MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - KECERDASAN DAN PAI
BAB I
PENDAHULUAN
Mengembangkan
kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak.
Apa itu kecerdasan majemuk ?Sebagai orang tua masa kini, kita sering kali
menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah.Kita ingin mereka
menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan
tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa
sukses di sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Pada
kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang
sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah.Bill Gates (pemilik
Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang
dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di
bidangnya. Kemudian di sinilah muncul pertanyaan sebagai berikut :
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa ?
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa ?
Kemudian
jawabannya adalah :Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence)dan bukan hanya prestasi akademik. Kecerdasan
majemukmemungkinkan anak untuk meraih
sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdannya
yang majemuk itu.Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat membangun
sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama
tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan membahas mengenai kecerdasan
dan Pendidikan Agama Islam yang akan penulis uraikan pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kecerdasan
Kecerdasan (dalam
bahasa inggris disebut intelligence
dan bahasa Arab disebut al-dzaka) menurut arti bahasa adalah pemahaman,
kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.[1]
Dalam perpektif psikologi pendidikan, kecerdasan dianggap sebagai kemampuan
mental terhadap suatu persoalan. Secara umum ada 3 faktor penting yang menengarai
kecerdasan seseorang, yakni penilaian (judgement),
pengertian (comprehension), dan
penalaran (reasoning).[2]
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, definisi cerdas adalah sempurna
perkembangan akal budinya (pandai, tajam pikiran, dsb). Sedangkan kecerdasan
adalah kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman
pikiran, dsb)[3]
Menurut
Adi W Gunawan dalam bukunya GeniusLearningdefinisi
kata cerdas atau intelligenceadalah
sebagai berikut: [4]
1. Kemampuan untuk
mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan
mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental.
2. Kemampuan untuk
memberikan respon, secara cepat dan berhasil pada suatu situasi yang baru,
kemanapun untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.
3. Kemampuan untuk
mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta mampu menerapkan apa yang
telah dipelajari, khususnya bila kemampuan ini berhasil dikembangkan.
Dari
beberapa definisi kecerdasan di atas, maka kecerdasan adalah kemampuan untuk
mengetahui, mempelajari, menganalisis sebuah keadaan dan menggunakan nalar
untuk mengambil sebuah jalan bagi keadaan yang dihadapinya.
B.
Jenis-jenis
Kecerdasan Multiple Intelligences (termasuk
kecerdasan ruhaniah/qalbiah).
Teori
kecerdasan “Multiple Intelligences”,
sebuah teori psikologi yang digagas oleh Howard Gardner, psikolog dari Harvard
University tahun 1983.[5]Menurut Gardner
dalam diri manusia terdapat spektrum kecerdasan yang luas.Spektrum kecerdasan
itu mencangkup tujuh jenis kecerdasan. Yaitu: (1) kecerdasan verbal, (2)
kecerdasan visual, (3) kecerdasan logis-matematis, (4) kecerdasan musikal, (5)
kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), (7)
kecerdasan interpribadi (interpersonal). Bahkan dalam buku buku terakhirnya,
IntelligenceReframed, Gardner menambahkan tiga jenis kecerdasan lain:
kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensial, dan kecerdasan spiritual.
Pada mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap gejala
sesuatu, sehingga kecerdasan hanya hersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal al-ma'rifi). Namun pada
perkembangan berikutnya, disadari hahwa kehidupan manusia bukan semata-mata
memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat
tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal
al-infi'ali), seperti kehidupan emosional, moral, Spiritual, dan agama.
Adapun jenis-jenis kecerdasan Multiple
intelegences (termasuk kecerdasan ruhaniah/qalbiah) akan penulis uraikan
sebagai berikut:
1. Kecerdasan Verbal
(Linguistik)Adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif baik secara lisan
(misalnya pendongeng, orator atau politisi) maupun tertulis (misalnya sastrawan,
editor, penulis drama atau wartawan)
2. Kecerdasan Visual/Spasial
(Visual/ Spatial Intelligence) Adalah kemampuan mempresepsi dunia
spasial-visual secra akurat (misalnya sebagai pramuka, pemandu, pemburu) dan
mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (missal decorator,
desainer interior, arsitek, seniman).
3. Kecerdasan Logis Matematis Adalah
kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar,
misalnya akuntan, pemrogram komputer, ilmuwan, ahli statistik, dll
4. Kecerdasan Musikal Adalah
kemampuan menangani bentuk-bentuk musical dengan cara mempersepsi, membedakan,
menggubah danmengeksprsikan, misalnya penyanyi, composer, penikmat musik, dll.
5. Kecerdasan Tubuh/ Kinestetik
(Bodily/ Kinesthetic Intellegence) Adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh
untuk mengekspresikan ide dan perasaan, dan keterampilan menggunakan tangan
untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, misalnya pengrajin, pemahat, penjahit,
mekanik, atlit, penari, dll.
6. Kecerdasan Intrapribadi (Intrapersonal)
Adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdsarkan pemahaman
tersebut.
7. Kecerdasan Interpribadi
(Interpersonal) Adalah kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati,
maksud, dan motivasi serta perasaan orang lain.
8. Kecerdasan Naturalis (Natural
Intellegence) Keahlian mengenai spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar.
Dapat mengenali terhadap perubahan-perubahan lingkungan, misalnya melihat
perubahan-perubahan alam.
9. Kecerdasan Spiritual
(Spiritualitic intelligence) Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para
rohaniwan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan
Tuhannya.
10. Kecerdasan Eksistensial
(exsistensialist intelegence) Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para
filosof. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya
di dunia ini dan apa tujuan hidupnya.
11. Kecerdasan ruhaniah adalah
kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan
Ilahi. Kecerdasan ini dapat menimbulkan kebenaran yang sangat mendalam terhadap
kebenaran, sedangkan kecerdasan lainya lebih bersifat pada kemampuan untuk
mengelola segala hal yang berkaitan dengan bentuk lahiriah (duniawi).[6]Adapun bentuk-bentuk
kecerdasan ruhaniah/ qalbiah yaitu :[7]
a.
Kecerdasan Ihkbat, yaitu kondisi qalbu yang
meniliki kerendahan dan kelembutan hati, merasa tenang dan khusyu dihadapan
Allah, dan tidak menganiaya orang lain.
b.
Kecerdasan Zuhud. Secara harfiah zuhud berarti
berpaling, menganggap hina dan kecil, serta tidak merasa butuh terhadap
sesuatu.
c.
Kecerdasan Wara’. Wara’ adalah mejaga diri dari perbuatan yang tidak baik, yang dapat
menurunkan derajat dan kewibawaan diri seseorang.
d.
Kecerdasan Dalam Berharap
Baik (Raja’). Raja’ ialah berharap
terhadap sesuatu kebaikan terhadap Allah SWT dengan disertai usaha yang
sungguh-sungguh dan tawakkal.
e.
Kecerdasan Ri’ayah. Ialah memelihara pengetahuan
yang pernah diperoleh dan mengaplikasikannya dengan perilaku nyata.
f.
Kecerdasan Muqorrobah. Yaitu berarti kesadaran
seseorang bahwa Allah SWT mengetahui dan mengawasi apa yang dipikirkan,
dirasakan, dan diperbuatnya baik lahir maupun batin.
g.
Kecerdasan Ikhlas. Yaitu
kemurnian dan ketaatan yang ditujukan kepada Allah semata, dengan cara
membersihkan perbuatan baik lahir maupun batin.
h.
Kecerdasan Istiqomah. Ialah
berarti melakukan suatu pekerjaan baik melalui prinsip kontinuitas dan
keabadian.
i.
Kecerdasan Tawakkal, yaitu
menyerahkan diri sepenuh hati, sehingga tiada beban psikologis yang dirasakan.
j.
Kecerdasan Sabar. Berarti
menahan, maksudnya menahan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan
agar tidak mengeluh.
k.
Kecerdasan Ridho, adalah
rela terhadap apa yang dimiliki dan diberikan. Ridho merupakan kedudukan
spiritual seseorang yang diusahakan setelah ia melakukan tawakkal.
l.
Kecerdasan Syukur, adalah
menampakkan nikmat Allah SWT.
m.
Kecerdasan Malu. Malu
berarti kepekaan diri yang mendorong untuk meninggalkan keburukan dan
menunaikan kewajiban. Malu merupakan tanda bagi kehidupan qalbu seseorang.
n.
Kecerdasan Jujur. Adalah
kesesuaian antara yang diucapkan dengan kejadian yang sebenarnya.
o.
Kecerdasan mendahulukan atau
mementingkan kepentingan orang lain (al-itsar). Yang dimaksud di sini adalah
bukan yang berkaitan dengan ibadah mahdhah, tetapi dalam hal mu’amalah.
p.
Kecerdasan Tawadhu. Berarti
sikap qalbu yang tenang, berwibawah,
rendah hati, lemah lembut tanpa disertai rasa jahat, congkak, dan sombong.
q.
Kecerdasan dalam menerima
apa adanya atau seadanya (qana’ah).
r.
Kecerdasan Taqwa. Kecerdasan
iin merupakan
puncak kecerdasan qalbiah.
C.
Cara Pengembangan
Multiple Intelligence
1.
Strategi Pengembangan Multiple Intelligences[8]
Anak memiliki potensi
berupa kecerdasan jamak. Kecerdasan anak akan berkembang secara optimal bila
difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi pembelajaran yang dipilih
oleh guru, hendaknya menekankan pada konsep pembelajaran yang mendidik.Dalam
merancang pembelajaran yang mendidik, guru perlu memperhatikan modalitas
belajar anak. Ada empat modalitas belajar anak, yakni: (1) visual learner, (2) auditory
learner, (3) tactile/kinesthetic
learner, dan (4) global learner
(DePorter, dan Mike H.,1992). Dalam modalitas yang pertama, anak cenderung
mengalami pengalaman belajar dengan cara mengamati sesuatu. Anak lebih
mengandalkan indera penglihatan dalam belajar. Dalam hal ini guru hendaknya
memfasilitasi kebutuhan anak dengan cara menyediakan media visual yang menarik.
Dalam modalitas yang kedua, anak lebih mengandalkan indera pendengarnya.Anak
dengan mudah memahami sesuatu jika dia memperoleh kesempatan untuk mendengarkan
berbagai bahan yang disajikan melalui media audio atau penjelasan langsung dari
narasumber. Modalitas belajar yang ketiga, lebih mengandalkan pada pengalaman
belajar dengan cara menyentuh, bergerak dan bekerja. Sementara modalitas yang
keempat, anak dalam belajar menggunakan ketiga modalitas tersebut secara
simultan.
Sementara ini, secara
umum guru cenderung mengutamakan kecerdasan logic-mathematic.Anak dikatakan
cerdas jika anak mampu membaca, berhitung dan menulis dengan cepat, serta dapat
menghafal berbagai kejadian.Strategi yang seperti itu cenderung menafikan
potensi anak terutama yang ada di belahan otak kanan, sehingga anak menjadi
kurang kreatif dalam memecahkan masalah.Padahal permasalahan kehidupan bersifat
multi dimensi, yang tidak dapat ditinjau dari salah satu aspek saja.Berdasarkan
hal ini guru perlu memilih strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi
perkembangan otak belahan kiri dan kanan secara seimbang, sehingga semua aspek
kecerdasan dapat berkembang secara optimal.Strategi yang dimaksud mengarah pada
pembelajaran yang mendidik, yang dapat memberdayakan seluruh aspek perkembangan
dan kecerdasan anak.
2.
Karakteristik
Pembelajaran yang Mendidik[9]
Pembelajaran merupakan suatu upaya
untuk menyediakan seperangkat kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak
untuk melakukan aktivitas belajar.Dalam hal ini, guru termasuk orang dewasa
berperan menciptakan lingkungan yang kondusif dan dinamis untuk anak belajar.
Ada 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran
yang mendidik, yaitu: (1) learning how to
know, (2) learning how to do, (3)
learning how to be, dan (4) learning how to life together.
Bagian pertama, guru dan orang
dewasa menciptakan lingkungan belajar yang dapat memicu rasa ingin tahu
anak.Misalnya dengan mengajak anak berhadapan dengan lingkungan yang baru,
menghadapkan anak pada gejala yang berbeda dari situasi keseharian anak. Wujud
dari perilaku anak yang memiliki rasa ingin tahu antara lain, bertanya-tanya
tentang sesuatu, mengamati sesuatu secara seksama, dan ingin mencoba
pengalaman/keterampilan baru. Dalam hal ini guru dan orang dewasa lainnya
hendaknya menjadi pendengar yang baik, melayani pertanyaan anak tanpa
memberikan jawaban yang instan.Selain itu anak perlu digiring pada pengalaman
baru yang menyebabkan rasa keingintahuannya itu terpenuhi.
Kedua, berkecamuknya rasa ingin
tahu anak akan memerlukan suatu kompensasi. Anak akan mencoba memahami sesuatu
dengan melakukan kegiatan secara langsung (a
hand on experiences). Anak bereksperimen, memanipulasi alat-alat
bermainnya, mengkonstruksi sesuatu dan lain sebagainya secara trial and error.Peran guru dan orang
dewasa adalah memfasilitasi dengan berbagai sarana/alat permainan manipulatif,
sehingga anak merasa tertantang melakukan sesuatu (bermain secara
aktif).Hindari penggantian peran oleh guru/orang dewasa dalam memecahkan masalah
anak.Biarkan mereka secara kreatif memecahkan masalahnya, tanpa intervensi
orang dewasa/guru.Bila diperlukan guru berperan sebagai partner anak dalam
belajar dan bermain, sambil mengamati perkembangan anak.
Ketiga, apa yang dilakukan anak
pada bagian kedua tadi akan membentuk kepribadian anak. Kemandirian, keuletan,
belajar dari kesalahan dan rasa sukses dalam memecahkan permasalahan akan
membuat anak memiliki konsep diri yang positif, dan rasa percaya diri yang
mantap.
Keempat, kesempatan anak untuk bersosialisasi
dengan lingkungannya perlu dikembangkan. Misalnya dengan caracollaborative learning and playing.
Kebersamaan, kekompakan, mau menyadari kelebihan dan kekurangan diri sendiri
dan orang lain merupakan tujuan dari learning
how to life together.
Chen (2004) mengemukakan ada 6
prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka
memfasilitasi perkembangan kecerdasan jamak pada anak, yaitu: (1) holistic development and learning, (2)
integrated learning, (3) active learning, (4) supportive learning, (5) learning
through interaction, dan (6) learning trough play. Pengembangan kurikulum
dan pembelajaran hendaknya berangkat dari pemahaman terhadap perkembangan dan
gaya belajar anak usia dini yang bersifat holistik. Pendekatan pembelajaran
yang digunakan untuk memfasilitasi karakteristik perkembangan dan belajar anak
adalam melalui pembelajaran terpadu.Keterpaduan ini meliputi proses dan
materinya, sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.
Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan merangsang anak untuk bermain
dan belajar secara aktif. Peran guru adalah mendorong terjadinya belajar.Untuk
lebih memperluas wawasan dan berkembangnya kemampuan berbahasa dan sosial anak,
maka pembelajaran hendaknya memungkinkan anak berinteraksi dengan
lingkungannya. Interaksi anak dengan lingkungan dan objek-objek belajar akan
memungkinkan anak mengkonstruksi pengalaman belajarnya secara efektif.
Mengingat dunia anak usia dini adalah bermain, maka pembelajaran dikemas dalam
bentuk permainan kreatif-konstruktif, sehingga anak secara alamiah belajar di
balik kegiatan bermain yang dilakukannya.
Implikasi dari prinsip-prinsip di
atas, maka strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah: (1) dimulai
dari anak, (2) pengembangan suasana belajar yang positif atau kondusif, (3)
penyiapan lingkungan pembelajaran, (4) perencanaan dan aktivitas belajar yang
terstruktur, (50 pengadaan nara sumber, dan (6) mengadakan observasi kepada
anak.
Dengan demikian karakteristik
pembelajaran yang mendidik adalah: (1) memungkinkan anak untuk mengembangkan
rasa keingintahuannya, (2) memberi kesempatan anak untuk mengadakan eksplorasi
terhadap lingkungan dan objek-objek belajarnya secara langsung (a hand on experiences), secara trial and
error, sebagai wahana untuk mengkonstruksi pengalaman belajarnya, (3)
berdasarkan poin 2, anak terfasilitasi untuk membentuk konsep diri, rasa
percaya diri, disiplin, mandiri dan kemampuan mengendalikan diri berdasarkan
nilai keagamaan, norma sosial, serta kreatif dalam memecahkan permasalahannya,
(4) memungkinkan anak berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain, sehingga
aspek perkembangan moral dan sosial anak berkembang secara optimal di era
globalisasi dan teknologi informasi, dan (5) pembelajaran bermuara kepada
outcome berupa terbentuknya kecakapan pribadi, sosial, akademik dan vokasional
pada anak usia dini.[10]
Untuk mewujudkan hal itu,
pembelajaran hendaknya bersifat kontekstual.Nurhadi dkk.(2004) mengemukakan
bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru menghadirkan dunia nyata ke dalam
kelas dan memdorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian anak
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit
demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
D.
Gaya Belajar PAI
Dengan Multiple
Gaya/ Metode pembelajaran dengan pendekatan Multiple Intelligences dalam pembelajaran PAI dapat
diimplementasikan dalam bentuk sebagai berikut:[11]
1. Metode Mind mapping (peta pemikiran) yaitu
metode pembelajaran dengan tujuan untuk mengoptimalkan fingsi otak dengan cara
mengajak peserta didik untuk berfikir lebih sistematis, biasanya berupa grafik
atau pemetaan suatu materi pokok menjadi beberap bagian/klasifikasi tertentu.
Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis dan kecerdasan
verbal.
2. MetodeBrainstorming, yaitu kegiatan untuk
menemukan inti materi dan pendalamannya dengan melibatkan peserta didik secara
aktif. Metode ini Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis,
keserdasan intrapersonal dan kecerdasan verbal.
3. Diskusi/ Sharing, yaitu kegiatan mengadakan suatu
pembicaraan dengan tujuan untuk menemukan benang merah dari suatu materi
pelajaran yang dibahas. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan
logis, interpersonal, dan kecerdasan verbal.
4. Tanyajawab, yaitu
metode dengan cara pendidik memberikan pertanyaan, sedangkan anak menjawab
pertanyaan yang diberikan secara aktif. Metode ini berfungsi untuk
mengembangkan kecerdasan logis, kinestetis, interpersonal dan kecerdasan
verbal.
5. Metodepresentasi,
yaitu peserta didik mempresentasikan tugas yang diberikan oleh guru. Metode ini
berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, interpersonal, spasial dan
kecerdasan verbal.
6. Tadaburalam, yaitu
siswa mengamati alam sekitar untuk menganalisis sesuatu yang berkaitan dengan
materi pelajaran. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis
kecerdasan naturalis dan kecerdasan verbal.
7. MetodeRole play, yaitu siswa memainkan peran
sesuai dengan tema pelajaran yang bertujuan agar siswa memperdalam materi.
Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, kecerdasan
kinesteti, kecerdasan spasial dan kecerdasan verbal.
8. Metodestudikasus,
yaitu siswa mendiskusikan pemecahan masalah dari kasus yang diberikan. Metode
ini berfungsi untuk mengembangkan, kecerdasan interpersonal, kecerdasan logis
dan kecerdasan verbal.
9. Metodeceritapengalaman,
yaitu siswa menceritakan pengalaman yang pernah dialaminya sesuai dengan materi
pelajaran. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik,
kecerdasan intrapersonal, kecerdasan logis dan kecerdasan verbal.
10. Metodeanalisisfilm,
yaitu siswa menganalisis film yang ditampilkan berdasarkan kisi-kisi yang
diberikan guru ketika meonton. Metode ini berfungsi untuk
mengembangkan kecerdasan musikal, audio visual, logis dan kecerdasan verbal.
11. Metodeanalisishikmah,
yaitu siswa menganalisis hikmah dari materi yang disampaikan serta menjelaskan
bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini berfungsi untuk
mengembangkan kecerdasan intrapersonal, logis dan kecerdasan verbal.
12. Metodeinterview, yaitu dengan cara peserta
didik mengadakan wawancara dengan beberapa orang untuk menggali suatu meteri
lebih dalam. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal, verbal,
kinestetik dan logis.
13. Analisisinstrumen,
yaitu dengan peserta didik menganalisis sebuah instrument yang diberikan oleh
pendidik lalu mengaitkannya dengan materi. Metode ini dapat mengembangkan
kecerdasan antara lain kecerdasan logis dan kenestetik.
14. Bacatartil, yaitu peserta didik
membaca ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan kaidah-kaidah membaca Al-Qur'an
secara berulang-ulang sampai benar. Metode ini berlatarbelakang kecerdasan
kinestetik dan vernal.
15. Field
Trip
(karya wisata), yaitu siswa mengunjungiu suatu tempat untuk memperdalam wawasan
dan pemahaman tentang suatu materi. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan
antara lain kecerdasan logis, verbal, naturalis, musical, interpersonal dan
kenestetik.
16. Pengamatan, yaitu
peserta didik mengamati suatu objek lalu menganalisis dan mengaitkannya dengan
meteri. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis
dan kenestetik.
17. Simulasi, yaitu
peserta didik melakukan suatu aktivitas singkat yang berkaitan dengan materi.
Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis, verbal,
interpersonal dan kenestetik.
18. Perenungan, yaitu
peserta didik diajak untuk memikirkan suatu materi untuk mencapai sebuah
pemahaman. Metode ini dapmengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis
dan kenestetik.
19. Muhasabah, yaitu peserta didik
diarahkan untuk mengevaluasi diri agar mampu memunculkan sebuah kesadaran
tentang suatu hal. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain
kecerdasan logis, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan spiritual.
E.
Tindak Lanjut Pada
Penelitian dan Pelatihan
Pada ahli pendidikan muslim sangat memperhatikan persoalan metode
pengajaran dan menganggapnya sebagai hal strategis bagi keberhasilan proses
pembelajaran. Pendidikan merupakan suatu proses yang sekaligus bermuara pada
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pendidikan merupakan suatu yang
ideal dan dirumuskan sebelum proses pendidikan dilakukan. Idealisasi tujuan
pendidikan tersebut seperti tergambar dalam rumusan Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) yang tercantum dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, BAB II
pasal 3 sebagai berikut :“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab”.
Pendidikan Agama Islam sebagaimana dijelaskan dalam tujuan
pendidikan nasional mencita-citakan terbentuknya insan kamil atau muslim
paripurna, yang akan mencerminkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan
pembelajaran, apakah guru akanmenjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang
studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu atau dengan menggunakan materi
yang terkait satu dengan yang lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda atau
bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin
ilmu. Pendekatan pembelajaran haruslah tidak kaku harus menggunakan pendekatan
tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan
disesuaikan dengan kebutuhan materi pelajaran yang dituangkan dalam perencanaan
pembelajaran. Adapun pendekatan pembelajaran yang sudah umum dipakai oleh para
guru antara lain pendekatan konsep dan proses, pendekatan deduktif dan
induktif, pendekatan ekspositori dan heuristik, pendekatan kecerdasan ganda (Multiple
Intelligences), serta pendekatan kontekstual.[12]
Meskipun hasil penelitian Howard Gardner tentang Multiple Intelligences
sudah banyak dipublikasikan, diterapkan dalam pendidikan di berbagai negara,
buku Gardner maupun Amstrong tentang masalah yang sama diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, tetapi lembaga pendidikan Indonesia belum banyak menerapkan untuk
mengakomodasi keberagaman kecerdasan yang dimiliki siswa.
Menurut Amstrong, sebagai guru mengetahui kondisi baik secara fisik
dan psikologis sangat penting sebagai modal untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Menurut suasana belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan
memberikan metode belajar yang menyenangkan siswa, akan menimbulkan rasa
keingintahuan yang lebih besar pada diri siswa untuk belajar.[13]Ada
beberapa hal yang mungkin saja menjadi penyebabnya,(1)kegiatan belajar yang
memang tidak diarahkan untuk mengaktualisasikan kecerdasan tersebut, (2)
kekurang pahaman dan kekurang cermatan para guru dalam menangkap setiap
aktivitas yang ada pada anak, (3) sarana dan prasarana yang kurang
mendukung.Hal ini mungkin terjadi pada pemunculan kecerdasan natural yang
cenderung mengamati alam.Siswa sering terhalang keinginannya untuk observasi
secara langsung di alam terbuka.
Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat mengajar, dalam arti
menyampaikan ilmu pengetahuan tentang agama Islam kepada anak didik melainkan
melakukan pembinaan mental spiritual yang sesuai dengan ajaran Islam.Pendidikan
agama dalam arti yang luas dapat disamakan dengan pembinaan pribadi yang dalam
pelaksanaannya tidak hanya bisa terjadi melalui pelajaran yang diberikan dengan
sengaja saja tetapi melainkan menyangkut pengalaman yang dilalui anak sejak
lahir bahkan sejak dalam kandungan dan berlaku untuk semua lingkungan hidup anak,
mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Pelajaran Agama Islam dianggap sebagai pelajaran yang dianggap
ringan oleh siswa dan membosankan karena materinya hanya berupa hafalan yang
cukup sulit, sebagian besar isi materi berupa ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist
yang mungkin asing dan rumit untuk dihafal anak karena menggunakan bahasa Arab,
sehingga menyebabkan pelajaran agama Islam “dianaktirikan” di sekolah-sekolah.
Padahal jika dilihat lebih dalam, pelajaran agama Islam merupakan pelajaran
yang penuh makna dan menyenangkan, karena dalam belajar agama Islam kita diajak
untuk menjelajahi kehidupan Rasulullah dengan banyak keteladanan beliau,
tentang akhlak yang apabila dipahami maka mampu menjadikan siswa berkelakuan
baik dan akan berdampak bagi kehidupan siswa di kemudian hari. Pelajaran agama
Islam pada hakekatnya bukan merupakan pelajaran hafalan, namun pelajaran yang
membutuhkan pemahaman dan “imajinasi” yang tinggi yang mampu menjadikan siswa
berakhlakul karimah.Salah satu penyebab pelajaran agama Islam dianggap sebagai
pelajaran yang membosankan yaitu metode yang digunakan belum tepat.
Guru masih menjadi pusat
perhatian siswa di kelas. Sehingga kondisi pembelajaran hanya sebagai transfer
informasi dari guru ke siswa. Metode pembelajaran yang lebih menekankan siswa
untuk berdiskusi, curah gagasan, ekspresi karya sebagai implementasi pemahaman
siswa terhadap materi yang disampaikan juga belum pernah dilakukan.
Kondisi di atas
dipengaruhi oleh faktor guru dan faktor siswa. Faktor guru adalah guru belum
menyadari bahwa setiap siswa memiliki intelegensi yang berbeda. Setiap
intelegensi tersebut menginginkan gaya belajar yang sesuai dengan karakteristik
intelegensinya masing-masing. Misalnya seorang siswa yang mempunyai intelegensi
natural/alam lebih senang dan cepat menguasai materi apabila sistem pengajaran
menggunakan media alam. Dari hal tersebut di atas karena minimnya guru dalam
pengetahuan tersebut maka terkesan metode yang digunakan adalah metode
tradisional seperti ceramah, menyimak buku pelajaran dan membaca. Dari metode
ini dapat dilihat bahwa hanya menfasilitasi satu intelegensi saja. Maka dari
itu tidak heran jika siswa tidak berminat karena pembelajaran tidak menarik
bagi siswa dan sudah biasa. Faktor siswa sendiri terkadang mereka tidak
menyadari bahwa dalam setiap diri manusia memiliki potensi kecerdasan. Dan dari
potensi kecerdasan inilah sebagai modal untuk kelanjutan hidupnya. Namun dengan
sistem pendidikan yang masih belum bisa menfasilitasi keberagaman potensi
tersebut maka siswa larut mengikuti sistem yang ada, yaitu belajar untuk memperoleh
nilai dan prestasi tetapi tidak belajar untuk meningkatkan minat dalam belajar.
Maka dari itu perlu
ditindaklanjuti dengan mengimplementasikan teori Multiple Intellegences pada
mata pelajaran agama Islam dan diharapkan menjadi pelajaran yang menyenangkan
sehingga prestasi belajar meningkat.
Sebagai tindak lanjut dari
makalah ini, penulis memberikan saran dan rekomendasi
sebagai berikut:
1.
Bagi Dinas Pendidikan
TerkaitMengadakan pendidikan dan pelatihan bagi pendidik untuk mensosialisasikan Theory Multiple Intelligence
2.
Bagi Yayasan,hendaknya PembinaMemberikan
dukungan dan bantuan agar bisa dilakukan penelitian studi kasus/tindakan kelas
untuk mengeksplorasi permasalahan yang muncul di lapangan.
3.
Bagi PendidikSelalu melakukan
inovasi pembelajaran untuk mengembangkan multi talenta peserta didiknya.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian pada bab pembahasan, maka dapat penulis tarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Ø
Kecerdasan adalah kemampuan untuk
mengetahui, mempelajari, menganalisis sebuah keadaan dan menggunakan nalar
untuk mengambil sebuah jalan bagi keadaan yang dihadapinya.
Ø Jenis-Jenis KecerdasanMultiple Intelligence, yaitu: (1) kecerdasan
verbal, (2) kecerdasan visual, (3) kecerdasan logis-matematis, (4) kecerdasan
musikal, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), (7) kecerdasan
interpribadi (interpersonal). (8) Kecerdasan naturalis, (9) Kecerdasan
Eksistensial, (10) Kecerdasan
Spiritual. Dan (11) Kecerdasan Ruhaniah/Qalbiyah ( Kecerdasan Ikhbat, Kecerdasan Zuhud,
dsb)
Ø Cara
Pengembangan Multiple Intelligence: Kecerdasan anak akan berkembang
secara optimal bila difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi
pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah: (1) dimulai dari anak, (2)
pengembangan suasana belajar yang positif atau kondusif, (3) penyiapan
lingkungan pembelajaran, (4) perencanaan dan aktivitas belajar yang
terstruktur, (50 pengadaan nara sumber, dan (6) mengadakan observasi kepada
anak.
Ø Gaya/ Metode pembelajaran dengan pendekatan Multiple Intelligences dalam pembelajaran PAI dapat
diimplementasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah: Metode Mind mapping (peta pemikiran), MetodeBrainstorming, Diskusi/ Sharing,
Tanyajawab dst.
DAFTAR
PUSTAKA
Amstrong,
Thomas. 2002.Sekolah Para Juara (Terjemahan Yudhi Murtanto),
Bandung : Kaifa
Anonim. 2010. Pandangan
Islam Mengenai Kecerdasan. Diakses melalui http://psikologiuhuy.wordpress.com/2010/05/26/pandangan-islam-mengenai-kecerdasan/. Pada tanggal 18 November 2014 pukul 15:17 WIB.
Gunawan, Adi W. 2003.Genius Learning, Strategi petunjuk Praktis
untuk Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mujid, Abdul, dkk. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam.Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada.
Poerwadarminta, WJS. 1976.Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Purwati, Eny.Ringkasan
Disertasi Model Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences,
Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011. Diakses melalui
http://wwwrumahbacakita.blogspot.com/2013/01/pendidikan-islam-berbasis-multiple.html.
Pada tanggal 18 November 2014, pukul 14:39 WIB.
Sagala, Syaiful. 2005.Konsep dan Makna Pembelajaran,Bandung
: Alfabeta.
Saputra, Alfa.
2010. Pengembangan Multiple Intelligences melalui Pembelajaran
yang Mendidik.https://alfasaputra.wordpress.com/category/pendidikan/.
Diakses pada tanggal 18 November 2014 Pukul 15:28 WIB.
Suharsono, 2002, Melejitkan IQ, IE, & IS (Jakarta:
Inisiani Press.
Syurfah, Ariany. 2007.Multiple Intelligences For Islamic Teaching.
Bandung: Syamil
Thontowi, Ahmad.Hakikat Kecerdasan Spiritual. Diakses
melalui http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kecerdasanspiritual.pdf. Pada tanggal 18 November 2014 Pukul 15:13 WIB.
[1]Abdul Mujid, M.Ag,
dkk. Nuansa-nuansa Psikologi Islam.
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001). Hal.317
[2]Suharsono, Melejitkan IQ, IE, & IS (Jakarta:
Inisiani Press, 2002). Hal: 15
[3]WJS Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia.
(Jakarta : Balai Pustaka,1976), hal: 201
[4]Adi W Gunawan, Genius Learning, Strategi petunjuk
Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2003) Hal: 216-217
[5]Eny Purwati, Ringkasan
Disertasi Model Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya:
Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011. Diakses
melalui
http://wwwrumahbacakita.blogspot.com/2013/01/pendidikan-islam-berbasis-multiple.html.
Pada tanggal 18 November 2014, pukul 14:39 WIB.
[6]Drs.H.Ahmad Thontowi. Hakikat Kecerdasan Spiritual.
Diakses melalui http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kecerdasanspiritual.pdf. Pada tanggal 18 November 2014 Pukul 15:13 WIB.
[7]Anonim.
2010. Pandangan Islam Mengenai Kecerdasan. Diakses melalui http://psikologiuhuy.wordpress.com/2010/05/26/pandangan-islam-mengenai-kecerdasan/. Pada
tanggal 18 November 2014 pukul 15:17 WIB.
[8] Alfa Saputra. 2010. Pengembangan Multiple Intelligences melalui Pembelajaran yang Mendidik. https://alfasaputra.wordpress.com/category/pendidikan/. Diakses pada tanggal 18 November 2014 Pukul 15:28 WIB.
[10]Ibid,.
[11]Ariany Syurfah, Multiple Intelligences For Islamic
Teaching (Bandung: Syamil.,2007). hal: xi-xii
[12] Syaiful Sagala, Konsep
dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2005), hlm. 23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar