Sabtu, 18 April 2015

MAKALAH PASCA : TINGKAH LAKU AGAMA YANG MENYIMPANG

BABI
PENDAHULUAN
Tingkah laku keagamaan merupakan perwujudan dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut persoalan bathin seseorang, karenanya persoalan tingkah laku keagamaan pun tak dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya.
Tingkah laku keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara unsur kognisi (pengetahuan), afeksi (penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang, karenanya ia berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang.
Tingkah laku keagamaan sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan berupa fithrah beragama; dimana manusia punya naluri untuk hidup beragama, dan faktor luar diri individu, berupa bimbingan dan pengembangan hidup beragama dari lingkungannya.
Kedua faktor tersebut berefek pada lahirnya pengaruh psikologis pada manusia berupa rasa takut, rasa ketergantungan, rasa bersalah, dan sebagainya yang menyebabkan lahirnya keyakinan pada manusia. Selanjutnya dari keyakinan tersebut, lahirlah pola tingkah laku untuk taat pada norma dan pranata keagamaan dan bahkan menciptakan norma dan pranata keagamaan tertentu.
Dalam kehidupan di masyarakat, sering ditemui perilaku/ tingkah laku keagamaan yang menyimpang, maka dalam makalah ini dengan kajian psikologis, akan dibahas tentang hal tersebut, berikut dengan penyebabnya, bentuk-bentuk penyimpangan keagamaan serta beberapa solusi alternatif, yang diharapkan dari sini dapat digali berbagai alternatif lain yang dimungkinkan untuk menghindari penyimpangan tingkah laku keagamaan tersebut n tentaunya juga semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembentukan dan Penyimpangan Tingkah laku Keagamaan
Dr. Mar’at mengemukakan ada 13 pengertian tingkah laku, yang dirangkum menjadi 4 rumusan berikut :
1.      Pertama tingkah laku merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan (di rumah, sekolah, dll) dan senantiasa berhubungan dengan obyek seperti manusia, wawasan, peristiwa atau pun ide, sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek. Kedua, Bagian yang dominan dari tingkah laku adalah perasaan dan afektif seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu, dengan memiliki kadar intensitas yang tidak tentu sama terhadap obyek tertentu, tergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi berbeda belum tentu cocok. Ketiga, tingkah laku dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu, karena ia merupakan bagian dari konteks persepsi atau pun kognisi individu. Keempat tingkah laku merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan, karenanya tingkah laku merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai.[1]
Dari rumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkah laku merupakan predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Dengan demikian tingkah laku merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara komplek.[2] Komponen kognisi akan menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap obyek. Komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap obyek.[3]
Faktor penentu tingkah laku, baik tingkah laku positif atau pun tingkah laku negatif, adalah motif, yang berdasarkan kajian psikologis dihasilkan oleh penilaian dan reaksi afektif yang terkandung dari sebuah tingkah laku. Motif menentukan tingkah laku nyata (overt behavior) sedangkan reaksi afektif bersifat tertutup (covert behavior).[4]
Dengan demikian, tingkah laku yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap sesuatu obyek. Dengan demikian tingkah laku terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan pengaruh bawaan (factor intern) seseorang, serta tergantung kepada obyek tertentu.[5] Karena Tingkah laku dipandang sebagai perangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu.[6]
Pemberian dasar jiwa keagamaan pada anak, tidaklah dapat dilepaskan dari peran orang tua sebagai pendidik di lingkungan rumah tangga. Pengenalan agama sejak usia dini, akan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan kesadaran dan pengalaman beragama pada anak tersebut. Karenanya adalah sangat tepat, Rasul SAW menempatkan orang tua sebagai penentu bagi pembentukan tingkah laku dan pola tingkah laku keagamaan seorang anak, sebagaimana sabdanya : “setiap anak dilahirkan atas fithrah, dan tanggung jawab kedua orang tuannyalah untuk menjadikan anak itu nashrani, Yahudi atau Majusi.[7] Dimana fithrah yang dapat diartikan sebagai potensi untuk bertauhid (dapat disebut sebagai jiwa keagamaan), merupakan potensi physikis pada manusia, yang diakui adanya oleh para ahli psikologi transpersonal. Aliran psikologi ini juga mencoba melakukan kajian ilmiah terhadap demensi yang selama ini merupakan kajian dari kaum kebathinan, rohaniawan, agamawan dan mistikus.[8] Jadi, keluarga sebagai lingkungan yang pertama ditemui anak, sangat berperan dalam pembentukan pola perilaku/ tingkah laku anak. Adanya perbedaan individu, pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan situasi lingkungan yang dihadapi oleh masing-masing.[9]
Karena itu, pembinaan dan pengembangan fithrah sebagai potensi psikis manusia, untuk melahirkan tingkah laku dan pola tingkah laku keagamaan, dapat dibentuk dengan mengkondisikan lingkungan sesuai dengan ketentuan norma-norma agama. Dan norma-norma tersebut akhirnya terintegrasi dalam kepribadian individu yang bersangkutan.
Walau norma-norma agama telah menjadi bagian dari kepribadian seseorang, pada kenyataannya sering ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan, yang disebabkan oleh tingkah laku yang bersangkutan (baik perseorangan atau kelompok) terhadap keyakinan agamanya mengalami perubahan.
Penyimpangan tingkah laku keagamaan dapat menimbulkan tindakan yang negatif, apalagi penyimpangan itu dalam bentuk kelompok. Memang, penyimpangan dalam bentuk kelompok ini, sering diawali oleh penyimpangan individual, tapi individual tersebut mempunyai pengaruh besar. Seseorang yang mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan dan keyakinan orang lain, sebagai bagian dari tingkat pikir transenden.[10] Akan sangat berpengaruh terhadap penyimpangan kelompok.
Tingkah laku keagamaan sangat erat hubungannya dengan keyakinan/ kepercayaan. Dan keyakinan merupakan hal yang abstrak dan susah dibuktikan secara empirik, karenanya pengaruh yang ditimbulkannya pun lebih bersifat pengaruh psikologis. Keyakinan itu sendiri merupakan suatu tingkat fikir yang dalam proses berfikir manusia telah menggunakan kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurna proses dan pencapaian kebenaran dan kenyataan yang terdapat di luar jangkauan fikir manusia.[11] Karenanya penyimpangan tingkah laku keagamaan cenderung di dasarkan pada motif yang bersifat emosional yang lebih kuat dan menonjol ketimbang aspek rasional.
Penyimpangan tingkah laku keagamaan, ditentukan oleh terjadinya penyimpangan pada tingkat fikir seseorang ( tingkat fikir materialistik dan tingkat fikir transendental relegius ), sehingga akan mendatangkan kepercayaan/ keyakinan baru kepada yang bersangkutan (baik indivual maupun kelompok). Jika keyakinan itu bertentangan atau tidak sejalan dengan keyakinan ajaran agama tertentu, maka akan terjadi tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
Penyimpangan tingkah laku keagamaan ini, disamping menimbulkan masalah pada agama tersebut, juga sering mendatangkan gejolak dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat.

B.     Penyebab Terjadinya Penyimpangan tingkah laku Keagamaan
Perubahan tingkah laku keagamaan adalah awal proses terjadinya penyimpangan tingkah laku keagamaan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan tingkah laku diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka tingkah laku dapat diubah walaupun sulit.[12] Karenanya perubahan tingkah laku, dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1.     adanya kemampuan lingkungan merekayasa obyek, sehingga menarik perhatian, memberi pengertian dan akhirnya dapat diterima dan dijadikan sebagai sebuah tingkah laku baru.
2.     terjadinya konversi agama, yakni apabila seseorang menyadari apa yang dilakukannya sebelumnya adalah keliru, maka ia tentu akan mempertimbangkan untuk tetap konsisten dengan tingkah lakunya yang ia sadari keliru. Dan ini memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku yang menyimpang dari tingkah laku keagamaan sebelumnya yang ia yakini sebagai suatu kekeliruan tadi.
3.     penyimpangan tingkah laku keagamaan dapat juga disebabkan karena pengaruh status sosial, dimana mereka yang merubah tingkah laku keagamaan ke arah penyimpangan dari nilai dan norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada status sosialnya.
4.     penyimpangan tingkah laku keagamaan dari sebelumnya, yaitu jika terlihat tingkah laku yang menyimpang dilakukan seseorang (utamanya mereka yang punya pengaruh besar), ternyata dirasakan punya pengaruh sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat, maka akan dimungkinkan terjadinya integritas sosial untuk menampilkan tingkah laku yang sama, walau pun disadari itu merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tingkah laku sebelumnya.

C.    Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Keagamaan Yang Menyimpang[13]
1.      Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal . Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini menggunakan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya dalam pengobatan.
Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap kekuatan gaib. Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tentunya tidak memiliki batas dan indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emosional dan cenderung berada di luar jangkauan nalar. Hal inilah yang menjadikan perilaku dari seseorang menyimpang dari aturan-aturan yang telah berlaku khususnya norma keagamaan. Agama dijadikan alat untuk memanipulasi manusia supaya percaya dengan apa yang dilakukannya. Penyimpangan tingkah laku keagamaan yang dilakukan aliran klenik ini  menurut Robert H. Thouless dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi sugesti. 

2.      Konversi Agama
Konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada.

3.      Konflik Agama
Konflik agama sebagai bentuk perilaku keagamaan yang menyimpang, dapat terjadi karena adanya “pemasungan” nilai-nilai ajaran agama itu sendiri. Maksudnya, para penganut agama seakan “memaksakan” nilai-nilai ajaran agama sebagai “label” untuk membenarkan tindakan yang dilakukannya. Padahal, apa yang ia atau mereka lakukan sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama itu sendiri. Penyimpangan seperti itu antara lain oleh adanya sebab dan pengaruh yang melata rbelakanginya, yakni seperti : Pengetahuan Agama yang Dangkal, fanatisme, menganggap agama sebagai doktrin., simbol-simbol, tokoh agama, sejarah an berebut syurga.[14]

4.      Terorisme dan Agama
Terorisme berasal dari. Kata teror, yang secara etimologis mencakup arti:
-          Perbuatan yang sewenang-wenang;
-          Usaha menciptakan ketakutan, kengerian,dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
Sedangkan terorisme berarti penggunaan kekerasan atau menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan, terutama tujuan politik. Jadi terorisme mungkin dilakukan oleh siapa saja, baik pemerintah, golongan atau perorangan.
Merujuk tujuan yang menjadi targetnya adalah politik, sebenarnya terorisme sama sekali tidak terkait dengan agama. Namun, akhir-akhir ini mulai berkembang suara bernada “miring” untuk mengaitkan terorisme dengan gerakan keagamaan.

D.    Beberapa Solusi Alternatif
Tingkah laku keagamaan akan tidak mengalami distorsi, manakala norma/nilai yang melandasi keyakinan yang melahirkan tingkah laku itu mampu menjawab berbagai hal yang menyebabkan terjadinya perubahan/ pergeseran tingkah laku tadi.
Suatu tingkah laku akan tidak bergeser, walau adanya lingkungan merekayasa obyek, untuk menarik perhatian, kalau norma/ nilai yang mendasari keyakinan untuk lahirnya sebuah tingkah laku keagamaan, dapat menampilkan daya tarik lebih besar dari apa yang ditampilkan oleh lingkungan.
Kemampuan penyampai informasi dan komunikator nilai/ norma agama untuk meyakinkan kebenaran agama, dengan dapatnya teruji pada kehidupan, akan menghindarkan terjadinya proses konversi agama pada seseorang.
Pentingnya memperhatikan masalah status social dalam kehidupan beragama , adalah hal yang mutlak dilakukan, jika tidak diinginkan adanya mereka yang merubah tingkah laku keagamaan ke arah penyimpangan dari nilai dan norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada status sosialnya. Hal ini juga telah disampaikan Rasul SAW., bahwa ‘kefakiran dekat dengan kekufuran’ (al Hadits). Dan kekufuran berarti penyimpangan dari tingkah laku sebelumnya. Karenanyanya, juga kehidupan keagamaan juga harus mengedepankan kemaslahatan kehidupan masyarakat.


























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa :
1.      Penyimpangan tingkah laku keagamaan, ditentukan oleh terjadinya penyimpangan pada tingkat fikir seseorang , sehingga akan mendatangkan kepercayaan/ keyakinan baru kepada yang bersangkutan (baik indivual maupun kelompok).
2.      Diantara penyebab terjadinya penyimpangan tingkah laku keagamaan, antara lain :
a.       adanya kemampuan lingkungan menarik perhatian
b.      terjadinya konversi agama
c.       karena pengaruh status social
d.      Hal-hal yang dinilai sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat
3.      Kasus-kasus seperti aliran klenik, konversi agama, fanatisme dan terorisme dinilai sebagai realita dan proses yang tidak lazim. Kasus-kasus ini selain tidak sejalan dengan kemapanan graduasi perkembangan jiwa keagamaan, juga terselip tujuan-tujuan tertentu yang menjadikan agama sebagai “pengayom” dan “penjamin”. Sikap yang mengacu kepada perubahan atau arah baru dari nilai-nilai ajaran agama yang dianut, hingga dikategorikan sebagai sikap dan tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Munculnya tindakan dan aktivitas yang dinilai radikal ini, sama sekali tak lepas dari gejala kejiwaan.
4.      Untuk menghindari terjadinya penyimpangan tingkah laku keagamaan, ada beberapa solusi alternatif, antara lain :
a.       Menyajikan agama dengan performa yang senantiasa menarik
b.      Menyajikan agama dalam bentuk sesuatu kebenaran yang tidak pernah bergeser dan senantiasa teruji dan dapat diuji.
c.       Mengupayakan pengangkatan status social pengikut suatu agama.
d.      Menampilkan nilai/ norma agama dengan mengedepankan apa yang dinilai sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat






DAFTAR PUSTAKA
Djumhana, Hanna Bastaman, 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi Islami, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Kasmiran Wuryo, 1982. Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, Jakarta: Erlangga.
Philip G. Zimbardo, 1979, Essentials of Psychology and life, London: Foresman & Company.
Mar’at, Prof. Dr. tt. Tingkah laku Manusia : Perubahan serta pengukurannya, Jakarta: Balai Aksara-Yudhistira dan Sa’adiyah.
al Toumy al Syaibani, Muhammad. 1979. Filsafat Pendidikan Islam (terjemah : Hasan Langgulung), Jakarta: Bulan Bintang.

Muhfathurrohman. 2012. Tingkah Laku Yang Menyimpang. Diakses melalui : http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/28/tingkah-laku-yang-menyimpang/. Pada tanggal 13 Desember 2014 Pukul 23:00 WIB.
Luxman. 2013. Tingkah laku Keagamaan (Tingkah Laku keagamaan yang Menyimpang), diakses melalui: http://matakedip1315.wordpress.com/2013/05/23/tingkah-laku-keagamaan/. Pada tanggal 13 Desember 2014 Pukul: 23:12 WIB.

























KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya memberikan petunjuk, rahmat dan karunia-Nya. Tak lupa Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Dengan segala rasa syukur yang tinggi penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Tingkah Laku Keagamaan Yang Menyimpang.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyajian makalah ini, oleh karenanya kritik dan saran dari rekan-rekan sekalian sangat penulis harapkan, guna perbaikan penulisan dan kesempurnaan penyajian makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum, wr. wb.


Bengkulu,   Desember 2014

Penulis














ii
 
 


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A.     Pembentukan dan Penyimpangan Tingkah Laku Keagamaan.......... ......... 2
B.     Penyebab Terjadinya Penyimpangan Tingkah Laku Keagamaan............... 5
C.     Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Keagamaan yang Menyimpang.................. 6
D.    Beberapa Solusi Alternatif............................................................................. 7
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 9
Kesimpulan........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA









 








         

iii
 
 




[1] Prof. Dr. Mar’at, Tingkah laku Manusia : Perubahan serta pengukurannya, Balai Aksara-Yudhistira dan Sa’adiyah, Jakarta, 1982, halaman 20 - 22
[2] Ibid, halaman 22
[3] Ibid, halaman 21
[4] Opcit, halaman 17
[5] Ibid , Halaman 21
[6] Ibid, Halaman 19
[7] Prof.Dr.Muhammad al Toumy al Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam (terjemah : Hasan Langgulung), Bulan Bintang,Jakarta, 1979, halaman 141
[8] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1995, halaman 53-54
[9] (lihat) Philip G.Zimbardo, 1979, Essentials of Psychology and life, Foresman & Company, London, halaman 296.
[10] Kasmiran Wuryo, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, Erlangga, Jakarta, 1982, halaman 104
[11] Ibid, halaman 104
[12] Loc.cit, halaman 18
[13] Muhfathurrohman. 2012. Tingkah Laku Yang Menyimpang. Diakses melalui : http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/28/tingkah-laku-yang-menyimpang/. Pada tanggal 13 Desember 2014 Pukul 23:00 WIB.
[14] Luxman. 2013. Tingkah laku Keagamaan (Tingkah Laku keagamaan yang Menyimpang), diakses melalui: http://matakedip1315.wordpress.com/2013/05/23/tingkah-laku-keagamaan/. Pada tanggal 13 Desember 2014 Pukul: 23:12 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar