BABI
PENDAHULUAN
Tingkah laku keagamaan merupakan
perwujudan dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama
menyangkut persoalan bathin seseorang, karenanya persoalan tingkah laku
keagamaan pun tak dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap
agamanya.
Tingkah laku keagamaan merupakan
integrasi secara kompleks antara unsur kognisi (pengetahuan), afeksi
(penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang,
karenanya ia berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang.
Tingkah laku keagamaan sangat
dipengaruhi oleh faktor bawaan berupa fithrah beragama; dimana manusia punya
naluri untuk hidup beragama, dan faktor luar diri individu, berupa bimbingan
dan pengembangan hidup beragama dari lingkungannya.
Kedua faktor tersebut berefek pada
lahirnya pengaruh psikologis pada manusia berupa rasa takut, rasa
ketergantungan, rasa bersalah, dan sebagainya yang menyebabkan lahirnya
keyakinan pada manusia. Selanjutnya dari keyakinan tersebut, lahirlah pola
tingkah laku untuk taat pada norma dan pranata keagamaan dan bahkan menciptakan
norma dan pranata keagamaan tertentu.
Dalam kehidupan di masyarakat,
sering ditemui perilaku/ tingkah laku keagamaan yang menyimpang, maka dalam
makalah ini dengan kajian psikologis, akan dibahas tentang hal tersebut,
berikut dengan penyebabnya, bentuk-bentuk penyimpangan keagamaan serta beberapa solusi alternatif, yang diharapkan dari sini dapat digali berbagai alternatif lain yang
dimungkinkan untuk menghindari penyimpangan tingkah laku keagamaan tersebut n tentaunya juga semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua, aamiin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembentukan
dan Penyimpangan Tingkah laku Keagamaan
Dr. Mar’at
mengemukakan ada 13 pengertian tingkah laku, yang dirangkum menjadi 4 rumusan
berikut :
1.
Pertama
tingkah laku merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan
interaksi yang terus menerus dengan lingkungan (di rumah, sekolah, dll) dan
senantiasa berhubungan dengan obyek seperti manusia, wawasan, peristiwa atau
pun ide, sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu
terhadap obyek. Kedua, Bagian yang dominan dari tingkah laku adalah perasaan
dan afektif seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif,
negatif atau ragu, dengan memiliki kadar intensitas yang tidak tentu sama
terhadap obyek tertentu, tergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam
situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi berbeda
belum tentu cocok. Ketiga, tingkah laku dapat bersifat relatif consistent dalam
sejarah hidup individu, karena ia merupakan bagian dari konteks persepsi atau
pun kognisi individu. Keempat tingkah laku merupakan penilaian terhadap sesuatu
yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang
bersangkutan, karenanya tingkah laku merupakan penafsiran dan tingkah laku yang
mungkin menjadi indikator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai.[1]
Dari rumusan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkah laku merupakan predisposisi
untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu yang mencakup
komponen kognisi, afeksi dan konasi. Dengan demikian tingkah laku merupakan
interaksi dari komponen-komponen tersebut secara komplek.[2]
Komponen kognisi akan menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang
obyek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap obyek.
Komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak
terhadap obyek.[3]
Faktor penentu tingkah
laku, baik tingkah laku positif atau pun tingkah laku negatif, adalah motif,
yang berdasarkan kajian psikologis dihasilkan oleh penilaian dan reaksi afektif
yang terkandung dari sebuah tingkah laku. Motif menentukan tingkah laku nyata (overt behavior) sedangkan reaksi afektif
bersifat tertutup (covert behavior).[4]
Dengan
demikian, tingkah laku yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses
berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap
sesuatu obyek. Dengan demikian tingkah laku terbentuk dari hasil belajar dan
pengalaman seseorang dan bukan pengaruh bawaan (factor intern) seseorang, serta
tergantung kepada obyek tertentu.[5]
Karena Tingkah laku dipandang sebagai perangkat reaksi-reaksi afektif
terhadap obyek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan
individu.[6]
Pemberian dasar
jiwa keagamaan pada anak, tidaklah dapat dilepaskan dari peran orang tua
sebagai pendidik di lingkungan rumah tangga. Pengenalan agama sejak usia dini,
akan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan kesadaran dan pengalaman
beragama pada anak tersebut. Karenanya adalah sangat tepat, Rasul SAW
menempatkan orang tua sebagai penentu bagi pembentukan tingkah laku dan pola
tingkah laku keagamaan seorang anak, sebagaimana sabdanya : “setiap anak
dilahirkan atas fithrah, dan tanggung jawab kedua orang tuannyalah untuk menjadikan
anak itu nashrani, Yahudi atau Majusi.[7] Dimana fithrah yang dapat diartikan sebagai potensi untuk bertauhid
(dapat disebut sebagai jiwa keagamaan), merupakan potensi physikis pada manusia, yang diakui adanya oleh para ahli psikologi
transpersonal. Aliran psikologi ini juga mencoba melakukan kajian ilmiah
terhadap demensi yang selama ini merupakan kajian dari kaum kebathinan,
rohaniawan, agamawan dan mistikus.[8] Jadi, keluarga sebagai lingkungan yang pertama ditemui anak, sangat
berperan dalam pembentukan pola perilaku/ tingkah laku anak. Adanya perbedaan
individu, pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan situasi lingkungan yang
dihadapi oleh masing-masing.[9]
Karena itu,
pembinaan dan pengembangan fithrah sebagai potensi psikis manusia, untuk
melahirkan tingkah laku dan pola tingkah laku keagamaan, dapat dibentuk dengan
mengkondisikan lingkungan sesuai dengan ketentuan norma-norma agama. Dan
norma-norma tersebut akhirnya terintegrasi dalam kepribadian individu yang
bersangkutan.
Walau
norma-norma agama telah menjadi bagian dari kepribadian seseorang, pada
kenyataannya sering ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan, yang disebabkan
oleh tingkah laku yang bersangkutan (baik perseorangan atau kelompok) terhadap
keyakinan agamanya mengalami perubahan.
Penyimpangan tingkah
laku keagamaan dapat menimbulkan tindakan yang negatif, apalagi penyimpangan
itu dalam bentuk kelompok. Memang, penyimpangan dalam bentuk kelompok ini,
sering diawali oleh penyimpangan individual, tapi individual tersebut mempunyai
pengaruh besar. Seseorang yang mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan dan
keyakinan orang lain, sebagai bagian dari tingkat pikir transenden.[10]
Akan sangat berpengaruh terhadap penyimpangan kelompok.
Tingkah laku
keagamaan sangat erat hubungannya dengan keyakinan/ kepercayaan. Dan keyakinan
merupakan hal yang abstrak dan susah dibuktikan secara empirik, karenanya
pengaruh yang ditimbulkannya pun lebih bersifat pengaruh psikologis. Keyakinan
itu sendiri merupakan suatu tingkat fikir yang dalam proses berfikir manusia
telah menggunakan kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurna
proses dan pencapaian kebenaran dan kenyataan yang terdapat di luar jangkauan
fikir manusia.[11] Karenanya penyimpangan tingkah laku keagamaan cenderung di dasarkan
pada motif yang bersifat emosional yang lebih kuat dan menonjol ketimbang aspek
rasional.
Penyimpangan tingkah
laku keagamaan, ditentukan oleh terjadinya penyimpangan pada tingkat fikir
seseorang ( tingkat fikir materialistik dan tingkat fikir transendental
relegius ), sehingga akan mendatangkan kepercayaan/ keyakinan baru kepada yang
bersangkutan (baik indivual maupun kelompok). Jika keyakinan itu bertentangan
atau tidak sejalan dengan keyakinan ajaran agama tertentu, maka akan terjadi tingkah
laku keagamaan yang menyimpang.
Penyimpangan tingkah
laku keagamaan ini, disamping menimbulkan masalah pada agama tersebut, juga
sering mendatangkan gejolak dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat.
B.
Penyebab
Terjadinya Penyimpangan tingkah laku Keagamaan
Perubahan tingkah
laku keagamaan adalah awal proses terjadinya penyimpangan tingkah laku
keagamaan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan tingkah laku
diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka tingkah laku dapat
diubah walaupun sulit.[12] Karenanya perubahan tingkah laku, dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain :
1.
adanya
kemampuan lingkungan merekayasa obyek, sehingga menarik perhatian, memberi
pengertian dan akhirnya dapat diterima dan dijadikan sebagai sebuah tingkah
laku baru.
2.
terjadinya
konversi agama, yakni apabila seseorang menyadari apa yang dilakukannya
sebelumnya adalah keliru, maka ia tentu akan mempertimbangkan untuk tetap
konsisten dengan tingkah lakunya yang ia sadari keliru. Dan ini memungkinkan
seseorang untuk bertingkah laku yang menyimpang dari tingkah laku keagamaan
sebelumnya yang ia yakini sebagai suatu kekeliruan tadi.
3.
penyimpangan
tingkah laku keagamaan dapat juga disebabkan karena pengaruh status sosial,
dimana mereka yang merubah tingkah laku keagamaan ke arah penyimpangan dari
nilai dan norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada status
sosialnya.
4.
penyimpangan
tingkah laku keagamaan dari sebelumnya, yaitu jika terlihat tingkah laku yang
menyimpang dilakukan seseorang (utamanya mereka yang punya pengaruh besar),
ternyata dirasakan punya pengaruh sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan
masyarakat, maka akan dimungkinkan terjadinya integritas sosial untuk
menampilkan tingkah laku yang sama, walau pun disadari itu merupakan tingkah
laku yang menyimpang dari tingkah laku sebelumnya.
1. Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak
masuk akal . Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya
dengan praktik perdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam
kegiatannya dukun ini menggunakan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya dalam
pengobatan.
Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya
terhadap kekuatan gaib. Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal
gaib ini tentunya tidak memiliki batas dan indikator yang jelas, karena
semuanya bersifat emosional dan cenderung berada di luar jangkauan
nalar. Hal inilah yang menjadikan perilaku dari seseorang menyimpang dari
aturan-aturan yang telah berlaku khususnya norma keagamaan. Agama dijadikan
alat untuk memanipulasi manusia supaya percaya dengan apa yang dilakukannya.
Penyimpangan tingkah laku keagamaan yang dilakukan aliran klenik ini
menurut Robert H. Thouless dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan
psikologi sugesti.
2. Konversi
Agama
Konversi agama adalah suatu tindakan di mana
seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem
kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan
tempat berada.
3. Konflik Agama
Konflik agama sebagai bentuk perilaku keagamaan yang
menyimpang, dapat terjadi karena adanya “pemasungan” nilai-nilai ajaran agama
itu sendiri. Maksudnya, para penganut agama seakan “memaksakan” nilai-nilai
ajaran agama sebagai “label” untuk membenarkan tindakan yang dilakukannya.
Padahal, apa yang ia atau mereka lakukan sesungguhnya bertentangan dengan
nilai-nilai ajaran agama itu sendiri. Penyimpangan seperti itu antara lain oleh
adanya sebab dan pengaruh yang melata rbelakanginya,
yakni seperti : Pengetahuan Agama yang
Dangkal, fanatisme, menganggap
agama sebagai doktrin., simbol-simbol, tokoh agama, sejarah an berebut syurga.[14]
4. Terorisme
dan Agama
Terorisme berasal dari. Kata teror, yang secara
etimologis mencakup arti:
-
Perbuatan
yang sewenang-wenang;
-
Usaha
menciptakan ketakutan, kengerian,dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.
Sedangkan terorisme berarti penggunaan kekerasan
atau menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan, terutama tujuan
politik. Jadi terorisme mungkin dilakukan oleh siapa saja, baik pemerintah,
golongan atau perorangan.
Merujuk tujuan yang menjadi targetnya adalah
politik, sebenarnya terorisme sama sekali tidak terkait dengan agama. Namun,
akhir-akhir ini mulai berkembang suara bernada “miring” untuk mengaitkan
terorisme dengan gerakan keagamaan.
D.
Beberapa
Solusi Alternatif
Tingkah laku
keagamaan akan tidak mengalami distorsi, manakala norma/nilai yang melandasi
keyakinan yang melahirkan tingkah laku itu mampu menjawab berbagai hal yang
menyebabkan terjadinya perubahan/ pergeseran tingkah laku tadi.
Suatu tingkah
laku akan tidak bergeser, walau adanya lingkungan merekayasa obyek, untuk
menarik perhatian, kalau norma/ nilai yang mendasari keyakinan untuk lahirnya
sebuah tingkah laku keagamaan, dapat menampilkan daya tarik lebih besar dari
apa yang ditampilkan oleh lingkungan.
Kemampuan penyampai
informasi dan komunikator nilai/ norma agama untuk meyakinkan kebenaran agama,
dengan dapatnya teruji pada kehidupan, akan menghindarkan terjadinya proses
konversi agama pada seseorang.
Pentingnya
memperhatikan masalah status social dalam kehidupan beragama , adalah hal yang
mutlak dilakukan, jika tidak diinginkan adanya mereka yang merubah tingkah laku
keagamaan ke arah penyimpangan dari nilai dan norma sebelumnya, karena melihat
kemungkinan perbaikan pada status sosialnya. Hal ini juga telah disampaikan
Rasul SAW., bahwa ‘kefakiran dekat dengan kekufuran’ (al Hadits). Dan kekufuran berarti penyimpangan dari tingkah laku
sebelumnya. Karenanyanya, juga
kehidupan keagamaan juga harus mengedepankan kemaslahatan kehidupan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapatlah
disimpulkan, bahwa :
1.
Penyimpangan
tingkah laku keagamaan, ditentukan oleh terjadinya penyimpangan pada tingkat
fikir seseorang , sehingga akan mendatangkan kepercayaan/ keyakinan baru kepada
yang bersangkutan (baik indivual maupun kelompok).
2.
Diantara
penyebab terjadinya penyimpangan tingkah laku keagamaan, antara lain :
a.
adanya
kemampuan lingkungan menarik perhatian
b.
terjadinya
konversi agama
c.
karena
pengaruh status social
d.
Hal-hal
yang dinilai sangat positif bagi kemaslahatan kehidupan masyarakat
3.
Kasus-kasus
seperti aliran klenik, konversi agama, fanatisme dan terorisme dinilai sebagai
realita dan proses yang tidak lazim. Kasus-kasus ini selain tidak sejalan
dengan kemapanan graduasi perkembangan jiwa keagamaan, juga terselip
tujuan-tujuan tertentu yang menjadikan agama sebagai “pengayom” dan “penjamin”.
Sikap yang mengacu kepada perubahan atau arah baru dari nilai-nilai ajaran
agama yang dianut, hingga dikategorikan sebagai sikap dan tingkah laku
keagamaan yang menyimpang. Munculnya tindakan dan aktivitas yang dinilai
radikal ini, sama sekali tak lepas dari gejala kejiwaan.
4.
Untuk
menghindari terjadinya penyimpangan tingkah laku keagamaan, ada beberapa solusi
alternatif, antara lain :
a.
Menyajikan
agama dengan performa yang senantiasa menarik
b.
Menyajikan
agama dalam bentuk sesuatu kebenaran yang tidak pernah bergeser dan senantiasa
teruji dan dapat diuji.
c.
Mengupayakan
pengangkatan status social pengikut suatu agama.
d.
Menampilkan
nilai/ norma agama dengan mengedepankan apa yang dinilai sangat positif bagi
kemaslahatan kehidupan masyarakat
DAFTAR
PUSTAKA
Djumhana, Hanna Bastaman, 1995. Integrasi Psikologi dengan
Islam : Menuju Psikologi Islami, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Kasmiran Wuryo, 1982. Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, Jakarta: Erlangga.
Philip G. Zimbardo,
1979, Essentials of Psychology and life,
London: Foresman
& Company.
Mar’at, Prof.
Dr. tt. Tingkah laku Manusia : Perubahan serta pengukurannya, Jakarta: Balai Aksara-Yudhistira dan Sa’adiyah.
al Toumy al
Syaibani, Muhammad. 1979. Filsafat Pendidikan Islam (terjemah : Hasan Langgulung), Jakarta: Bulan Bintang.
Muhfathurrohman.
2012. Tingkah Laku Yang Menyimpang.
Diakses melalui : http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/28/tingkah-laku-yang-menyimpang/. Pada tanggal 13 Desember 2014
Pukul 23:00 WIB.
Luxman. 2013. Tingkah laku Keagamaan (Tingkah
Laku keagamaan yang Menyimpang), diakses melalui:
http://matakedip1315.wordpress.com/2013/05/23/tingkah-laku-keagamaan/. Pada
tanggal 13 Desember 2014 Pukul: 23:12 WIB.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang tiada
hentinya memberikan petunjuk, rahmat dan karunia-Nya. Tak lupa Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya. Dengan segala rasa syukur yang tinggi penyusun dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Tingkah Laku Keagamaan Yang Menyimpang”.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam
penyajian makalah ini, oleh karenanya kritik dan saran dari rekan-rekan
sekalian sangat penulis harapkan, guna perbaikan penulisan dan kesempurnaan
penyajian makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum, wr. wb.
Bengkulu, Desember 2014
Penulis
|
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A.
Pembentukan dan Penyimpangan Tingkah Laku Keagamaan.......... ......... 2
B.
Penyebab
Terjadinya Penyimpangan Tingkah Laku Keagamaan............... 5
C.
Bentuk-Bentuk
Tingkah Laku Keagamaan yang Menyimpang.................. 6
D.
Beberapa Solusi
Alternatif............................................................................. 7
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 9
Kesimpulan........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
|
[1] Prof. Dr. Mar’at, Tingkah laku
Manusia : Perubahan serta pengukurannya, Balai Aksara-Yudhistira dan
Sa’adiyah, Jakarta, 1982, halaman 20 - 22
[7] Prof.Dr.Muhammad al Toumy al Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam (terjemah : Hasan Langgulung), Bulan
Bintang,Jakarta, 1979, halaman 141
[8] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi
Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi Islami, Pustaka Pelajar,
Jogjakarta, 1995, halaman 53-54
[9] (lihat) Philip G.Zimbardo, 1979, Essentials
of Psychology and life, Foresman & Company, London, halaman 296.
[13] Muhfathurrohman. 2012. Tingkah Laku Yang Menyimpang. Diakses melalui : http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/28/tingkah-laku-yang-menyimpang/. Pada tanggal 13 Desember 2014
Pukul 23:00 WIB.
[14] Luxman. 2013. Tingkah laku Keagamaan (Tingkah Laku keagamaan yang Menyimpang),
diakses melalui:
http://matakedip1315.wordpress.com/2013/05/23/tingkah-laku-keagamaan/. Pada
tanggal 13 Desember 2014 Pukul: 23:12 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar