Minggu, 19 April 2015

MAKALAH PASCA PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Itulah tujuan pendidikan agama Islam yang dicantumkan dalam pasal Undang-undang RI No. 20 tentang SISDIKNAS.
Sedangkan Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri maupun orang lain.[1]
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan.  Seperti halnya metode pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktekkan dalam perilaku keseharian), akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam materi PAI yang menyebabkan tidak adanya motivasi siswa untuk belajar materi PAI. Dalam belajar motivasi memegang peranan penting, yaitu sebagai pendorong siswa dan merupakan syarat mutlak dalam belajar.
Seluruh akivitas belajar siswa adalah untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik. Setiap siswa pasti tidak ingin memperoleh prestasi belajar yang jelek. Oleh karena itu setiap siswa berlomba-lomba untuk mencapai dengan suatu usaha yang dilakukan seoptimal mungkin. Dalam hal yang demikian maka prestasi belajar bisa dikatakan sebagai kebutuhan yang memunculkan motivasi dari dalam diri siswa untuk selalu belajar.
Salah satu bentuk keberhasilan belajar siswa adalah dilambangkan dengan angka atau nilai. Angka atau nilai adalah simbol dari keberhasilan kegiatan belajar. Dengan demikian maka, antara nilai dan motivasi tidak dapat dipisahkan dan saling terkait, sebab intensitas motivasi akan menentukan tingkat pencapaian prestasi belajar siswa. Untuk melaksanakan tugas secara professional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah menumbuhkan motivasi belajar siswa pada materi PAI.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris “motivation” dan merupakan bentuk dari kata “motive” yang berarti “alasan atau yang menggerakkan”.[2] Adapun secara terminologi, motivasi merupakan suatu tenaga, dorongan, alasan, kemauan dari dalam yang menyebabkan kita bertindak, di mana tindakan itu diarahkan kepada tujuan tertentu yang hendak dicapai.[3]
Menurut Mc. Donald sebagaimana dikutip oleh Wasty Soemanto, bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga dalam pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi dalam usaha mencapai tujuan.[4]
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat diakatakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang menimbulkan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.

B.     Teori-Teori Tentang Motivasi
Terkait dengan motivasi, banyak pakar yang telah mengemukakan teorinya berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Teori-teori motivasi tersebut diantaranya adalah:[5]
1.      McClelland mengemukakan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai (1)  keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit, (2) menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku, (3) mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi, (4) mencapai performa puncak untuk diri sendiri, (5) mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain, (6) meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
2.      Alderfer mengemukakan teori motivasi yang dikenal dengan teori “ERG”. ERG merupakan akronim dari Existense, Relatedness, dan Growth. Menurut teori ini eksistensi merupakan kebutuhan nyata setiap orang sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Kebutuhan akan relatedness tercermin pada keberadaan manusia itu dengan orang lain dan dengan lingkungannya, karena tanpa ada interaksi dengan orang lain dan lingkungan maka keberadaan manusia itu tidak mempunyai makna yang hakiki. Sedangkan Growth adalah merupakan kebutuhan manusia untuk tumbuh dan berkembang. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Maslow bahwa eksistensi adalah kebutuhan pokok, relatedness adalah kebutuhan social dan growth adalah diklasifikasikan sebagai aktualisasi diri.
3.      Teori X dan Y oleh Douglas Mc Gregor. Inti dari teori X dan Y yang dikemukakan oleh Gregor (dalam Sugianto, 2011) adalah:
-          Teori “X” pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif.
-          Teori “Y” pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif.
-          Dalam teori “X” menggunakan asumsi bahwa manusia itu mempunyai ciri bahwa para pekerja (manusia) pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan mengelak kerja. Karena para pekerja (manusia) tidak senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan berbagai tindakan agar tujuan organisasi tercapai.
-          Sebaliknya menurut teori “Y” menggunakan asumsi bahwa manusia itu mempunyai cirri bahwa pekerja (manusia) memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain. Sehingga para pekerja akan melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri.
4.      Teori motivasi juga dikembangkan oleh Herzberg dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.

5.      Teori keadilan berpandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu: (1) seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau (2) mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
6.      Teori penetapan tujuan dikemukakan oleh Edwin Locke yang menyatakan pentingnya tujuan dalam melaksanakan kegiatan. Dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni: (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
7.      Teori harapan dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menjelaskan bahwa motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Secara sederhana, teori harapan ini berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
8.      Teori yang dikembangkan oleh Maslow dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow. Maslow berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis; seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex, (2) kebutuhan akan perasaan aman; tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan akan penghargaan diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status, dan (5) kebutuhan akan aktualisasi diri. dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Hierarki di atas di dasarkan pada anggapan bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka ingin bergeser ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.[6]

C.    Faktor-Faktor yang Meningkatkan Motivasi
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan untuk berhasil dan dorongan kebutuhan untuk belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Adapun unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain:
(1)   cita-cita atau aspirasi siswa,
(2)   kemauan siswa,
(3)   kondisi siswa,
(4)   kondisi lingkungan siswa,
(5)   unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran, dan
(6)   upaya guru dalam membelajarkan siswa.
Faktor-faktor tersebut diatas disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. [7]

D.    Model PAI berbasis Teori Motivasi
Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).[8]
Sedangkan Pendidikan Agama Islam berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah salah satu bidang studi pendidikan yang bersama-sama dengan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa yang menjadi kurikulum wajib di setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pasal 37 ayat 1).[9]
Jadi Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidikan dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Di sekolah umum, Pendidikan Agama Islam merupakan satu bidang studi atau unsur pokok keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah dan tarikh dengan satu silabi. Sedangkan di sekolah berciri khas agama Islam, Pendidikan Agama Islam merupakan satu kelompok bidang studi terdiri dari al-Qur’an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang masing-masing bidang studi memiliki silabi tersendiri.
Sedangkan tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[10]
Tujuan Pendidikan Agama Islam harus sesuai dengan tujuan hidup manusia, seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات: 56)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)[11]

Jadi, tujuan Pendidikan Agama Islam harus mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi peserta yang kemudian akan membuahkan kebaikan di akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar Pendidikan Agama Islam adalah gejala psikologis dari dalam jiwa dalam bentuk dorongan pertumbuhan dan perubahan diri seseorang dalam tingkah laku baru berkat pengalaman dan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki serta mendapat kepuasan pada pelajaran Pendidikan Agama Islam

E.     Tindak Lanjut Pada Penelitian dan Latihan
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk hasil yang lebih akurat, dan perlu dilakukan pelatihan tentang bagaimana seharusnya para guru melakukan sistem belajar mengajar agar siswa termotivasi dalam belajar, guru harus meyakinkan kepada siswa bahwa kita terlibat bersama mereka di setiap tantangan dan berada dalam “sudut mereka” di setiap saat. Hal ini tentunya membutuhkan strategi organisasional dan personal yang fokus pada nilai dan kekuatan motivasi intrinsik dan dampak positifnya pada prestasi akademik siswa. Sulit bagi siswa untuk berhasil jika mereka kekurangan motivasi untuk tetap fokus pada tugas-tugas yang menantang. Untuk itu, sebelum pelaksanaan proses pembelajaran di kelas dilakukan, seorang guru terlebih dahulu harus menata, mengorganisasikan isi pembelajaran yang akan diajarkan. Hal ini perlu dilakukan agar isi pembelajaran yang diajarkan mudah dipahami siswa. Demikian pula selama proses pembelajaran, guru diharapkan mampu menumbuhkan, menjaga / mempertahankan, dan meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran guru tidak hanya memperhatikan metode dan media pembelajaran saja tetapi guru juga harus berusaha untuk selalu menjaga dan meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v  Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris “motivation” dan merupakan bentuk dari kata “motive” yang berarti “alasan atau yang menggerakkan”. Adapun secara terminologi, motivasi merupakan suatu tenaga, dorongan, alasan, kemauan dari dalam yang menyebabkan kita bertindak, di mana tindakan itu diarahkan kepada tujuan tertentu yang hendak dicapai.
v  Motivasi Dalam kegiatan belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang menimbulkan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.
v  Teori-teori motivasi adalah: Teori Kebutuhan oleh  McClelland, Teori “ERG”oleh Alderfer, Teori X dan Y oleh Douglas Mc Gregor, Teori Model Dua Faktor oleh Herzberg, Teori keadilan, Teori Penetapan Tujuan oleh Edwin Locke, Teori Harapan oleh Victor H. Vroom, Teori Hierarki kebutuhan Maslow oleh Maslow.
v  Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan untuk berhasil dan dorongan kebutuhan untuk belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik

DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah dkk, 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam.  Bumi Aksara.  Jakarta.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. 2012.  Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, , cet. XXIV.
Eko Khoerul. 2012. Teori-teori Motivasi Belajar. Diakses melalui https://ekokhoerul.wordpress.com/2012/06/25/teori-teori-motivasi-belajar/#more-40 pada tanggal 21 November 2014 Pukul 23:54 WIB.
Muhaimin. 2002.  Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan,  Jakarta: Rineka Cipta.
Suryobroto, Sumadi.2004. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. XII.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003)




[1] Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat, dkk, 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam.  Bumi Aksara.  Jakarta. Hal. 28.
[2] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. XXIV, hlm. 386
[3] Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. XII, hlm. 70
[4] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan,  (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 191
[5] Eko Khoerul. 2012. Teori-teori Motivasi Belajar. Diakses melalui https://ekokhoerul.wordpress.com/2012/06/25/teori-teori-motivasi-belajar/#more-40 pada tanggal 21 November 2014 Pukul 23:54 WIB.
[6] Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal. 81.
[7] Ibid,. Hal. 97-100.
[8] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[9] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 25.
[10] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 77.
[11] Departemen Agama RI. 2012.  Al-Qur’an dan Terjemahannya. hlm. 862.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar