Minggu, 19 April 2015

MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN KEBUDAYAAN ISLAM

MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN KEBUDAYAAN ISLAM



BABI
PENDAHULUAN
Secara umum studi Islam bertujuan untuk menggali kembali dasar-dasar dan pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana yang ada dalam sumber dasarnya yang bersifat hakiki,  universal dan dinamis serta abadi (eternal), untuk dihadapkan atau dipertemukan dengan budaya dan dunia modern,agar mampu memberikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Dengan tujuan tersebut, maka studi Islam akan menggunakan cara pendekatan yang sekiranya relevan.[1]
Memahami suatu agama diperlukan berbagai pendekatan diantaranya melalui pendekatan teologis normatif, antopologis, sosiologis, historis, filosofis, dan kebudayaan. Hal itu dilakukan agar melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya , tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat dan tidak fungsional.[2]
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai salah satu dari pendekatan tesebut, yakni Pendekatan Kajian Kebudayaan Islam. Dengan sub-sub masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1.      Pengertian dan Unsur-Unsur Kebudayaan
2.      Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama
3.      Islam dan Budaya Indonesia
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini, agar dapat menjadi referensi bagi rekan-rekan pembaca dalam memahami dan memaknai mengenai Pendekatan kajian kebudyaan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada tiga istilah yang semakna dengan kebudayaan, yaitu culture, civilization, dan kebudayaan. Term kultur berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata cultura. Arti kultur adalah memelihara, mengerjakan atau mengolah (S. Takdir Alisyahbana, 1986: 205). Soerjono Soekanto (1993: 188) mengungkapkan hal yang sama. Namun ia menjelaskan lebih jauh bahwa yang dimaksud dengan mengolah atau mengerjakan sebagai arti kultur adalah mengolah tanah atau bertani. Atas dasar arti yang dikandungnya, kebudayaan kemudian dimaknai sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.[3]
Istilah kedua yang semakna atau hampir sama dengan kebudayaan adalah sivilisasi. Sivilisasi (civilization) berasal dari kata Latin, yaitu civis. Arti kata civis adalah warga negara (civitas: negara kota, dan civilitas: kewarganegaraan). Oleh karena itu, S.Takdir Alisyahbana (1986: 206) menjelaskan bahwa sivilisasi berhubungan dengan kehidupan kota yang lebih progresif dan lebih halus. Dalam Bahasa Indonesia , peradapan dianggap sepadan dengan civilization.
Berikut beberapa pengertian kebudayaan menurut S.Takdir Alisyahbana (1986: 207-8) :[4]
-          Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
-          Kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi.
-          Kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia.
-          Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan.
-          Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia.
-          Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.


Unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai berikut :[5]
-          Sistem norma yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
-          Organisasi ekonomi.
-          Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan
-          Organisasi kekuatan.

Dengan istilah teknis yang berbeda tetapi sama dari segi substansi, sambil mengutip pendapat Herskovits, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964) mengajukan empat unsur kebudayaan, yaitu technological equipment (alat-alat teknologi),  economic system (sistem ekonomi),  family (keluarga, dan political control (kekuasaan politik).
Di samping itu, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal (cultural universal), karena dapat dijumpai pada setiap kebudayaan yang ada di dunia ini. C. Kluckhohn, seorang antropolog, telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai hal itu yang disederhamanakan menjadi tujuh. Tujuh unsur yang dianggapnya sebagai cultural universal adalah sebagai berikut:
-          Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan alat-alat transportasi).
-          Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi).
-          Sitem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan).
-          Bahasa (lisan dan tulisan).
-          Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak).
-          Sistem pengetahuan.
-          Religi (sistem kepercayaan).

Kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Berbagai kekuatan yang dihadapi manusia seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lainnya tidak selalu baik baginya. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat. Teknologi paling sedikit meliputi tujuh unsur, yaitu alat-alat produktif, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung, dan alat-alat transportasi.

B.     Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama 
Konsep mengenai kebudayaan yang dikemukakan seperti tersebut diatas itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendata dan mengkaji serta memahami agama. Bila agama dilihat dengan menggunakan kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai kebudayaan; yaitu: sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh para warga masyarakat tersebut. Agama dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang menjadi ciri dari kebudayaan.
Pada waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan maka yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal; yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut.
Bila agama telah menjadi bagian dari kebudayaan maka agama juga menjadi bagian dari nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian, maka berbagai tindakan yang dilakukan oleh para warga masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kehidupan mereka dalam sehari-harinya juga akan berlandaskan pada etos agama yang diyakini. Dengan demikian, nilai-nilai etika dan moral agama akan terserap dan tercermin dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut. Sebaliknya, bila yang menjadi inti dan yang hakiki dari kebudayaan tersebut adalah nilai-nilai budaya yang lain, maka nilai-nilai etika dan moral dari agama yang dipeluk oleh masyarakat tersebut hanya akan menjadi pemanis mulut saja atau hanya penting untuk upacara-upacara saja.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama. Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya. Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.

C.    Islam dan  Budaya  Indonesia
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam diIndonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya  Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al-Qur’an), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam.
Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjid-masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat  ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu.[6]
Peninggalan Islam yang dapat kita saksikan hari ini merupakan perpaduan antara kebudayaan Islam dan kebudayaan setempat. Hasil-hasil kebudayaan yang bercorak Islam dapat kita temukan antara lain dalam bentuk bangunan (masjid, makam) dan seni :
a.      Peninggalan dalam Bentuk Bangunan
Bangunan yang menjadi ciri khas Islam antara lain ialah masjid, istana/keraton, dan makam (nisan) :[7]
1.      Masjid
Masjid merupakan tempat salat umat Islam. Masjid tersebar di berbagai daerah. Namun, biasanya masjid didirikan pada tepi barat alun-alun dekat istana. Alun-alun adalah tempat bertemunya rakyat dan rajanya. Masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk Illahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat. Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam. Namun, yang merupakan ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia umumnya atap yang bersusun, makin ke atas makin kecil, dan tingkatan yang paling atas biasanya berbentuk limas. Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang terbuka. Dengan demikian, masjid denganbentuk seperti ini mendapat pengaruh dari Hindu-Budha. Beberapa di antara masjid-masjid khas Indonesia memiliki menara, tempat muadzin menyuarakan adzan dan memukul bedug. Contohnya menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip dengan bale kul-kul di Pura Taman Ayun. Kul-kul memiliki fungsi yang sama dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai berbagai hal berkaitan dengan kegiatan suci atau yang lain dengan dipukulnya kul-kul dengan irama tertentu.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, dapat kita lihat antara lain pada beberapa masjid berikut :
o   Masjid Banten (bangun beratap tumpang)
o   Masjid Demak (dibangun para wali)
o   Masjid Kudus (memiliki menara yang bangun dasarnya serupa meru)
o   Masjid Keraton Surakarta, Yogyakarta, Cirebon (beratap tumpang)
o   Masjid Agung Pondok Tinggi (beratap tumpang)
o   Masjid tua di Kotawaringin, Kalimantan Tengah (dibangun ulama penyebar siar pertama di Kalteng)
o   Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Deli (dibangun zaman Sultan Iskandar Muda)
2.      Makam dan Nisan
Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Makam yang terkenal antara lain makam para anggota Walisongo dan makam raja-raja.
Pada makam orang-orang penting atau terhormat didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat indah dan megah. Misalnya, makam Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan besar yang lain.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat kita lihat antara lain pada beberapa makam berikut.
o   Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid Azisi, Langkat)
o   Makam Walisongo
o   Makam Imogiri (Yogyakarta)
o   Makam Raja Gowa
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat kita lihat antara lain pada beberapa nisan berikut :
o   Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
o   Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh yang berangka tahun 696 Hijriah (!297 M);
o   Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan Hasanuddin;
o   Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana Syah; dan
o   Batu nisan di Troloyo dan Trowulan.

b.      Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni
Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul). Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi. Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab. Syair banyak dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir. Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.
Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti.
Adapun kitab-kitab peninggalan Islam antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.[8]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø  Ada tiga istilah yang semakna dengan kebudayaan, yaitu culture, civilization, dan kebudayaan. Term kultur berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata cultura. Arti kultur adalah memelihara, mengerjakan atau mengolah.
Ø  Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
Ø  Tujuh unsur cultural universal adalah sebagai berikut:
o   Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan alat-alat transportasi).
o   Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi).
o   Sitem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan).
o   Bahasa (lisan dan tulisan).
o   Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak).
o   Sistem pengetahuan.
o   Religi (sistem kepercayaan).
Ø  Pendekatan Kajian Kebudayaan Islam : Agama dilihat dan diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang menjadi ciri dari kebudayaan.
Ø  Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam diIndonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya  Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya. Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal. Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan yang bercorak Islam dapat kita temukan antara lain dalam bentuk bangunan (masjid, makam) dan seni.

DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Prof. Dr, dkk , 2005. Kawasan dan wawasan studi Islam , Jakarta: Prenada media.
Akhmad Taufik, 2004.  Metodologi Studi Islam , Malang: Bayumedia Publishing
Atang, Abd. Hakim, 1999.  Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hakim, Atang Abd, Drs, Jaih Mubarok, 1999. Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet 1.
Afand. 2014 Peningggalan-Peninggalan Sejarah Bercorak Islam. Diakses dari : http://afand.cybermq.com/post/detail/2259/peninggalan-peninggalan-sejarah-bercorak-islam\. Pada tanggal 8 Desember 2014 Pukul 14:52 WIB.


[1] Muhaimin, Prof. Dr, dkk ,Kawasan dan wawasan studi Islam , Jakarta: Prenada media, 2005. hal 12
[2] Akhmad Taufik, Metodologi Studi Islam , Malang: Bayumedia Publishing, 2004. hal 13
[3] Atang, Abd. Hakim, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999. hal 27-29
[4] Ibid hal 31
[5] Hakim, Atang Abd, Drs, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999, hal 43, cet 1.
[6] Ibid. Hal 32-35.
[7] Afand. 2014 Peningggalan-Peninggalan Sejarah Bercorak Islam. Diakses dari : http://afand.cybermq.com/post/detail/2259/peninggalan-peninggalan-sejarah-bercorak-islam\. Pada tanggal 8 Desember 2014 Pukul 14:52 WIB.
[8] Afand. 2014 Peningggalan-Peninggalan Sejarah Bercorak Islam. Diakses dari : http://afand.cybermq.com/post/detail/2259/peninggalan-peninggalan-sejarah-bercorak-islam\. Pada tanggal 8 Desember 2014 Pukul 14:52 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar