MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Itulah tujuan pendidikan agama Islam yang
dicantumkan dalam pasal Undang-undang RI No. 20 tentang SISDIKNAS.
Sedangkan
Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam
ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju
kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada
perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi
keperluan sendiri maupun orang lain.[1]
Pendidikan
Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih
menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti
halnya metode pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada
hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktekkan dalam
perilaku keseharian), akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari
apa yang telah dipelajari dalam materi PAI yang menyebabkan tidak adanya
motivasi siswa untuk belajar materi PAI. Dalam belajar motivasi memegang
peranan penting, yaitu sebagai pendorong siswa dan merupakan syarat mutlak
dalam belajar.
Seluruh
akivitas belajar siswa adalah untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Setiap siswa pasti tidak ingin memperoleh prestasi belajar yang jelek. Oleh
karena itu setiap siswa berlomba-lomba untuk mencapai dengan suatu usaha yang
dilakukan seoptimal mungkin. Dalam hal yang demikian maka prestasi belajar bisa
dikatakan sebagai kebutuhan yang memunculkan motivasi dari dalam diri siswa untuk
selalu belajar.
Salah satu bentuk keberhasilan belajar siswa adalah dilambangkan dengan angka atau nilai. Angka atau nilai adalah simbol dari keberhasilan kegiatan belajar. Dengan demikian maka, antara nilai dan motivasi tidak dapat dipisahkan dan saling terkait, sebab intensitas motivasi akan menentukan tingkat pencapaian prestasi belajar siswa. Untuk melaksanakan tugas secara professional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah menumbuhkan motivasi belajar siswa pada materi PAI.
Salah satu bentuk keberhasilan belajar siswa adalah dilambangkan dengan angka atau nilai. Angka atau nilai adalah simbol dari keberhasilan kegiatan belajar. Dengan demikian maka, antara nilai dan motivasi tidak dapat dipisahkan dan saling terkait, sebab intensitas motivasi akan menentukan tingkat pencapaian prestasi belajar siswa. Untuk melaksanakan tugas secara professional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah menumbuhkan motivasi belajar siswa pada materi PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris “motivation” dan merupakan bentuk dari
kata “motive” yang berarti “alasan
atau yang menggerakkan”.[2]
Adapun secara terminologi, motivasi merupakan suatu tenaga, dorongan,
alasan, kemauan dari dalam yang menyebabkan kita bertindak, di mana tindakan
itu diarahkan kepada tujuan tertentu yang hendak dicapai.[3]
Menurut Mc. Donald sebagaimana dikutip
oleh Wasty Soemanto, bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga dalam
pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi dalam usaha
mencapai tujuan.[4]
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat diakatakan
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang menimbulkan arah
pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat
tercapai.
B. Teori-Teori Tentang Motivasi
Terkait dengan motivasi, banyak pakar
yang telah mengemukakan teorinya berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.
Teori-teori motivasi tersebut diantaranya adalah:[5]
1.
McClelland
mengemukakan teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi
tersebut sebagai (1) keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan
yang sulit, (2) menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik,
manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku, (3) mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi, (4) mencapai performa puncak untuk
diri sendiri, (5) mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain, (6)
meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
2.
Alderfer
mengemukakan teori motivasi yang dikenal dengan teori “ERG”. ERG merupakan akronim dari Existense, Relatedness,
dan Growth. Menurut teori ini
eksistensi merupakan kebutuhan nyata setiap orang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia. Kebutuhan akan relatedness tercermin pada keberadaan manusia
itu dengan orang lain dan dengan lingkungannya, karena tanpa ada interaksi
dengan orang lain dan lingkungan maka keberadaan manusia itu tidak mempunyai
makna yang hakiki. Sedangkan Growth adalah merupakan kebutuhan manusia untuk
tumbuh dan berkembang. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Maslow bahwa
eksistensi adalah kebutuhan pokok, relatedness adalah kebutuhan social dan
growth adalah diklasifikasikan sebagai aktualisasi diri.
3.
Teori X dan Y oleh Douglas Mc Gregor. Inti dari teori X dan Y yang dikemukakan oleh
Gregor (dalam Sugianto, 2011) adalah:
-
Teori “X” pada dasarnya mengatakan bahwa
manusia cenderung berperilaku negatif.
-
Teori “Y” pada dasarnya mengatakan bahwa
manusia cenderung berperilaku positif.
-
Dalam teori “X” menggunakan asumsi bahwa
manusia itu mempunyai ciri bahwa para pekerja (manusia) pada dasarnya tidak
senang bekerja dan apabila mungkin akan mengelak kerja. Karena para pekerja
(manusia) tidak senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam
dengan berbagai tindakan agar tujuan organisasi tercapai.
-
Sebaliknya menurut teori “Y” menggunakan
asumsi bahwa manusia itu mempunyai cirri bahwa pekerja (manusia) memandang
kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan
bermain. Sehingga para pekerja akan melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan
akan berusaha mengendalikan diri sendiri.
4.
Teori motivasi juga dikembangkan oleh Herzberg dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu
faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini
yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah
faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, yang berarti bersumber dari luar diri
yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
5.
Teori
keadilan berpandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi
dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat
terjadi, yaitu: (1) seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar,
atau (2) mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
6.
Teori
penetapan tujuan dikemukakan oleh Edwin Locke yang menyatakan pentingnya tujuan dalam melaksanakan
kegiatan. Dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional
yakni: (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur
upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan
menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
7.
Teori
harapan dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menjelaskan bahwa motivasi merupakan akibat
suatu hasil dari yang ingin dicapai seseorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Secara
sederhana, teori harapan ini berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu
dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan
sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika
harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya
akan menjadi rendah.
8.
Teori yang dikembangkan oleh Maslow dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow. Maslow
berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat kebutuhan, yaitu: (1)
kebutuhan fisiologis; seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex, (2)
kebutuhan akan perasaan aman; tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan akan
penghargaan diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol
status, dan (5) kebutuhan akan aktualisasi diri. dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Hierarki di atas di dasarkan
pada anggapan bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan
tertentu, mereka ingin bergeser ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.[6]
C. Faktor-Faktor yang Meningkatkan
Motivasi
Motivasi belajar dapat
timbul karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa hasrat
dan keinginan untuk berhasil dan dorongan kebutuhan untuk belajar, harapan akan
cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan
belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Adapun unsur-unsur
yang mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain:
(1)
cita-cita atau
aspirasi siswa,
(2)
kemauan siswa,
(3)
kondisi siswa,
(4)
kondisi
lingkungan siswa,
(5)
unsur-unsur
dinamis dalam belajar dan pembelajaran, dan
(6)
upaya guru dalam
membelajarkan siswa.
Faktor-faktor tersebut
diatas disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan
untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. [7]
D. Model PAI berbasis Teori Motivasi
Pendidikan Agama Islam
adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah
selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).[8]
Sedangkan Pendidikan
Agama Islam berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional adalah salah satu bidang studi pendidikan yang bersama-sama
dengan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa yang menjadi kurikulum wajib di
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pasal 37 ayat 1).[9]
Jadi Pendidikan Agama
Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidikan dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami dan mengamalkan agama
Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Di sekolah umum,
Pendidikan Agama Islam merupakan satu bidang studi atau unsur pokok keimanan,
ibadah, al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah dan tarikh dengan satu silabi.
Sedangkan di sekolah berciri khas agama Islam, Pendidikan Agama Islam merupakan
satu kelompok bidang studi terdiri dari al-Qur’an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak,
Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang masing-masing bidang studi
memiliki silabi tersendiri.
Sedangkan tujuan umum
Pendidikan Agama Islam adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan
pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang
beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[10]
Tujuan Pendidikan Agama
Islam harus sesuai dengan tujuan hidup manusia, seperti yang disebutkan dalam
al-Qur’an sebagai berikut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات:
56)
Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)[11]
Jadi, tujuan Pendidikan
Agama Islam harus mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam. Hal ini dilakukan
dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi peserta yang kemudian akan
membuahkan kebaikan di akhirat.
Berdasarkan uraian di
atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar Pendidikan
Agama Islam adalah gejala psikologis dari dalam jiwa dalam bentuk dorongan
pertumbuhan dan perubahan diri seseorang dalam tingkah laku baru berkat
pengalaman dan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki serta mendapat kepuasan
pada pelajaran Pendidikan Agama Islam
E. Tindak Lanjut Pada Penelitian dan
Latihan
Sebagai tindak lanjut
dari penelitian ini, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk hasil
yang lebih akurat, dan perlu dilakukan pelatihan tentang bagaimana seharusnya
para guru melakukan sistem belajar mengajar agar siswa termotivasi dalam
belajar, guru harus meyakinkan kepada siswa bahwa kita terlibat bersama mereka
di setiap tantangan dan berada dalam “sudut mereka” di setiap saat. Hal ini
tentunya membutuhkan strategi organisasional dan personal yang fokus pada nilai
dan kekuatan motivasi intrinsik dan dampak positifnya pada prestasi akademik
siswa. Sulit bagi siswa untuk berhasil jika mereka kekurangan motivasi untuk
tetap fokus pada tugas-tugas yang menantang. Untuk itu, sebelum pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas dilakukan, seorang guru terlebih dahulu harus
menata, mengorganisasikan isi pembelajaran yang akan diajarkan. Hal ini perlu
dilakukan agar isi pembelajaran yang diajarkan mudah dipahami siswa. Demikian
pula selama proses pembelajaran, guru diharapkan mampu menumbuhkan, menjaga /
mempertahankan, dan meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dalam proses
pembelajaran guru tidak hanya memperhatikan metode dan media pembelajaran saja
tetapi guru juga harus berusaha untuk selalu menjaga dan meningkatkan motivasi
belajar siswa dalam proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v Kata
motivasi berasal dari bahasa Inggris “motivation”
dan merupakan bentuk dari kata “motive”
yang berarti “alasan atau yang menggerakkan”. Adapun secara
terminologi, motivasi merupakan suatu tenaga, dorongan, alasan, kemauan dari
dalam yang menyebabkan kita bertindak, di mana tindakan itu diarahkan kepada
tujuan tertentu yang hendak dicapai.
v Motivasi
Dalam kegiatan belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa
yang dapat menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan
belajar dan yang menimbulkan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.
v Teori-teori
motivasi adalah: Teori Kebutuhan oleh
McClelland, Teori “ERG”oleh Alderfer, Teori X dan Y oleh Douglas Mc
Gregor, Teori Model Dua Faktor oleh Herzberg, Teori keadilan, Teori Penetapan
Tujuan oleh Edwin Locke, Teori Harapan oleh Victor H. Vroom, Teori Hierarki
kebutuhan Maslow oleh Maslow.
v Motivasi belajar dapat timbul karena faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan untuk
berhasil dan dorongan kebutuhan untuk belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar
yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah dkk, 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam.
Bumi Aksara. Jakarta.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI.
2012. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, , cet. XXIV.
Eko Khoerul. 2012. Teori-teori Motivasi Belajar. Diakses melalui https://ekokhoerul.wordpress.com/2012/06/25/teori-teori-motivasi-belajar/#more-40
pada tanggal 21 November 2014 Pukul 23:54 WIB.
Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Suryobroto, Sumadi.2004. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.
XII.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003)
[1] Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat, dkk, 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 28.
[2]
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus
Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet.
XXIV, hlm. 386
[3]
Sumadi Suryobroto, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. XII, hlm. 70
[4]
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1990), hlm. 191
[5] Eko Khoerul. 2012. Teori-teori Motivasi Belajar. Diakses
melalui https://ekokhoerul.wordpress.com/2012/06/25/teori-teori-motivasi-belajar/#more-40
pada tanggal 21 November 2014 Pukul 23:54 WIB.
[6] Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal. 81.
[7] Ibid,. Hal. 97-100.
[8]
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[9] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 25.
[10] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 77.
[11] Departemen Agama RI. 2012. Al-Qur’an dan Terjemahannya. hlm. 862.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar