MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - KONSEP KESEHATAN MENTAL
BAB I
PENDAHULUAN
Berbagai
tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli ilmu jiwa untuk
menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam kehidupan
bermasyarakat sekalipun dalam kondisi yang sama. Selain itu, juga menyelidiki
penyebab seseorang tidak mampu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam
hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan satu cabang ilmu jiwa yaitu kesehatan
mental.
Dengan
memahami ilmu kesehatan mental dalam arti mengerti, mau, dan mampu
mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan mengalami bermacam-macam
ketegangan, ketakutan, konflik batin. Selain itu, ia melakukan upaya agar
jiwanya menjadi seimbang dan kepribadiannya pun terintegrasi dengan baik. Ia
juga akan mampu memecahkan segala permasalahan hidup.[1]
Kematangan
dan kesehatan mental berhubungan erat antara satu sama lainnya dan saling
tergantung. Apabila kita bicara tentang keduanya secara terpisah maka hanya
sekadar untuk memudahkan penganalisaannya. Karena sangat sulit untuk
membanyangkan seseorang yang matang dari segi sosial dan tidak matang dari segi
kejiwaan.
Orang
yang matang bukanlah orang yang telah sampai kepada ukuran tertentu dari
perkembangan, kemudian berhenti sampai disitu. Akan tetapi ia adalah orang yang
selalu dalam keadaan matang. Artinya orang yang selalu bertambah kuat dan subur
hubungannya dengan kehidupan. Karena sikapnya mendorongnya untuk tumbuh, bukan
berhenti dari pertumbuhan. Oleh karena itu seorang yang matang, bukanlah orang
yang mengetahui sejumlah besar fakta akan tetapi orang yang matang adalah orang
yang kebiasaan-kebiasaan mentalnya membantunya untuk mengembangkan
pengetahuannya dan mengunakannya dengan bijaksana.[2]
Berkenaan
dengan hal diatas, maka pada makalah ini penulis akan membahas mengenai konsep
dasar kesehatan mental dengan sub-sub bahasan yang akan dikaji: Pengertian
kesehatan mental, Bentuk-bentuk kesehatan mental, dan upaya-upaya peningkatan
kesehatan mental.
Dengan
adanya makalah ini, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam
memahami dan mendalami mengenai konsep dasar kesehatan mental.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesehatan Mental
Pengertian kesehatan
mental secara etimologi berasal dari kata kesehatan dan mental. Kesehatan
berarti keadaan (hal) sehat.[3]
Sedangkanmental berarti batin, rohani, berkenaan dengan jiwa ; di lain
pengertiansesungguhnya menyangkut masalah-masalah ingatan, pikiran ataupunakal.[4]
Jadi kesehatan mental adalah keadaan sehat yang bekenaan denganjiwa atau
keadaan sehat yang berkenaan atau menyangkut masalahmasalahingatan, pikiran
atau akal. Dan dalam bidang psikologi orang memberikan istilah tentang
pengertian kesehatan mental yaitu dengansebutan mental hygiene.
Sedangkan pengertian
kesehatan mental secara terminology terdapat banyak pengertian. Seorang tokoh
psikologi, Dr. Zakiah Daradjat mengemukakan pendapatnya tentang kesehatan
mental. Menurutnya kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari
gejala-gejala gangguanjiwa (neorose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa
(psycose) Kemudian ia menambahkan lagi bahwa kesehatan mental adalah terhindar
dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu penyesuaian diri, sanggup menghadapi
masalah-masalah dan kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa
(tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, serta dapat menggunakan
potensi yang ada pada dirinya seoptimal mungkin.[5]
Sedangkan Zakiah
Daradjat, merumuskan definisi berikut: “kesehatan mental ialah terwujudnya
keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya berdasarkan
keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan
bahagia di dunia dan akhirat”, Dengan rumusan lain, kesehatan mental ialah
suatu ilmu yang berpautan dengan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, yang
mencakup semua bidang hubungan manusia, baik hubungan dengan diri sendiri,
maupun hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam dan lingkungan, serta
hubungan dengan Tuhan”.[6]
Dengan memasukkan aspek agama, seperti keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
dalam kesehatan mental, pengertiannya menjadi terasa luas karena sudah mencapai
seluruh aspek kehidupan manusia. Agama merupakan salah satu kebutuhan psikis
manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap orang yang merindukan ketentraman dan
kebahagiaan.[7]
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa
kesehatan mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang
memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat.
Karena kondisi fisik dan psikisnya terjaga dengan selaras, orang bermental
sehat tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, tidak
bisa menyesuaikan diri atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata
lain orang yang memiliki kesehatan mental prima juga memiliki kecerdasan
seimbang baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya untuk mencapai
kebahagiaan hidup.
Berdasarkan berbagai
pengertian yang disampaikan para pakar tersebut, secara umum dapat disimpulkan
bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan atau
penyakit mental, terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar
fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem
biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan
dirinya, adanya kemampuan yang dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan
untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
B.
Bentuk-Bentuk Kesehatan Mental
1.
Klasik =>
orientasi yang dapat di lihat oleh mata
2.
Penyesuaian diri
=> mampu mengembangkan diri dengan lingkungan
Hygiea adalah dewi kesehatan yang bersal dari yunani dan heygiea berarti ilmu kesehatan, sedangkan mental berasal dari kata latin mens, atau mentis, artinya jiwa, roh, sukma, semangat, mental heygie disebut pula dengan heygie psyche, artinya nafas, asas kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, dan semagangat. [8]
Hygiea adalah dewi kesehatan yang bersal dari yunani dan heygiea berarti ilmu kesehatan, sedangkan mental berasal dari kata latin mens, atau mentis, artinya jiwa, roh, sukma, semangat, mental heygie disebut pula dengan heygie psyche, artinya nafas, asas kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, dan semagangat. [8]
Hanna Djumhana
Bastaman, yang dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menyebut empat pola
yang ada dalam kesehatan mental, yaitu pola simtomatis, pola penyesuaian
diri, pola pengembangan potensi, pola agama.
-
Pertama,
pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejala (symptoms)
dan keluhan (complaints), gangguan atau penyakit nafsaniah. Kesehatan
mental berarti terhindarnya seseorang dari segala gejala, keluhan dan gangguan
mental, baik berupa neurosis maupun psikosis.
-
Kedua, pola
penyesuaian diri adalah pola yang berkaitan dengan keaktifan seseorang dalam
memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri. Atau memenuhi
kebutuhan pribadi tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Kesehatan mental berarti
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungan
sosialnya.
-
Ketiga, pola
pengembangan diri adalah pola yang berkaitan dengan kualitas khas insani (human
qualities) seperti kreatifitas, produktifitas, kecerdasan, tanggung jawab, dan
sebagainya. Kesehatan mental berarti kemampuan individu untuk memfungsikan
potensi-potensi manusiawinya secara maksimal, sehingga ia memperoleh manfaat
bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
-
Keempat, pola
agama adalah pola yang berkaitan dengan ajaran agama. Kesehatan mental adalah
kemampuan individu untuk melaksanakan ajaran agama secara benar dan baik dengan
landasan keimanan dan ketakwaan.
C.
Upaya-Upaya Peningkatan Kesehatan Mental
Upaya-upaya tersebut
diantaranya adalah:
1.
Upaya
Pemeliharaan Kesehatan Kuratif : tindakan pengobatan Rehabilitatif : upaya
pemeliharaan atau pemulihan kesehatan agar penyakitnya tidak semakin terpuruk
dengan mengkonsumsi makanan yang menunjang utnuk kesembuahan penyakitnya.
2.
Upaya
Peningkatan Kesehatan Preventif : upaya pencegahan terhadap suatu penyakit
Promotif : upaya peningkatan kesehatan Sarana Kesehatan yang Mendukung Upaya
Kesehatan berdasarkan UU RI No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan: Puskesmas Dokter
praktek Toko obat Praktek bidan Rumah sakit khusus, Rumah sakit Apotek Pedagang
besar farmasi Laboratorium Sekolah dan akademi kesehatan Balai pelatihan
kesehatan Sarana kesehatan lainnya
Upaya-Upaya Peningkatan Kesehatan
Mental dalam Islam
Dalam literatur yang
berkembang ada beberapa cara untuk memelihara kesehatan mental dalam Islam
salah satunya adalah pola atau metode Iman, Islam Dan Ihsan yang didalamnya
terdapat berbagai macam karakter berdasarkan konsep Iman Islam Dan Ihsan[9].
1. Iman
Didalam metode iman terdapat beberapa macam pola
karakter.
-
Pertama,
karakter rabbani yang berasal dari kata rabb yang dalam bahasa
Indonesia berarti tuhan, yaitu tuhan yang memiliki, memperbaiki, mengatur.
Istilah rabbani dalam konteks ini memiliki ekuivalensi
dengan mentransformasikan asma dan sifat tuhan kedalam dirinya untuk
kemudian diinternalisasikan dengan kehidupan nyata.
-
Kedua, karakter
malaki adalah kepribadian individu yang didapat setelah mentransformasikan
sifat-sifat malaikat kedalam dirinya untuk kemudian di internalisasikan kedalam
kehidupan nyata.
-
Ketiga, karakter
Qurani yang pada intinya kepribadian qurani adalah kepribadian yang
melaksanakan sepenuh hati nilai-nilai al-Qur`an baik pada dimensi I`tiqadiyah,
Khulukqiyah, amaliyah, ibadah, muamalah, daruriyyah, hajiyyah, ataupun
tahsiniyah,
-
Keempat, karakter
rasuli yang. mengarah pada sifat-sifat khas seorang rasul sebagai manusi
pilihan (Al-Musthafa) berupa sifat Jujur, Terpercaya, Menyampaikan perintah dan
cerdas.
-
Kelima, Karakter
yawm akhiri adalah kepribadian individu yang didapat sesudah mengimani, mamhami
dan mempersiapkan diri untuk memasuki hari akhir dimana seluruh perilaku
manusia dimintai pertanggungjawaban. Kepribadian ini menuju kepada salah satu
konsekwensi perilaku manusia, dimana yang amalnya baik akan mendapatkan
kenikmatan syurga sementara bagi yang amalnya buruk akan mendapatkan
kesengsaraan neraka.
-
Keenam, karakter
taqdiri, Pola-pola tingkah laku taqdiri antara lain; pertama,
bertingkah laku berdasarkan aturan dan hukum tuhan, sehingga tidak semena-mena
memperturutkan hawa nafsu. Kedua, membangun jiwa optimis dalam mencapai sesuatu
tujuan hidup. Tidak sombong ketika mendapatkan kesuksesan hidup. Tidak pesimis,
stress atau depresi ketika mendapatkan kegagalan.
2. Islam
Didalam metode Islam terdapat beberapa macam pola
karakter.
-
Pertama,
kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu yang didapat setelah
mengucapkan dua kalimat syahadat, memahami hakikat dari ucapannya serta
menyadari akan segala konsekwensi persaksiannya tersebut. Kepribadian
syahadatain meliputi domanin kognitif dengan pengucapan dua kalimat secara
verbal; domain afektif dengan kesadaran hati yang tulus; dan domain
psikomotorik dengan melakukan segala perbuatan sebagai konsekwensi dari
persaksiannya itu.
-
Kedua, karakter
mushalli adalah kepribadian individu yang didapat setelah melaksanakan shalat
dengan baik, konsisten, tertib, dan khusyu, sehingga ia mendapatkan hikmah dari
apa yang dikerjakan.
-
Ketiga, karakter
shaim adalah kepribadian individu yang didapat setelah melaksanakan puasa
dengan penuh keimanan dan ketakwaan, sehingga ia dapat mengendalikan diri dengan
baik. Pengertian ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mampu menahan diri
dari sesuatu yang membatalkan puasa memiliki kepribadian lebih kokoh, tahan
uji, dan stabil ketimbang orang yang tidak mengerjakannya, sebab ia mendapatkan
hikmah dari perbuatannya.
-
Keempat,
karakter muzakki adalah pribadi yang suci, fitrah dan tanpa dosa. Ia memilki
kepribadian yang seimbang, mampu menyelaraskan antara aktifitas yang berdimensi
vertikal dan horizontal. Ia adalah sosok yang empatik terhadap penderitaan pribadi
lain.
-
Kelima, karakter
haji adalah orang yang telah melakukan ibadah haji yang secara etimologi
berarti menyengaja pada sesuatu yang diagungkan. Orang yang melaksanakan haji
hatinya selalu tertuju pada yang maha tinggi. Orang yang berhaji memiliki beberapa
kepribadian antara lain : kepribadian muhrim, kepribadian thawif, kepribadian
waqif, kepribadian sa`i, kepribadian mutahalli dan lain sebagainya.
3. Ihsan
Kata
ihsan berasal dari kata hasuna yang berarti baik atau bagus. Seluruh perilaku
yang mendatangkan manfaat dan menghindarkan kemudharatan merupakan perilaku
yang ihsan. Namun karena ukuran ihsan bagi manusia sangat relative dan
temporal, maka criteria ihsan yang sesungguhnya berasal dari Allah swt. Karena
itu hadits Nabi Muhammad saw menyebutkan bahwa ihsan bermuara pada
peribadatan dan muwajahah, dimana ketika sang hamba mengabdikan diri
pada-Nya seakan-akan bertatap muka dan hidup bersama (ma`iyyah) dengan-Nya,
sehingga seluruh perilakunya menjadi baik dan bagus. Sang budak tidak akan
berbuat buruk dihadapan majikannya, apalagi sang hamba dihadapan tuhannya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepribadian muhsin adalah kepribadian
yang dapat memperbaiki dan mempercantik individu. Baik berhubungan dengan diri
sendiri, sesamanya, alam semesta dan tuhan yang diniatkan hanya untuk mencari
ridha-Nya.[10]
D.
Tindak Lanjut Pada Penelitian dan Pelatihan
Sebagai tindak lanjut
dari makalah ini, maka akan lebih baik jika dilakukan penelitian secara
langsung mengenai kesehatan mental, kemudian pelatihan-pelatihan mengenai
kesehtan mental ini pun perlu dilakukan, terutama bagi guru-guru atau pun yang
akan menjadi guru nantinya, agar lebih mengetahui mengenai konsep dasar
kesehatan mental.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·
Kesehatan mental
adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan atau penyakit mental,
terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya, adanya kemampuan yang
dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya,
berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
·
Bentuk/ pola
Kesehatan mental : yaitu pola simtomatis, pola penyesuaian diri, pola
pengembangan potensi, pola agama.
·
Upaya-Uapaya
Peningkatan Kesehatan Mental bisa dilakukan dengan cara:
-
Upaya Pemeliharaan
Kesehatan Kuratif
-
Upaya
Peningkatan Kesehatan Preventif
-
Upaya dalam
Islam salah satunya adalah pola atau metode Iman Islam Dan Ihsan.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah. 1983. Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung,
Jakarta.
Daradjat, Zakiah.1984. Kesehatan Mental Peranannya dalam Pendidikan
dan Pengajaran. Jakarta: IAIN
Jaelani, AF, 2001. Penyucian Jiwa
& Kesehatan Mental, Jakarta: Penerbit Amzah
Mujib, Abdul dan Jusuf Muzakkir;
2002. Nuansa-nuansa Psikologi Islam;
Raja Grafindo Perkasa; Jakarta.
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam; PT
Raja Grafindo Perkasa; Jakarta.
Poerwadarminta, 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai
Pustaka, Jakarta.
Sudarsono, 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi, Rineka
Cipta, Jakarta.
Samancer. 2010. Kesehatan Mental.
Diakses melalui : http://samancer.blogspot.com/2010/06/kesehatan-mental-i.html
pada tanggal 6 Desember 2014 Pukul 20:00 WIB.
[1]
Yusak Burhanuddin; Kesehatan Mental; Penerbit Pustaka
Setia; Bandung; 1999; Hal.12.
[2]
Musthafa Fahmi; Penyesuaian Diri, Pengertian dan Peranannya
Dalam Kesehatan Mental; Bulan Bintang; Jakarta ; 1982; Hal. 96.
[3] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai
Pustaka, Jakarta, 1984, hlm.887
[4] Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm.
152-153
[5] Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung,
Jakarta, 1983, hlm. 11
[6]
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental Peranannya dalam Pendidikan
dan Pengajaran. IAIN, Jakarta, 1984, hal.4
[8]
Samancer. 2010. Kesehatan Mental. Diakses melalui :
http://samancer.blogspot.com/2010/06/kesehatan-mental-i.html pada tanggal 6
Desember 2014 Pukul 20:00 WIB.
[9]
Abdul Mujib, Jusuf
Muzakkir; Nuansa-nuansa Psikologi
Islam; Raja Grafindo Perkasa; Jakarta; 2002; Hal. 149.
[10]
Abdul Mujib; Kepribadian Dalam Psikologi Islam; PT
Raja Grafindo Perkasa; Jakarta; 2006; Hal. 305.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar