku pada manusia. Takdir Ilahi yang berlaku pada alam, bersifat pasti dan
berbentuk pemaksaan, sedangkan pada manusia tidak demikian. Melihat ayat-ayat
di atas, jelaslah bahwa dalam Al-Qur'an, kata-kata takdir yang digunakan dalam
berbagai ayat mengacu pada benda-benda alam (non manusia) yang bermakna kadar,
ukuran dan batasan. Matahari beredar pada porosnya, ini adalah ukuran atau
kadar untuk matahari sehingga ia tidak dapat keluar dari ukuran tersebut. Api
telah ditetapkan ukurannya untuk membakar benda-benda yang kering, inilah
batasan atau takdir bagi api. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah dan tidak bisa sebaliknya. Inilah ukuran dan batasan pada air.
Berkenaan dengan
manusia, menurut Djohan, takdir bukanlah belenggu wajib yang menentukan untung
atau malangnya seseorang, yang membagi manusia diluar kehendak dirinya, sebagai
orang baik atau orang jahat dalam pengertian moral dan agama, melainkan lebih merupakan
hukum atau tata aturan Ilahi yang mengikat dan mengatur kehidupan manusia,
jasmani dan ruhani, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
Sebagai contoh, tidak
ada manusia di muka bumi ini yang telah ditetapkan Tuhan menjadi jahat atau baik,
sehingga ia tinggal menjalaninya saja tak ubahnya seperti robot. Kalaupun pada
akhirnya ia menjadi jahat atau baik, itu merupakan keputusan yang diambilnya
sendiri, dan penyebabnya adalah hal-hal yang terdapat di dalam dirinya dan
bukan di luar dirinya. Sampai di sini, Djohan menyimpulkan bahwa takdir pada
manusia bermakna kebebasan moral, suatu kualitas atau sikap pribadi yang tidak
bergantung pada dan ditentukan di luar dirinya. Dengan penjelasan di atas,
jelaslah bahwa takdir itu bermakna ketentuan, ketetapan, batasan, dan ukuran.
Pada alam, ukuran dan ketetapan tersebut bersifat pasti sedangkan pada manusia
bermakna hukum-hukum Tuhan yang universal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan filsafat merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan dalam kajian Islam untuk memahami aspek-aspek ajaran
Islam dengan metodologi yang biasa digunakan filsafat atau menelaah dan
mengurai nilai-nilai filosofis (hikmah) yang terkandung dalam doktrin-doktrin
ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur`an dan Hadits sehingga diharapkan
ajaran-ajaran Islam tersebut dapat diinternalisasikan dan diamalkan secara
lebih subtansial dan sarat fungsi, tak kering makna.
Pendekatan filsafat dalam kajian Islam telah
dilakukan banyak tokoh sejak masa klasik sampai masa kontemporer dalam berbagai
disiplin ilmu. Beberapa model pendekatan filsafat tersebut antara lain : 1).
Pendekatan Hermeneutik, 2). Pendekatan Teologi-Filosofis, 3). Pendekatan Tafsir
Falsafi, dan 4). Pendekatan Tasawuf Falsafi.
Filsafat, dengan beragam karakteristik
dasarnya yang inheren, sendiri berperan mengasah dan mempertajam penalaran
kita, dan juga membongkar kejumudan pola pikir yang kita warisi begitu saja
yang seakan turun dari langit, taken for granted, pula bagaikan mata kunci yang
membuka hijab-hijab formalisme dan irasionalisme untuk menembus dan menangkap
substansi persoalan. Idealitas filsafat inilah yang diharapkan juga meruhi
upaya-upaya kajian Islam dengan menggunakan pendekatan filsafat agar produk
pemikiran yang dilahirkan benar-benar menunjukan universalitas dan ke-rahmat-an
Islam bagi umat, bagi manusia, dan bagi alam semesta.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Pengantar Studi Islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2009).
Muzhar, M. Atho,
Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998).
Heriyanto,
Husein, Nalar Saintifik Peradaban Islam,
(Bandung : Mizan, 2011).
E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat,
(Yogyakarta : Kanisius, 1999).
Faiz,
Fakhruddin, Hermeneutika, (Yogyakarta
: Qalam, 2007).
Ghazali,Adeng
Mukhtar, Ilmu Perbandingan Agama,
(Bandung : Pustaka Setia , 2000).
Junaidi, Abdul
Basith, Pencarian Makna kebenaran,
Perspektif Charles Sanders Pierce dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan
Kontemporer, (Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2009).
Kadar M., Studi Al Qur`an, (Jakarta : Amzah,
2012).
Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam
Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya,
(Islamika, 2003).
Nasution, Khoiruddin,
Peran Hermeneutika dan Pengelompokan Nash
dalam Studi Hukum Islam Integratif-Interkonektif dalam Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008).
Nata,Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2004).
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta ; Kalam Mulia, 2009).
Rozak, Abdul, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi
Islam, (Bandung : Gema Media Pustakama, 2001)
Sahrodi, Jamali,
Metodologi Studi Islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008).
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,
(Yogyakarta : Andi Offset, 2007).
Internet:
Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban
Islam, diakses melalui situs http://asnawiihsan.blogspot.com . pada tanggal
16 Desember 2014 Pukul 09:45 WIB.
Erlan Muliadi. 2011. Pendekatan Filosofis dalam Studi Islam. Diakses melalui : http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/04/pendekatan-filosofis-dalam-studi-islam.html.
pada tanggal 17
[1] Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta :
DitjenPendisKemenag RI, 2012), h. 73
[2]Khoiruddin
Nasution, Peran Hermeneutika dan
Pengelompokan Nash dalam Studi Hukum Islam Integratif-Interkonektif dalam
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008),
h.18.
[3] M. Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), h. 19-24
[4] Supiana, …, h. 74
[5] Ibid, …, h. 96
[6] Husein
Heriyanto, Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung : Mizan, 2011), h. 355.
[7] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 28
[8] Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung :
Pustaka Setia , 2000), h. 27
[9] Jamali Sahrodi,
Metodologi Studi Islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008), h. 64
[10] Ibid, h. 64-65
[11] Abdul Rozak,
Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media Pustakama,
2001), h. 27
[12] Jamali Sahrodi,
op.cit, h. 68
[13] Ibid, h. 68
[14] Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2009), h. 25
[15] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta ; Kalam Mulia, 2009), h. 1
[16] Soetriono dan
SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan
Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset, 2007), h. 20
[17] Abuddin Nata, op.cit, h. 4
[18] Ibid
[19] Ibid, h. 21
[20] Ibid, h. 22-23
[22] Filsafat Kontemporer merupakan
filsafat yang tumbuh dan berkembang
mulai abad ke-20 sampai sekarang
[23] Abdul Basith
Junaidi, Pencarian Makna kebenaran,
Perspektif Charles Sanders Pierce dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan
Kontemporer, (Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2009), h. 3
[24] Lihat Jamali
Sahrodi, op.cit, h. 105-116
[25] E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat,
(Yogyakarta : Kanisius, 1999), h. 23
[26]
Fakhruddin Faiz, Hermeuneutika,
(Yogyakarta : Qalam, 2007), h. 19
[27] Khoiruddin Nasution, op.cit, h. 18-19
[28] Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban
Islam, diakses melalui situs http://asnawiihsan.blogspot.com . pada tanggal
16 Desember 2014 Pukul 09:45 WIB.
[30] Ibid, h. 38-39
[31] Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya, (Islamika, 2003), H. 30
[32] Jamali Sahrodi, op.cit., h. 112
[33] Jamali Sahrodi, Op.cit., h. 113
[34] Ibid., h. 113-114
[35] Kadar, M.Yusuf. Studi Al-Qur’an. (Jakarta: Amzah, 2012)
h. 163.
[36] Erlan Muliadi. 2011. Pendekatan Filosofis dalam Studi Islam.
Diakses melalui : http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/04/pendekatan-filosofis-dalam-studi-islam.html.
pada tanggal 17 Desember 2014 Pukul 18:04 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar