Minggu, 19 April 2015

MAKALAH PASCA PENDEKATAN KAJIAN KEILMUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TIMUR TENGAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Keberadaan agama dalam masyarakat telah mendorong lahirnya banyak kajian tentang agama. Kajian-kajian tentang agama berkembang bukannya karena agama ternyata tak dapat dipisahkan dari realitas sosial, tetapi ternyata realitas keagamaan berperan besar dalam perubahan sosial dan transformasi sosial.
            Salah satu tema yang menarik bagi para ilmuan pengkaji ilmu keislaman adalah dengan pendekatan studi, termasuk studi pendekatan wilayah yang Melirik pada perkembangan politik, sejarah dan budaya sangat dinamis.
Studi Wilayah sebagai sebuah disiplin imu mencoba memahami latar belakang budaya, cara hidup, cara pikir, dan ciri khas masing-masing wilayah/region, agar dapat bisa diambil sikap atau antisipasi, terutama di era globalisasi, yang telah meruntuhkan sekat-sekat kewilayahan.
Maka dalam pembahasan makalah ini, kita akan melihat studi Islam dalam pendekatan wilayah  di Timur Tengah yang penduduknya mayoritas pemeluk Islam.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih bagi khazanah keilmuan kita. Aamiin.

B.     Batasan Masalah
1.      Pengertian, latar belakang dan perkembangan studi wilayah
2.      Pendekatan kajian keilmuan pendidikan Islam di Timur Tengah
3.      Kajian Keilmuan pendidikan Islam di Turki






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian, Latar Belakang dan Perkembangan Studi Wilayah
Studi wilayah (area studies) terdiri dari dua kata, yakni area dan studi. Area mengandung arti “region of the earth’s surfaces”,[1] artinya adalah: daerah permukaan bumi. area juga bermakna: luas, daerah kawasan setempat dan bidang.[2] Sedangkanstudi  mengandung pengertian “devotion of time and thought to getting knowledge”,[3] artinya adalah pemanfaatan waktu dan pemikiran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Studi juga mengandung pengertian “something that attracts investigation”[4] yakni sesuatu yang perlu untuk dikaji.
Studies adalah bentuk jamak dari studi, kata ini menunjukkan bahwa kajian yang dilakukan terhadap sebuah wilayah tidak hanya terbatas pada suatu bidang kajian, melainkan terdiri dari berbagai bidang. Secara terminologi studi wilayah adalah pengkajian yang digunakan untuk menjelaskan hasil dari sebuah penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah dimana masalah tersebut terjadi.[5]
Setelah nabi Muhammad saw. wafat, dominasi Islam atas Jazirah Arab sudah sedemikian luas. Hal itu merupakan permulaan dari pencapaian peradaban Islam. Rencana penaklukkan yang direncakanan nabi Muhammad saw. dianggap merupakan wasiat yang harus dijalankan oleh para sahabat, maka adalah hal yang wajar bila ekspansi ini terus dijalankan oleh para sahabat sepeninggal beliau. Dalam waktu yang relatif singkat, yakni pada masa pemerintahan Abu Bakar ra. dan Umar ra. wilayah Islam sudah mencapai Yaman, Oman, Bahrain, Iraq bagian Selatan, Persia, Syiria, Pantai Laut Tengah dan Mesir. Perluasan wilayah ini kemudian dilanjutkan oleh Utsman ra. hingga ke Sijistan, Khurasan, Azzerbijan, dan Armenia.
Pada perkembangan berikutnya, tekanan Islam terhadap daerah-daerah Barat semakin intens. Sebuah peristiwa penting terjadi pada 751 dimana pasukan muslim berhasil menaklukkan semenanjung Iberia, Sisilia, dan Andalusia, bahkan penaklukkan tersebut berlanjut hingga Pyneress menuju daerah Prancis Selatan.[6]
Pasukan yang menaklukkan Andalusia didominasi oleh kaum muslimin, sehingga kekuatan muslimpun disadari oleh penganut agama Kristen yang berada di wilayah Barat.
Pada tahun 1236 M, kekuatan gabungan gereja Spanyol mengambil alih kembali Cordova dan disusul dengan Sevilla pada tahun 1248 M. Granada dibawah kekuasaan Bani Ahmar dapat bertahan kurang lebih dua abad lamanya sebelum akhirnya juga jatuh.
Sejak saat itu, serangan kaum Kristen untuk menaklukkan wilayah yang dikuasai oleh kaum muslimin semakin gencar. Dengan dilatar belakangi berbagai tujuan, mereka melakukan pelayaran-pelayaran ke berbagai belahan dunia untuk memperluas kekuasaan mereka.
Serangkaian penaklukkan yang terjadi tidak hanya bertujuan, baik sengaja ataupun tidak, untuk menguasai wilayah dan aspek-aspek material saja, akan tetapi juga, serangkaian penaklukkan ini dibarengi dengan imperialisme kultural.
Melalui ekspansi politik dan kultural terhadap wilayah-wilayah Islam, maka kajian wilayah menjadi sebuah usaha yang terus digalakkan untuk memahami agama Islam.

B.     Pendekatan Kajian Keilmuan Pendidikan Islam di Timur Tengah
Masyarakat Islam dibangun diatas peradaban Timut Tengah kuno yang telah mapan sebelumnya. Masyarakat Islam berkembang dalam sebuah lingkungan yang sejak masa awal sejarah ummat manusia telah menampilkan dua aspek yang fundamental, yaitu asal-usul dan struktur sejarah yang telah berlangsung.[7]
Garis keturunan keluarga, kekerabatan, komunitas etnis terus berlanjut seperti semula sekalipun telah terjadi kesejarahan. Ekologi regional berlangsung dengan didasarkan pada komunitas petani dan perkotaan, dan ekonomi dijalankan diatas basis pemasaran dan pertukaran uang. Bentuk-bentuk dasar organisasi negara, termasuk administrasi birorasi, pola kehidupan keagamaan yang berlaku sebelumnya difokuskan kepada keyakinan yang bersifat universal dan transendental.
Perjalanan panjang Islam di Timur Tengah berlangsung sekitar 622 sampai 1002 M, yang berlangsung dalam tiga fase.[8] Fase pertama adalah fase penciptaan sebuah komunitas baru yang bercorak Islam di Arabia sebagai hasil dari transformasi wilayah pemikiran dengan sebuah masyarakat kekerabatan yang telah berkembang sebelumnya menjadi sebuah tipe monotheistik Timur Tengah.
Fase ke-dua adalah fase penaklukkan Timur Tengah oleh masyarakat Arab Muslim yang baru terbentuk tersebut, dan mendorong kelahiran sebuah imperium dan kebudayaan Islam (selama periode ke-khalifahan yang pertama sampai tahun 945 M).
Fase ketiga adalah fase kesultanan (945-1200 M). pada fase pola dasar kultural dan institusional dari era khilafah berubah menjadi pola-pola negara dan institusi Islam.
Dalam fase pertama, dapat difahami bahwa fase tersebut merupakan fase kelahiran Islam pertama dalam masyarakat ke-sukuan. Pada fase ke-dua adalah memandang Islam sebagaimana ia menjadi agama dari sebuah negara kerjaan dan kalangan elit perkotaan. Sedangkan fase ke-tiga, nilai-nilai Islam ternyata telah mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah.
Penyatuan beberapa wilayah seperti bagian Sasania dan Bizantium di Timur Tengah menjadi sebuah pemerintahan, beberapa halangan politis dan strategis perdagangan menjadi hilang, dan sebuah fondasi utama untuk kebangkitan perdagangan telah terhampar.
Selanjutnya sungai Eufrat yang membatasi antara Persia dan wilayah Bizntium telah musnah dan Transxonia untuk pertamakalinya dalam sejarah disatukan dalam imperium Timut Tengah. Dunia perdagangan semakin maju mengilhami ekspansi Arab ke Asia Tengah dan India, da pengembangan kota-kota di Syiria utara, Iran, Iraq, Basra dan belakangan Baghdad menjadi pusat perdagangan dunia.[9]
Arab Saudi yang merupakan tempat tumbuhnya Islam pertama kali, gejolak politik yang terjadi selalu sejalan dengan perkembangan keislaman di kawasan ini. Sa’udiyyun (keuarga sa’ud) yang menjadi nenek moyang keluarga Sa’udiyyan yang berkuasa sekarang telah berdiri sejak 1446 M dan menetap di Wadi Hanifah.
Setelah melalui tujuh generasi, Sa’ud ibnu Mukram memerintah al-Dariyah. Peletak dasar keamiran bagi keluarga Sa’udiyyah adalah anaknya yang bernama Sa’ud Ibnu Muhammmad Ibnu Mukran (1724-1765 M). Oleh karena itu tempat mereka setelah berkembangnya disebut al-Dar’iyyah.[10] Setelah beberapa saat, kekuasaan mereka semakin berkembang, maka inilah yang menjadi cikal bakal kerajaan Arab Saudi yang ada sekarang.
Sosok Muhammad ibnu Wahab yang dikenal memiliki pemikiran yang berpengaruh di Saudi Arabia sampai saat ini, awalnya ia pergi ke Basrah, al-Ahsa, Huramailah dan Uyainah. Disetiap kota itu pula ia selalu mendapat cacian hingga akhirnya ia pergi ke al-Dar’iyyah yang kemudian ia medapatkan sambutan sejumlah orang, termasuk amirnya ketika itu Muhammad Ibnu Sa’ud Ibnu Muqran II. Disinilah Muhammad Ibnu Abdul wahab menyampaikan dakwahnya tentang hakikat tauhid.
Sepintas pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahab dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Taimiyah, yaitu sebagai berikut:
1.      Pemahaman terhadap Al-Kitab dan Al-Sunnah yang dipahami berdasarkan metodologi Salaf as-Shalih. Ia berpandangan bahwa Al-Kitab dan Al-Sunnah bukan hanya sekedar berita saja sebagaimana diperkirakan orang-orang dari ahli kalam, hadis, fiqih, dan tasauf tetapi sebagai dalil dan petunjuk jalan bagi makhluk dan dalil yang tegas bagi dasar-dasar agama.
2.      Ketauhidan sangat diperhatikan meliputi zat, sifat dan ibadah makhluk terhadap tuhan, berupa an la na’buda Allah wa lanusyrika bihi siwahu.Oleh karena itu, doa merupakan bagian dari ibadah yang tidak boleh meminta kepada sesame makhluk yang sudah mati.
3.      Rasul Allah Saw tidak melebih-lebihkan, tetapi cukup sebagai petunjuk saja. Dibolehkan menziarahi kuburnya, tetapi tidak boleh untuk meminta-minta.[11]

C.    Kajian Keilmuan Pendidikan Islam di Turki.
1.      Penyebaran Bangsa Turki.
Turki merupakan wilayah kebudayaan Islam yang sangat luas dan beraneka ragam yang meliputi banyak etnik dan wilayah termasuk memainkan berbagai variasi lokal yang sangat menonjol, terutama di wilayah-wiayah eropa yang kelak meninggalkan jejak sejarah etnik dan agama yang sangat panjang.[12]
Namun jika melacak pada pada proses pembentukan awal sejarah kebudayaan Turki, tradisi Persia adalah bagian terpenting yang harus dibicarakan. Komunikasi antara orang-orang Turki dengan Persia telah terjadi sejak zaman Sassania, terutama dengan bangsa Iran sebagai wilayah tetangganyanya dan tampaknya hampir tidak mungkin kebudayaan Islam Turki muncul dalam panggung sejarah tanpa ditopang dan diakumulasi oleh Tradisi Islam Persia, terutama pada priode pertengahan dan priode-priode akhir masa kekuasaan Abbasiyah.

2.      Islamisasi Bangsa Turki.
Kontak mereka dengan dunia Islam sebenarnya telah terbentuk sejak abad ke-7 M, ketika penaklukan-penaklukan orang Arab terhadap wilayah-wilayah Asia Tengah khususnya Transoxania, terutama saat penaklukan wilayah-wilayah pegunungan pamir dan T’ien-Shan. Saat tentara-tentara Arab melewati Kaukasus, telah terjalin komunikasi terutama dengan orang-orang turki Khazars dilembah Volga dan banyak diantara mereka menerima Islam secara damai.[13]
Islamisasi selanjutnya diteruskan oleh para sufi hingga abad ke-16 M dimana orang-orang Turki Eresia yang semula penganut Samanisme, Budhisme, Maniceanisme bahkan Nasrani, seluruhnya akhirnya menjadi komponen penting bagi dunia Islam.
Sebelum era modernisasi yang digulirkan oleh Ataturk, Turki dalam waktu yang relative lama berada dibawah kekuasaan salah satu Kekhalifahan terbesar dalam Islam yaitu Daulah Utsmaniyah. Selama beratus tahun mereka menjadi bangsa yang terkemuka di Dunia Islam, sehingga ini menandakan sebuah indikasi bahwa betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat Turki. Secara praktis, setiap orang yang bertempat tinggal di Turki adalah orang Turki, tetapi secara kebudayaan orang Turki adalah hanya orang Muslim.[14]

3.      Pemikiran ke-Islaman di Turki.
Jika berbicara Turki memang nyaris tidak bisa dipisahkan dari sosok Ataturk. Sejak terpilih sebagai Presiden Pertama Republik Turki, pasca tumbangnya khalifah Utsmaniyah, Mustafa Kemal Ataturk menjadikan agama hanya sebagai kekuatan moral dan bukan sebagai kekuatan politik.[15] Perubahan arah politik inilah yang kelak menjadikan Islam di Turki sebagai Negara yang berpenduduk Muslim, tetapi hidup dengan cara modern.
Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan yang intinya berupaya meningkatkan masyarakat Turki pada masyarakat kontemporer modern diantara kebijakan itu adalah:
a.       Undang-undang tentang unifikasi dan sekularisasi pendidikan pada tanggal 3 Maret 1924,
b.      Undang-undang tentang kopiyah tanggal 25 November 1925,
c.       Undang-undang tentang pemberhentian petugas jamaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman tanggal 30 November 1925,
d.      Peraturan Sipil tentang perkawinan, Tanggal 17 Februari 1926,
e.       Undang-undang penghapusan huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan arab, Tanggal 1 November 1928, dan
f.       Undang-undang tentang larangan menggunakan pakaian asli, Tanggal 13 Desember 1934.[16]
Amin Abdullah[17] mengatakan bahwa hingga saat sekarang ini, tidak hanya partai politik yang berbau agama, tetapi juga organisasi-organisasi keagamaan masih dilarang di Turki. Namun anehnya, di negara sekuler itu mereka mempunyai “dianet isleri” (kantor urusan agama) yang bernaung dibawah menteri negara.
Dengan kondisi seperti ini, para generasi muda Turki merasa bosan dan tidak puas, akhirnya mereka beralih menggunakan “media cetak” sebagai sarana lalu-lintas dan penyampaian pesan kepada masyarakat.
Muncul beberapa penerbitan keagamaan yang memiliki ciri-ciri arus pemikiran yang berbeda, seperti:
a.       Penerbitan yang disponsori Dianet Islery yang memiliki ciri Islam negara.
b.      Penerbitan yang disponsori tarekat kuno.
c.       Penerbitan yang disponsori tarekat baru.[18]
d.      Penerbitan yang disponsori oleh kaum fundamentalis.




















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya, maka dapat penulis buat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Ø  Secara terminologi studi wilayah adalah pengkajian yang digunakan untuk menjelaskan hasil dari sebuah penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah dimana masalah tersebut terjadi.
Ø  Melalui ekspansi politik dan kultural terhadap wilayah-wilayah Islam, maka kajian wilayah menjadi sebuah usaha yang terus digalakkan untuk memahami agama Islam.
Ø  Perjalanan panjang Islam di Timur Tengah berlangsung sekitar 622 sampai 1002 M, yang berlangsung dalam tiga fase: Dalam fase pertama, dapat difahami bahwa fase tersebut merupakan fase kelahiran Islam pertama dalam masyarakat ke-sukuan. Pada fase ke-dua adalah memandang Islam sebagaimana ia menjadi agama dari sebuah negara kerjaan dan kalangan elit perkotaan. Sedangkan fase ke-tiga, nilai-nilai Islam ternyata telah mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah.
Ø  Sejak terpilih sebagai Presiden Pertama Republik Turki, pasca tumbangnya khalifah Utsmaniyah, Mustafa Kemal Ataturk menjadikan agama hanya sebagai kekuatan moral dan bukan sebagai kekuatan politik. Perubahan arah politik inilah yang kelak menjadikan Islam di Turki sebagai Negara yang berpenduduk Muslim, tetapi hidup dengan cara modern.

B.     Saran
Islam berkembang melalui proses perjalanan sejarah yang panjang dan kultur yang berbeda melihat dimana Islam itu berkembang. Perbedaan latar belakang sejarah dan budaya mempunyai ukuran yang sama tentang ke-Islaman. Di Timur Tengah, tempat lahir dan tumbuhnya Islam pertama kali. Dalam perjalan historinya Islam dikembangkan dengan ekspansi kewilayah-wilayah yang ada dikawasan tersebut. sedangkan di Indonesia sebagai mayoritas berpenduduk muslim terbanyak didunia saat ini, isam masuk ke kawasan ini tidak dengan ekspansi, malah dengan cara yang sangat lunak (aktifitas perdagangan dan sufi atau Tariqat) .
Maka wajar saja jika pandangan agama dapat berubah dan dibenarkan berbeda karena perbedaan waktu, zaman, lingkungan, situasi dan sasaran serta tradisi yang sesuai dengan suatu kaidah, hal ini merupakan sesuatu yang lazim.
Studi ke-Islaman di wilayah-wilayah secara objektiv akan menghasilkan pandangan dan aplikasi Islam yang benar dan tidak harus sama dengan apa yang dilakukan dan diterapkan di wilayah lainnya. Oleh karena itu, sangat didambakan untuk munculnya pusat-pusat studi Islam untuk dapat menyahuti persoalan yang terus berkembang di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, Studi Agama Normativitas Atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Hornby, A. S., Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford University Press, 1986.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, jil. I.  Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1999.
Madjid, Nurcholish, Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina, 1977.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1999.
Salim, Peter, Webster’s New World Dictionary . Jakarta: Modern English Press, t.th.
Smith, I. Jane,  Islam di Amerika, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005
Thahir, Ajid, Perkembnagan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2004
Thahir, Ajid, Studi Kawasan Dunia Isam, Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik,Jakarta: 2009.

















[1] A. S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Oxford: Oxford University Press, 1986), h. 40.
[2] Peter Salim, Webster’s New World Dictionary (Jakarta: Modern English Press, t.th) h. 31.
[3] Hornby, Oxford. H. 859.
[4] Ibd.
[5] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h. 142.
[6] Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam (Jakarta: Paramadina, 1977) h. 10.
[7] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, jil. I (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1999) h. 3.
[8] Ibid. h. 14.
[9] Ibid. h. 68.
[10] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2004, h. 230
[11] Ibid, 233
[12] Ajid Thahir, Studi Kawasan Dunia Isam, Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, Jakarta: Raja grafindo Persada, 2009, h. 223
[13] Ibid, h, 224
[14] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, h. 218
[15] Jane I. Smith, Islam di Amerika, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 65
[16] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban, h. 224-225
[17] Untuk kajian lebih lanjut baca Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historisitas(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) h. 183.
[18] Ibid.  h. 184.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar