BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan agama dalam masyarakat telah mendorong
lahirnya banyak kajian tentang agama. Kajian-kajian tentang agama berkembang
bukannya karena agama ternyata tak dapat dipisahkan dari realitas sosial,
tetapi ternyata realitas keagamaan berperan besar dalam perubahan sosial dan
transformasi sosial.
Salah
satu tema yang menarik bagi para ilmuan pengkaji
ilmu keislaman adalah dengan pendekatan studi, termasuk studi pendekatan wilayah
yang Melirik pada perkembangan politik, sejarah dan budaya sangat dinamis.
Studi Wilayah sebagai sebuah disiplin imu mencoba
memahami latar belakang budaya, cara hidup, cara pikir, dan ciri khas
masing-masing wilayah/region, agar dapat bisa diambil sikap atau antisipasi,
terutama di era globalisasi, yang telah meruntuhkan sekat-sekat kewilayahan.
Maka dalam pembahasan makalah ini, kita akan melihat
studi Islam dalam pendekatan wilayah di
Timur Tengah yang penduduknya mayoritas pemeluk Islam.
Harapan
penulis, semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangsih bagi khazanah keilmuan kita. Aamiin.
B.
Batasan Masalah
1. Pengertian, latar belakang dan perkembangan studi
wilayah
2. Pendekatan kajian keilmuan pendidikan Islam di Timur
Tengah
3. Kajian Keilmuan pendidikan Islam di Turki
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian,
Latar Belakang dan Perkembangan Studi Wilayah
Studi wilayah (area studies) terdiri dari dua kata, yakni area dan studi. Area
mengandung arti “region of the earth’s surfaces”,[1] artinya
adalah: daerah permukaan bumi. area juga bermakna: luas, daerah kawasan
setempat dan bidang.[2] Sedangkanstudi mengandung
pengertian “devotion of time and thought to getting knowledge”,[3]
artinya adalah pemanfaatan waktu dan pemikiran untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Studi juga mengandung pengertian “something
that attracts investigation”[4]
yakni sesuatu yang perlu untuk dikaji.
Studies adalah bentuk jamak dari studi, kata
ini menunjukkan bahwa kajian yang dilakukan terhadap sebuah wilayah tidak hanya
terbatas pada suatu bidang kajian, melainkan terdiri dari berbagai bidang.
Secara terminologi studi wilayah adalah pengkajian yang digunakan untuk
menjelaskan hasil dari sebuah penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah
dimana masalah tersebut terjadi.[5]
Setelah nabi Muhammad saw. wafat, dominasi Islam atas Jazirah Arab sudah
sedemikian luas. Hal itu merupakan permulaan dari pencapaian peradaban Islam.
Rencana penaklukkan yang direncakanan nabi Muhammad saw. dianggap merupakan
wasiat yang harus dijalankan oleh para sahabat, maka adalah hal yang wajar bila
ekspansi ini terus dijalankan oleh para sahabat sepeninggal beliau. Dalam waktu
yang relatif singkat, yakni pada masa pemerintahan Abu Bakar ra. dan Umar ra.
wilayah Islam sudah mencapai Yaman, Oman, Bahrain, Iraq bagian Selatan, Persia,
Syiria, Pantai Laut Tengah dan Mesir. Perluasan wilayah ini kemudian
dilanjutkan oleh Utsman ra. hingga ke Sijistan, Khurasan, Azzerbijan,
dan Armenia.
Pada perkembangan berikutnya, tekanan Islam terhadap daerah-daerah Barat
semakin intens. Sebuah peristiwa penting terjadi pada 751 dimana pasukan muslim
berhasil menaklukkan semenanjung Iberia, Sisilia, dan Andalusia, bahkan
penaklukkan tersebut berlanjut hingga Pyneress menuju daerah Prancis Selatan.[6]
Pasukan yang menaklukkan Andalusia didominasi oleh kaum muslimin, sehingga
kekuatan muslimpun disadari oleh penganut agama Kristen yang berada di wilayah
Barat.
Pada tahun 1236 M, kekuatan gabungan gereja Spanyol mengambil alih kembali
Cordova dan disusul dengan Sevilla pada tahun 1248 M. Granada dibawah kekuasaan
Bani Ahmar dapat bertahan kurang lebih dua abad lamanya sebelum akhirnya juga
jatuh.
Sejak saat itu, serangan kaum Kristen untuk menaklukkan wilayah yang
dikuasai oleh kaum muslimin semakin gencar. Dengan dilatar belakangi berbagai
tujuan, mereka melakukan pelayaran-pelayaran ke berbagai belahan dunia untuk
memperluas kekuasaan mereka.
Serangkaian penaklukkan yang terjadi tidak hanya bertujuan, baik sengaja
ataupun tidak, untuk menguasai wilayah dan aspek-aspek material saja, akan
tetapi juga, serangkaian penaklukkan ini dibarengi dengan imperialisme
kultural.
Melalui ekspansi politik dan kultural terhadap wilayah-wilayah Islam, maka
kajian wilayah menjadi sebuah usaha yang terus digalakkan untuk memahami agama
Islam.
B. Pendekatan
Kajian Keilmuan Pendidikan Islam di Timur Tengah
Masyarakat Islam dibangun
diatas peradaban Timut Tengah kuno yang telah mapan sebelumnya. Masyarakat
Islam berkembang dalam sebuah lingkungan yang sejak masa awal sejarah ummat
manusia telah menampilkan dua aspek yang fundamental, yaitu asal-usul dan
struktur sejarah yang telah berlangsung.[7]
Garis keturunan keluarga,
kekerabatan, komunitas etnis terus berlanjut seperti semula sekalipun telah
terjadi kesejarahan. Ekologi regional berlangsung dengan didasarkan pada
komunitas petani dan perkotaan, dan ekonomi dijalankan diatas basis pemasaran
dan pertukaran uang. Bentuk-bentuk dasar organisasi negara, termasuk
administrasi birorasi, pola kehidupan keagamaan yang berlaku sebelumnya
difokuskan kepada keyakinan yang bersifat universal dan transendental.
Perjalanan panjang Islam di
Timur Tengah berlangsung sekitar 622 sampai 1002 M, yang berlangsung dalam tiga
fase.[8]
Fase pertama adalah fase penciptaan sebuah komunitas baru yang bercorak Islam
di Arabia sebagai hasil dari transformasi wilayah pemikiran dengan sebuah
masyarakat kekerabatan yang telah berkembang sebelumnya menjadi sebuah tipe
monotheistik Timur Tengah.
Fase ke-dua adalah fase
penaklukkan Timur Tengah oleh masyarakat Arab Muslim yang baru terbentuk
tersebut, dan mendorong kelahiran sebuah imperium dan kebudayaan Islam (selama
periode ke-khalifahan yang pertama sampai tahun 945 M).
Fase ketiga adalah fase kesultanan
(945-1200 M). pada fase pola dasar kultural dan institusional dari era khilafah
berubah menjadi pola-pola negara dan institusi Islam.
Dalam fase pertama, dapat
difahami bahwa fase tersebut merupakan fase kelahiran Islam pertama dalam
masyarakat ke-sukuan. Pada fase ke-dua adalah memandang Islam sebagaimana ia
menjadi agama dari sebuah negara kerjaan dan kalangan elit perkotaan. Sedangkan
fase ke-tiga, nilai-nilai Islam ternyata telah mengubah mayoritas masyarakat
Timur Tengah.
Penyatuan beberapa wilayah
seperti bagian Sasania dan Bizantium di Timur Tengah menjadi sebuah
pemerintahan, beberapa halangan politis dan strategis perdagangan menjadi
hilang, dan sebuah fondasi utama untuk kebangkitan perdagangan telah terhampar.
Selanjutnya sungai Eufrat yang
membatasi antara Persia dan wilayah Bizntium telah musnah dan Transxonia untuk
pertamakalinya dalam sejarah disatukan dalam imperium Timut Tengah. Dunia
perdagangan semakin maju mengilhami ekspansi Arab ke Asia Tengah dan India, da
pengembangan kota-kota di Syiria utara, Iran, Iraq, Basra dan belakangan
Baghdad menjadi pusat perdagangan dunia.[9]
Arab Saudi yang merupakan
tempat tumbuhnya Islam pertama kali, gejolak politik yang terjadi selalu
sejalan dengan perkembangan keislaman di kawasan ini. Sa’udiyyun (keuarga
sa’ud) yang menjadi nenek moyang keluarga Sa’udiyyan yang berkuasa sekarang
telah berdiri sejak 1446 M dan menetap di Wadi Hanifah.
Setelah melalui tujuh
generasi, Sa’ud ibnu Mukram memerintah al-Dariyah. Peletak dasar keamiran bagi
keluarga Sa’udiyyah adalah anaknya yang bernama Sa’ud Ibnu Muhammmad Ibnu
Mukran (1724-1765 M). Oleh karena itu tempat mereka setelah berkembangnya
disebut al-Dar’iyyah.[10] Setelah
beberapa saat, kekuasaan mereka semakin berkembang, maka inilah yang menjadi
cikal bakal kerajaan Arab Saudi yang ada sekarang.
Sosok Muhammad ibnu Wahab yang
dikenal memiliki pemikiran yang berpengaruh di Saudi Arabia sampai saat ini,
awalnya ia pergi ke Basrah, al-Ahsa, Huramailah dan Uyainah. Disetiap kota itu
pula ia selalu mendapat cacian hingga akhirnya ia pergi ke al-Dar’iyyah yang
kemudian ia medapatkan sambutan sejumlah orang, termasuk amirnya ketika itu
Muhammad Ibnu Sa’ud Ibnu Muqran II. Disinilah Muhammad Ibnu Abdul wahab
menyampaikan dakwahnya tentang hakikat tauhid.
Sepintas pemikiran Muhammad
Ibnu Abdul Wahab dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Taimiyah, yaitu sebagai
berikut:
1. Pemahaman terhadap Al-Kitab
dan Al-Sunnah yang dipahami berdasarkan metodologi Salaf as-Shalih. Ia
berpandangan bahwa Al-Kitab dan Al-Sunnah bukan hanya sekedar berita saja
sebagaimana diperkirakan orang-orang dari ahli kalam, hadis, fiqih, dan tasauf
tetapi sebagai dalil dan petunjuk jalan bagi makhluk dan dalil yang tegas bagi
dasar-dasar agama.
2. Ketauhidan sangat diperhatikan
meliputi zat, sifat dan ibadah makhluk terhadap tuhan, berupa an la
na’buda Allah wa lanusyrika bihi siwahu.Oleh karena itu, doa merupakan
bagian dari ibadah yang tidak boleh meminta kepada sesame makhluk yang sudah
mati.
3. Rasul Allah Saw tidak
melebih-lebihkan, tetapi cukup sebagai petunjuk saja. Dibolehkan menziarahi
kuburnya, tetapi tidak boleh untuk meminta-minta.[11]
C.
Kajian Keilmuan Pendidikan Islam di Turki.
1.
Penyebaran Bangsa Turki.
Turki merupakan wilayah
kebudayaan Islam yang sangat luas dan beraneka ragam yang meliputi banyak etnik
dan wilayah termasuk memainkan berbagai variasi lokal yang sangat menonjol,
terutama di wilayah-wiayah eropa yang kelak meninggalkan jejak sejarah etnik
dan agama yang sangat panjang.[12]
Namun jika melacak pada pada
proses pembentukan awal sejarah kebudayaan Turki, tradisi Persia adalah bagian
terpenting yang harus dibicarakan. Komunikasi antara orang-orang Turki dengan
Persia telah terjadi sejak zaman Sassania, terutama dengan bangsa Iran sebagai
wilayah tetangganyanya dan tampaknya hampir tidak mungkin kebudayaan Islam
Turki muncul dalam panggung sejarah tanpa ditopang dan diakumulasi oleh Tradisi
Islam Persia, terutama pada priode pertengahan dan priode-priode akhir masa
kekuasaan Abbasiyah.
2.
Islamisasi Bangsa Turki.
Kontak mereka dengan dunia
Islam sebenarnya telah terbentuk sejak abad ke-7 M, ketika
penaklukan-penaklukan orang Arab terhadap wilayah-wilayah Asia Tengah khususnya
Transoxania, terutama saat penaklukan wilayah-wilayah pegunungan pamir dan
T’ien-Shan. Saat tentara-tentara Arab melewati Kaukasus, telah terjalin
komunikasi terutama dengan orang-orang turki Khazars dilembah Volga dan banyak
diantara mereka menerima Islam secara damai.[13]
Islamisasi selanjutnya
diteruskan oleh para sufi hingga abad ke-16 M dimana orang-orang Turki Eresia
yang semula penganut Samanisme, Budhisme, Maniceanisme bahkan Nasrani,
seluruhnya akhirnya menjadi komponen penting bagi dunia Islam.
Sebelum era modernisasi yang
digulirkan oleh Ataturk, Turki dalam waktu yang relative lama berada dibawah
kekuasaan salah satu Kekhalifahan terbesar dalam Islam yaitu Daulah Utsmaniyah.
Selama beratus tahun mereka menjadi bangsa
yang terkemuka di Dunia Islam, sehingga ini menandakan
sebuah indikasi bahwa betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat
Turki. Secara praktis, setiap orang yang bertempat tinggal di Turki adalah orang Turki, tetapi
secara kebudayaan orang Turki adalah hanya orang Muslim.[14]
3.
Pemikiran ke-Islaman di Turki.
Jika berbicara Turki memang
nyaris tidak bisa dipisahkan dari sosok
Ataturk. Sejak terpilih sebagai Presiden Pertama Republik Turki, pasca
tumbangnya khalifah Utsmaniyah, Mustafa Kemal Ataturk menjadikan agama hanya
sebagai kekuatan moral dan bukan sebagai kekuatan politik.[15]
Perubahan arah politik inilah yang kelak menjadikan Islam di Turki sebagai
Negara yang berpenduduk Muslim, tetapi hidup dengan cara modern.
Mustafa Kemal membuat sejumlah
kebijakan yang intinya berupaya meningkatkan masyarakat Turki pada masyarakat
kontemporer modern diantara kebijakan itu adalah:
a. Undang-undang tentang
unifikasi dan sekularisasi pendidikan pada tanggal 3 Maret 1924,
b. Undang-undang tentang kopiyah
tanggal 25 November 1925,
c. Undang-undang tentang
pemberhentian petugas jamaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman tanggal
30 November 1925,
d. Peraturan Sipil tentang perkawinan, Tanggal 17 Februari 1926,
e. Undang-undang penghapusan
huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan arab, Tanggal 1 November 1928, dan
Amin Abdullah[17] mengatakan bahwa hingga saat sekarang ini, tidak hanya
partai politik yang berbau agama, tetapi juga organisasi-organisasi keagamaan
masih dilarang di Turki. Namun anehnya, di negara sekuler itu mereka mempunyai
“dianet isleri” (kantor urusan agama) yang bernaung dibawah menteri negara.
Dengan kondisi seperti ini,
para generasi muda Turki merasa bosan dan tidak puas, akhirnya mereka beralih
menggunakan “media cetak” sebagai sarana lalu-lintas dan penyampaian pesan
kepada masyarakat.
Muncul beberapa penerbitan
keagamaan yang memiliki ciri-ciri arus pemikiran yang berbeda, seperti:
a. Penerbitan yang disponsori Dianet
Islery yang memiliki ciri Islam negara.
b. Penerbitan yang disponsori
tarekat kuno.
d. Penerbitan yang disponsori
oleh kaum fundamentalis.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada
bab sebelumnya, maka dapat penulis buat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Ø
Secara terminologi studi wilayah adalah
pengkajian yang digunakan untuk menjelaskan hasil dari sebuah penelitian
tentang suatu masalah menurut wilayah dimana masalah tersebut terjadi.
Ø
Melalui ekspansi politik dan kultural terhadap
wilayah-wilayah Islam, maka kajian wilayah menjadi sebuah usaha yang terus
digalakkan untuk memahami agama Islam.
Ø
Perjalanan panjang Islam di Timur Tengah berlangsung sekitar 622 sampai
1002 M, yang berlangsung dalam tiga fase: Dalam fase pertama, dapat
difahami bahwa fase tersebut merupakan fase kelahiran Islam pertama dalam
masyarakat ke-sukuan. Pada fase ke-dua adalah memandang Islam sebagaimana ia
menjadi agama dari sebuah negara kerjaan dan kalangan elit perkotaan. Sedangkan
fase ke-tiga, nilai-nilai Islam ternyata telah mengubah mayoritas masyarakat
Timur Tengah.
Ø
Sejak terpilih sebagai Presiden Pertama Republik Turki, pasca tumbangnya
khalifah Utsmaniyah, Mustafa Kemal Ataturk menjadikan agama hanya
sebagai kekuatan moral dan bukan sebagai kekuatan politik. Perubahan arah
politik inilah yang kelak menjadikan Islam di Turki sebagai Negara yang
berpenduduk Muslim, tetapi hidup dengan cara modern.
B. Saran
Islam berkembang melalui proses perjalanan sejarah
yang panjang dan kultur yang berbeda melihat dimana Islam itu berkembang.
Perbedaan latar belakang sejarah dan budaya mempunyai ukuran yang sama tentang
ke-Islaman. Di Timur Tengah, tempat lahir dan tumbuhnya Islam pertama kali.
Dalam perjalan historinya Islam dikembangkan dengan ekspansi kewilayah-wilayah
yang ada dikawasan tersebut. sedangkan di Indonesia sebagai mayoritas
berpenduduk muslim terbanyak didunia saat ini, isam masuk ke kawasan ini tidak
dengan ekspansi, malah dengan cara yang sangat lunak (aktifitas perdagangan dan
sufi atau Tariqat) .
Maka wajar saja jika pandangan agama dapat berubah dan
dibenarkan berbeda karena perbedaan waktu, zaman, lingkungan, situasi dan
sasaran serta tradisi yang sesuai dengan suatu kaidah, hal ini merupakan
sesuatu yang lazim.
Studi ke-Islaman di wilayah-wilayah secara objektiv
akan menghasilkan pandangan dan aplikasi Islam yang benar dan tidak harus sama
dengan apa yang dilakukan dan diterapkan di wilayah lainnya. Oleh karena itu,
sangat didambakan untuk munculnya pusat-pusat studi Islam untuk dapat menyahuti
persoalan yang terus berkembang di masa mendatang.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Amin, Studi
Agama Normativitas Atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999.
Hornby, A. S., Oxford
Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford University Press, 1986.
Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Ummat Islam, jil. I. Jakarta: PT. Raja Grapindo
Persada, 1999.
Madjid, Nurcholish, Kaki
Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina, 1977.
Nata, Abuddin, Metodologi
Studi Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1999.
Salim, Peter, Webster’s
New World Dictionary . Jakarta: Modern English Press, t.th.
Smith, I. Jane, Islam di Amerika, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005
Thahir, Ajid, Perkembnagan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2004
Thahir, Ajid, Studi Kawasan Dunia Isam,
Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik,Jakarta: 2009.
[1] A. S. Hornby, Oxford
Advanced Learner’s Dictionary (Oxford: Oxford University Press, 1986),
h. 40.
[7] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat
Islam, jil. I (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1999) h. 3.
[10] Ajid Thahir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafinda Persada,
2004, h. 230
[12] Ajid Thahir, Studi
Kawasan Dunia Isam, Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, Jakarta:
Raja grafindo Persada, 2009, h. 223
[17] Untuk kajian lebih lanjut baca Amin Abdullah, Studi
Agama Normativitas Atau Historisitas(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) h.
183.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar