Minggu, 19 April 2015

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - KECERDASAN DAN PAI

MAKALAH PASCA : MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL - KECERDASAN DAN PAI


BAB I
PENDAHULUAN
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ?Sebagai orang tua masa kini, kita sering kali menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah.Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah.Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kemudian di sinilah muncul pertanyaan sebagai berikut :
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa ?
Kemudian jawabannya adalah :Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence)dan bukan hanya prestasi akademik. Kecerdasan majemukmemungkinkan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdannya yang majemuk itu.Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan membahas mengenai kecerdasan dan Pendidikan Agama Islam yang akan penulis uraikan pada bab selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan (dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-dzaka) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.[1]
Dalam perpektif psikologi pendidikan, kecerdasan dianggap sebagai kemampuan mental terhadap suatu persoalan. Secara umum ada 3 faktor penting yang menengarai kecerdasan seseorang, yakni penilaian (judgement), pengertian (comprehension), dan penalaran (reasoning).[2]
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, definisi cerdas adalah sempurna perkembangan akal budinya (pandai, tajam pikiran, dsb). Sedangkan kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman pikiran, dsb)[3]
Menurut Adi W Gunawan dalam bukunya GeniusLearningdefinisi kata cerdas atau intelligenceadalah sebagai berikut: [4]
1.      Kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental.
2.      Kemampuan untuk memberikan respon, secara cepat dan berhasil pada suatu situasi yang baru, kemanapun untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.
3.      Kemampuan untuk mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta mampu menerapkan apa yang telah dipelajari, khususnya bila kemampuan ini berhasil dikembangkan.
Dari beberapa definisi kecerdasan di atas, maka kecerdasan adalah kemampuan untuk mengetahui, mempelajari, menganalisis sebuah keadaan dan menggunakan nalar untuk mengambil sebuah jalan bagi keadaan yang dihadapinya.

B.     Jenis-jenis Kecerdasan Multiple Intelligences (termasuk kecerdasan  ruhaniah/qalbiah).
Teori kecerdasan “Multiple Intelligences”, sebuah teori psikologi yang digagas oleh Howard Gardner, psikolog dari Harvard University tahun 1983.[5]Menurut Gardner dalam diri manusia terdapat spektrum kecerdasan yang luas.Spektrum kecerdasan itu mencangkup tujuh jenis kecerdasan. Yaitu: (1) kecerdasan verbal, (2) kecerdasan visual, (3) kecerdasan logis-matematis, (4) kecerdasan musikal, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), (7) kecerdasan interpribadi (interpersonal). Bahkan dalam buku buku terakhirnya, IntelligenceReframed, Gardner menambahkan tiga jenis kecerdasan lain: kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensial, dan kecerdasan spiritual.
Pada mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya hersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal al-ma'rifi). Namun pada perkembangan berikutnya, disadari hahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal al-infi'ali), seperti kehidupan emosional, moral, Spiritual, dan agama.
Adapun jenis-jenis kecerdasan Multiple intelegences (termasuk kecerdasan ruhaniah/qalbiah) akan penulis uraikan sebagai berikut:
1.      Kecerdasan Verbal (Linguistik)Adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif baik secara lisan (misalnya pendongeng, orator atau politisi) maupun tertulis (misalnya sastrawan, editor, penulis drama atau wartawan)
2.      Kecerdasan Visual/Spasial (Visual/ Spatial Intelligence) Adalah kemampuan mempresepsi dunia spasial-visual secra akurat (misalnya sebagai pramuka, pemandu, pemburu) dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (missal decorator, desainer interior, arsitek, seniman).
3.      Kecerdasan Logis Matematis Adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar, misalnya akuntan, pemrogram komputer, ilmuwan, ahli statistik, dll
4.      Kecerdasan Musikal Adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musical dengan cara mempersepsi, membedakan, menggubah danmengeksprsikan, misalnya penyanyi, composer, penikmat musik, dll.
5.      Kecerdasan Tubuh/ Kinestetik (Bodily/ Kinesthetic Intellegence) Adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, misalnya pengrajin, pemahat, penjahit, mekanik, atlit, penari, dll.
6.      Kecerdasan Intrapribadi (Intrapersonal) Adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdsarkan pemahaman tersebut.
7.      Kecerdasan Interpribadi (Interpersonal) Adalah kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, dan motivasi serta perasaan orang lain.
8.      Kecerdasan Naturalis (Natural Intellegence) Keahlian mengenai spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Dapat mengenali terhadap perubahan-perubahan lingkungan, misalnya melihat perubahan-perubahan alam.
9.      Kecerdasan Spiritual (Spiritualitic intelligence) Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniwan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya.
10.  Kecerdasan Eksistensial (exsistensialist intelegence) Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filosof. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya.
11.  Kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Ilahi. Kecerdasan ini dapat menimbulkan kebenaran yang sangat mendalam terhadap kebenaran, sedangkan kecerdasan lainya lebih bersifat pada kemampuan untuk mengelola segala hal yang berkaitan dengan bentuk lahiriah (duniawi).[6]Adapun bentuk-bentuk kecerdasan ruhaniah/ qalbiah yaitu :[7]
a.       Kecerdasan Ihkbat, yaitu kondisi qalbu yang meniliki kerendahan dan kelembutan hati, merasa tenang dan khusyu dihadapan Allah, dan tidak menganiaya orang lain.
b.      Kecerdasan Zuhud. Secara harfiah zuhud berarti berpaling, menganggap hina dan kecil, serta tidak merasa butuh terhadap sesuatu.
c.       Kecerdasan Wara’. Wara’ adalah mejaga diri dari perbuatan yang tidak baik, yang dapat menurunkan derajat dan kewibawaan diri seseorang.
d.      Kecerdasan Dalam Berharap Baik (Raja’). Raja’ ialah berharap terhadap sesuatu kebaikan terhadap Allah SWT dengan disertai usaha yang sungguh-sungguh dan tawakkal.
e.       Kecerdasan Ri’ayah. Ialah memelihara pengetahuan yang pernah diperoleh dan mengaplikasikannya dengan perilaku nyata.
f.       Kecerdasan Muqorrobah. Yaitu berarti kesadaran seseorang bahwa Allah SWT mengetahui dan mengawasi apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diperbuatnya baik lahir maupun batin.
g.      Kecerdasan Ikhlas. Yaitu kemurnian dan ketaatan yang ditujukan kepada Allah semata, dengan cara membersihkan perbuatan baik lahir maupun batin.
h.      Kecerdasan Istiqomah. Ialah berarti melakukan suatu pekerjaan baik melalui prinsip kontinuitas dan keabadian.
i.        Kecerdasan Tawakkal, yaitu menyerahkan diri sepenuh hati, sehingga tiada beban psikologis yang dirasakan.
j.        Kecerdasan Sabar. Berarti menahan, maksudnya menahan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak mengeluh.
k.      Kecerdasan Ridho, adalah rela terhadap apa yang dimiliki dan diberikan. Ridho merupakan kedudukan spiritual seseorang yang diusahakan setelah ia melakukan tawakkal.
l.        Kecerdasan Syukur, adalah menampakkan nikmat Allah SWT.
m.    Kecerdasan Malu. Malu berarti kepekaan diri yang mendorong untuk meninggalkan keburukan dan menunaikan kewajiban. Malu merupakan tanda bagi kehidupan qalbu seseorang.
n.      Kecerdasan Jujur. Adalah kesesuaian antara yang diucapkan dengan kejadian yang sebenarnya.
o.      Kecerdasan mendahulukan atau mementingkan kepentingan orang lain (al-itsar). Yang dimaksud di sini adalah bukan yang berkaitan dengan ibadah mahdhah, tetapi dalam hal mu’amalah.
p.      Kecerdasan Tawadhu. Berarti sikap qalbu yang tenang, berwibawah, rendah hati, lemah lembut tanpa disertai rasa jahat, congkak, dan sombong.
q.      Kecerdasan dalam menerima apa adanya atau seadanya (qana’ah).
r.        Kecerdasan Taqwa. Kecerdasan iin merupakan puncak kecerdasan qalbiah.

C.    Cara Pengembangan Multiple Intelligence
1.      Strategi Pengembangan Multiple Intelligences[8]
Anak memiliki potensi berupa kecerdasan jamak. Kecerdasan anak akan berkembang secara optimal bila difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru, hendaknya menekankan pada konsep pembelajaran yang mendidik.Dalam merancang pembelajaran yang mendidik, guru perlu memperhatikan modalitas belajar anak. Ada empat modalitas belajar anak, yakni: (1) visual learner, (2) auditory learner, (3) tactile/kinesthetic learner, dan (4) global learner (DePorter, dan Mike H.,1992). Dalam modalitas yang pertama, anak cenderung mengalami pengalaman belajar dengan cara mengamati sesuatu. Anak lebih mengandalkan indera penglihatan dalam belajar. Dalam hal ini guru hendaknya memfasilitasi kebutuhan anak dengan cara menyediakan media visual yang menarik. Dalam modalitas yang kedua, anak lebih mengandalkan indera pendengarnya.Anak dengan mudah memahami sesuatu jika dia memperoleh kesempatan untuk mendengarkan berbagai bahan yang disajikan melalui media audio atau penjelasan langsung dari narasumber. Modalitas belajar yang ketiga, lebih mengandalkan pada pengalaman belajar dengan cara menyentuh, bergerak dan bekerja. Sementara modalitas yang keempat, anak dalam belajar menggunakan ketiga modalitas tersebut secara simultan.
Sementara ini, secara umum guru cenderung mengutamakan kecerdasan logic-mathematic.Anak dikatakan cerdas jika anak mampu membaca, berhitung dan menulis dengan cepat, serta dapat menghafal berbagai kejadian.Strategi yang seperti itu cenderung menafikan potensi anak terutama yang ada di belahan otak kanan, sehingga anak menjadi kurang kreatif dalam memecahkan masalah.Padahal permasalahan kehidupan bersifat multi dimensi, yang tidak dapat ditinjau dari salah satu aspek saja.Berdasarkan hal ini guru perlu memilih strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi perkembangan otak belahan kiri dan kanan secara seimbang, sehingga semua aspek kecerdasan dapat berkembang secara optimal.Strategi yang dimaksud mengarah pada pembelajaran yang mendidik, yang dapat memberdayakan seluruh aspek perkembangan dan kecerdasan anak.

2.      Karakteristik Pembelajaran yang Mendidik[9]
Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menyediakan seperangkat kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar.Dalam hal ini, guru termasuk orang dewasa berperan menciptakan lingkungan yang kondusif dan dinamis untuk anak belajar. Ada 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang mendidik, yaitu: (1) learning how to know, (2) learning how to do, (3) learning how to be, dan (4) learning how to life together.
Bagian pertama, guru dan orang dewasa menciptakan lingkungan belajar yang dapat memicu rasa ingin tahu anak.Misalnya dengan mengajak anak berhadapan dengan lingkungan yang baru, menghadapkan anak pada gejala yang berbeda dari situasi keseharian anak. Wujud dari perilaku anak yang memiliki rasa ingin tahu antara lain, bertanya-tanya tentang sesuatu, mengamati sesuatu secara seksama, dan ingin mencoba pengalaman/keterampilan baru. Dalam hal ini guru dan orang dewasa lainnya hendaknya menjadi pendengar yang baik, melayani pertanyaan anak tanpa memberikan jawaban yang instan.Selain itu anak perlu digiring pada pengalaman baru yang menyebabkan rasa keingintahuannya itu terpenuhi.
Kedua, berkecamuknya rasa ingin tahu anak akan memerlukan suatu kompensasi. Anak akan mencoba memahami sesuatu dengan melakukan kegiatan secara langsung (a hand on experiences). Anak bereksperimen, memanipulasi alat-alat bermainnya, mengkonstruksi sesuatu dan lain sebagainya secara trial and error.Peran guru dan orang dewasa adalah memfasilitasi dengan berbagai sarana/alat permainan manipulatif, sehingga anak merasa tertantang melakukan sesuatu (bermain secara aktif).Hindari penggantian peran oleh guru/orang dewasa dalam memecahkan masalah anak.Biarkan mereka secara kreatif memecahkan masalahnya, tanpa intervensi orang dewasa/guru.Bila diperlukan guru berperan sebagai partner anak dalam belajar dan bermain, sambil mengamati perkembangan anak.
Ketiga, apa yang dilakukan anak pada bagian kedua tadi akan membentuk kepribadian anak. Kemandirian, keuletan, belajar dari kesalahan dan rasa sukses dalam memecahkan permasalahan akan membuat anak memiliki konsep diri yang positif, dan rasa percaya diri yang mantap.
Keempat, kesempatan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya perlu dikembangkan. Misalnya dengan caracollaborative learning and playing. Kebersamaan, kekompakan, mau menyadari kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan orang lain merupakan tujuan dari learning how to life together.
Chen (2004) mengemukakan ada 6 prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka memfasilitasi perkembangan kecerdasan jamak pada anak, yaitu: (1) holistic development and learning, (2) integrated learning, (3) active learning, (4) supportive learning, (5) learning through interaction, dan (6) learning trough play. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran hendaknya berangkat dari pemahaman terhadap perkembangan dan gaya belajar anak usia dini yang bersifat holistik. Pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi karakteristik perkembangan dan belajar anak adalam melalui pembelajaran terpadu.Keterpaduan ini meliputi proses dan materinya, sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan merangsang anak untuk bermain dan belajar secara aktif. Peran guru adalah mendorong terjadinya belajar.Untuk lebih memperluas wawasan dan berkembangnya kemampuan berbahasa dan sosial anak, maka pembelajaran hendaknya memungkinkan anak berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi anak dengan lingkungan dan objek-objek belajar akan memungkinkan anak mengkonstruksi pengalaman belajarnya secara efektif. Mengingat dunia anak usia dini adalah bermain, maka pembelajaran dikemas dalam bentuk permainan kreatif-konstruktif, sehingga anak secara alamiah belajar di balik kegiatan bermain yang dilakukannya.
Implikasi dari prinsip-prinsip di atas, maka strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah: (1) dimulai dari anak, (2) pengembangan suasana belajar yang positif atau kondusif, (3) penyiapan lingkungan pembelajaran, (4) perencanaan dan aktivitas belajar yang terstruktur, (50 pengadaan nara sumber, dan (6) mengadakan observasi kepada anak.
Dengan demikian karakteristik pembelajaran yang mendidik adalah: (1) memungkinkan anak untuk mengembangkan rasa keingintahuannya, (2) memberi kesempatan anak untuk mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan dan objek-objek belajarnya secara langsung (a hand on experiences), secara trial and error, sebagai wahana untuk mengkonstruksi pengalaman belajarnya, (3) berdasarkan poin 2, anak terfasilitasi untuk membentuk konsep diri, rasa percaya diri, disiplin, mandiri dan kemampuan mengendalikan diri berdasarkan nilai keagamaan, norma sosial, serta kreatif dalam memecahkan permasalahannya, (4) memungkinkan anak berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain, sehingga aspek perkembangan moral dan sosial anak berkembang secara optimal di era globalisasi dan teknologi informasi, dan (5) pembelajaran bermuara kepada outcome berupa terbentuknya kecakapan pribadi, sosial, akademik dan vokasional pada anak usia dini.[10]
Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran hendaknya bersifat kontekstual.Nurhadi dkk.(2004) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan memdorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

D.    Gaya Belajar PAI Dengan Multiple
Gaya/ Metode pembelajaran dengan pendekatan Multiple Intelligences dalam pembelajaran PAI dapat diimplementasikan dalam bentuk sebagai berikut:[11]
1.      Metode Mind mapping (peta pemikiran) yaitu metode pembelajaran dengan tujuan untuk mengoptimalkan fingsi otak dengan cara mengajak peserta didik untuk berfikir lebih sistematis, biasanya berupa grafik atau pemetaan suatu materi pokok menjadi beberap bagian/klasifikasi tertentu. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis dan kecerdasan verbal.
2.      MetodeBrainstorming, yaitu kegiatan untuk menemukan inti materi dan pendalamannya dengan melibatkan peserta didik secara aktif. Metode ini Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, keserdasan intrapersonal dan kecerdasan verbal.
3.      Diskusi/ Sharing, yaitu kegiatan mengadakan suatu pembicaraan dengan tujuan untuk menemukan benang merah dari suatu materi pelajaran yang dibahas. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, interpersonal, dan kecerdasan verbal.
4.      Tanyajawab, yaitu metode dengan cara pendidik memberikan pertanyaan, sedangkan anak menjawab pertanyaan yang diberikan secara aktif. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, kinestetis, interpersonal dan kecerdasan verbal.
5.      Metodepresentasi, yaitu peserta didik mempresentasikan tugas yang diberikan oleh guru. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, interpersonal, spasial dan kecerdasan verbal.
6.      Tadaburalam, yaitu siswa mengamati alam sekitar untuk menganalisis sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis kecerdasan naturalis dan kecerdasan verbal.
7.      MetodeRole play, yaitu siswa memainkan peran sesuai dengan tema pelajaran yang bertujuan agar siswa memperdalam materi. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan logis, kecerdasan kinesteti, kecerdasan spasial dan kecerdasan verbal.
8.      Metodestudikasus, yaitu siswa mendiskusikan pemecahan masalah dari kasus yang diberikan. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan, kecerdasan interpersonal, kecerdasan logis dan kecerdasan verbal.
9.      Metodeceritapengalaman, yaitu siswa menceritakan pengalaman yang pernah dialaminya sesuai dengan materi pelajaran. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan logis dan kecerdasan verbal.
10.  Metodeanalisisfilm, yaitu siswa menganalisis film yang ditampilkan berdasarkan kisi-kisi yang diberikan guru ketika meonton. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan musikal, audio visual, logis dan kecerdasan verbal.
11.  Metodeanalisishikmah, yaitu siswa menganalisis hikmah dari materi yang disampaikan serta menjelaskan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal, logis dan kecerdasan verbal.
12.  Metodeinterview, yaitu dengan cara peserta didik mengadakan wawancara dengan beberapa orang untuk menggali suatu meteri lebih dalam. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal, verbal, kinestetik dan logis.
13.  Analisisinstrumen, yaitu dengan peserta didik menganalisis sebuah instrument yang diberikan oleh pendidik lalu mengaitkannya dengan materi. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis dan kenestetik.
14.  Bacatartil, yaitu peserta didik membaca ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan kaidah-kaidah membaca Al-Qur'an secara berulang-ulang sampai benar. Metode ini berlatarbelakang kecerdasan kinestetik dan vernal.
15.  Field Trip (karya wisata), yaitu siswa mengunjungiu suatu tempat untuk memperdalam wawasan dan pemahaman tentang suatu materi. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis, verbal, naturalis, musical, interpersonal dan kenestetik.
16.  Pengamatan, yaitu peserta didik mengamati suatu objek lalu menganalisis dan mengaitkannya dengan meteri. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis dan kenestetik.
17.  Simulasi, yaitu peserta didik melakukan suatu aktivitas singkat yang berkaitan dengan materi. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis, verbal, interpersonal dan kenestetik.
18.  Perenungan, yaitu peserta didik diajak untuk memikirkan suatu materi untuk mencapai sebuah pemahaman. Metode ini dapmengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis dan kenestetik.
19.  Muhasabah, yaitu peserta didik diarahkan untuk mengevaluasi diri agar mampu memunculkan sebuah kesadaran tentang suatu hal. Metode ini dapat mengembangkan kecerdasan antara lain kecerdasan logis, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan spiritual.


E.     Tindak Lanjut Pada Penelitian dan Pelatihan
Pada ahli pendidikan muslim sangat memperhatikan persoalan metode pengajaran dan menganggapnya sebagai hal strategis bagi keberhasilan proses pembelajaran. Pendidikan merupakan suatu proses yang sekaligus bermuara pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pendidikan merupakan suatu yang ideal dan dirumuskan sebelum proses pendidikan dilakukan. Idealisasi tujuan pendidikan tersebut seperti tergambar dalam rumusan Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang tercantum dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, BAB II pasal 3 sebagai berikut :“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab”.
Pendidikan Agama Islam sebagaimana dijelaskan dalam tujuan pendidikan nasional mencita-citakan terbentuknya insan kamil atau muslim paripurna, yang akan mencerminkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akanmenjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu atau dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan yang lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan pembelajaran haruslah tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi pelajaran yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Adapun pendekatan pembelajaran yang sudah umum dipakai oleh para guru antara lain pendekatan konsep dan proses, pendekatan deduktif dan induktif, pendekatan ekspositori dan heuristik, pendekatan kecerdasan ganda (Multiple Intelligences), serta pendekatan kontekstual.[12] Meskipun hasil penelitian Howard Gardner tentang Multiple Intelligences sudah banyak dipublikasikan, diterapkan dalam pendidikan di berbagai negara, buku Gardner maupun Amstrong tentang masalah yang sama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tetapi lembaga pendidikan Indonesia belum banyak menerapkan untuk mengakomodasi keberagaman kecerdasan yang dimiliki siswa.
Menurut Amstrong, sebagai guru mengetahui kondisi baik secara fisik dan psikologis sangat penting sebagai modal untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Menurut suasana belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan memberikan metode belajar yang menyenangkan siswa, akan menimbulkan rasa keingintahuan yang lebih besar pada diri siswa untuk belajar.[13]Ada beberapa hal yang mungkin saja menjadi penyebabnya,(1)kegiatan belajar yang memang tidak diarahkan untuk mengaktualisasikan kecerdasan tersebut, (2) kekurang pahaman dan kekurang cermatan para guru dalam menangkap setiap aktivitas yang ada pada anak, (3) sarana dan prasarana yang kurang mendukung.Hal ini mungkin terjadi pada pemunculan kecerdasan natural yang cenderung mengamati alam.Siswa sering terhalang keinginannya untuk observasi secara langsung di alam terbuka.
Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat mengajar, dalam arti menyampaikan ilmu pengetahuan tentang agama Islam kepada anak didik melainkan melakukan pembinaan mental spiritual yang sesuai dengan ajaran Islam.Pendidikan agama dalam arti yang luas dapat disamakan dengan pembinaan pribadi yang dalam pelaksanaannya tidak hanya bisa terjadi melalui pelajaran yang diberikan dengan sengaja saja tetapi melainkan menyangkut pengalaman yang dilalui anak sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan dan berlaku untuk semua lingkungan hidup anak, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Pelajaran Agama Islam dianggap sebagai pelajaran yang dianggap ringan oleh siswa dan membosankan karena materinya hanya berupa hafalan yang cukup sulit, sebagian besar isi materi berupa ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang mungkin asing dan rumit untuk dihafal anak karena menggunakan bahasa Arab, sehingga menyebabkan pelajaran agama Islam “dianaktirikan” di sekolah-sekolah. Padahal jika dilihat lebih dalam, pelajaran agama Islam merupakan pelajaran yang penuh makna dan menyenangkan, karena dalam belajar agama Islam kita diajak untuk menjelajahi kehidupan Rasulullah dengan banyak keteladanan beliau, tentang akhlak yang apabila dipahami maka mampu menjadikan siswa berkelakuan baik dan akan berdampak bagi kehidupan siswa di kemudian hari. Pelajaran agama Islam pada hakekatnya bukan merupakan pelajaran hafalan, namun pelajaran yang membutuhkan pemahaman dan “imajinasi” yang tinggi yang mampu menjadikan siswa berakhlakul karimah.Salah satu penyebab pelajaran agama Islam dianggap sebagai pelajaran yang membosankan yaitu metode yang digunakan belum tepat.
Guru masih menjadi pusat perhatian siswa di kelas. Sehingga kondisi pembelajaran hanya sebagai transfer informasi dari guru ke siswa. Metode pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk berdiskusi, curah gagasan, ekspresi karya sebagai implementasi pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan juga belum pernah dilakukan.
Kondisi di atas dipengaruhi oleh faktor guru dan faktor siswa. Faktor guru adalah guru belum menyadari bahwa setiap siswa memiliki intelegensi yang berbeda. Setiap intelegensi tersebut menginginkan gaya belajar yang sesuai dengan karakteristik intelegensinya masing-masing. Misalnya seorang siswa yang mempunyai intelegensi natural/alam lebih senang dan cepat menguasai materi apabila sistem pengajaran menggunakan media alam. Dari hal tersebut di atas karena minimnya guru dalam pengetahuan tersebut maka terkesan metode yang digunakan adalah metode tradisional seperti ceramah, menyimak buku pelajaran dan membaca. Dari metode ini dapat dilihat bahwa hanya menfasilitasi satu intelegensi saja. Maka dari itu tidak heran jika siswa tidak berminat karena pembelajaran tidak menarik bagi siswa dan sudah biasa. Faktor siswa sendiri terkadang mereka tidak menyadari bahwa dalam setiap diri manusia memiliki potensi kecerdasan. Dan dari potensi kecerdasan inilah sebagai modal untuk kelanjutan hidupnya. Namun dengan sistem pendidikan yang masih belum bisa menfasilitasi keberagaman potensi tersebut maka siswa larut mengikuti sistem yang ada, yaitu belajar untuk memperoleh nilai dan prestasi tetapi tidak belajar untuk meningkatkan minat dalam belajar.
Maka dari itu perlu ditindaklanjuti dengan mengimplementasikan teori Multiple Intellegences pada mata pelajaran agama Islam dan diharapkan menjadi pelajaran yang menyenangkan sehingga prestasi belajar meningkat.
Sebagai tindak lanjut dari makalah ini, penulis memberikan saran dan rekomendasi sebagai berikut:
1.      Bagi Dinas Pendidikan TerkaitMengadakan pendidikan dan pelatihan bagi pendidik  untuk mensosialisasikan Theory Multiple Intelligence
2.      Bagi Yayasan,hendaknya PembinaMemberikan dukungan dan bantuan agar bisa dilakukan penelitian studi kasus/tindakan kelas untuk mengeksplorasi permasalahan yang muncul di lapangan.
3.      Bagi PendidikSelalu melakukan inovasi pembelajaran untuk mengembangkan multi talenta peserta didiknya.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian pada bab pembahasan, maka dapat penulis tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Ø  Kecerdasan adalah kemampuan untuk mengetahui, mempelajari, menganalisis sebuah keadaan dan menggunakan nalar untuk mengambil sebuah jalan bagi keadaan yang dihadapinya.
Ø  Jenis-Jenis KecerdasanMultiple Intelligence, yaitu: (1) kecerdasan verbal, (2) kecerdasan visual, (3) kecerdasan logis-matematis, (4) kecerdasan musikal, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), (7) kecerdasan interpribadi (interpersonal). (8) Kecerdasan naturalis, (9) Kecerdasan Eksistensial, (10) Kecerdasan Spiritual. Dan (11) Kecerdasan Ruhaniah/Qalbiyah ( Kecerdasan Ikhbat, Kecerdasan Zuhud, dsb)
Ø  Cara Pengembangan Multiple Intelligence: Kecerdasan anak akan berkembang secara optimal bila difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah: (1) dimulai dari anak, (2) pengembangan suasana belajar yang positif atau kondusif, (3) penyiapan lingkungan pembelajaran, (4) perencanaan dan aktivitas belajar yang terstruktur, (50 pengadaan nara sumber, dan (6) mengadakan observasi kepada anak.
Ø  Gaya/ Metode pembelajaran dengan pendekatan Multiple Intelligences dalam pembelajaran PAI dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk,  diantaranya adalah: Metode Mind mapping (peta pemikiran), MetodeBrainstorming, Diskusi/ Sharing, Tanyajawab dst.


DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Thomas. 2002.Sekolah Para Juara (Terjemahan Yudhi Murtanto), Bandung : Kaifa
Anonim. 2010. Pandangan Islam Mengenai Kecerdasan. Diakses melalui http://psikologiuhuy.wordpress.com/2010/05/26/pandangan-islam-mengenai-kecerdasan/. Pada tanggal 18 November 2014 pukul 15:17 WIB.
Gunawan, Adi W. 2003.Genius Learning, Strategi petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mujid, Abdul, dkk. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Poerwadarminta, WJS. 1976.Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Purwati, Eny.Ringkasan Disertasi Model Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011. Diakses melalui http://wwwrumahbacakita.blogspot.com/2013/01/pendidikan-islam-berbasis-multiple.html. Pada tanggal 18 November 2014, pukul 14:39 WIB.
Sagala, Syaiful. 2005.Konsep dan Makna Pembelajaran,Bandung : Alfabeta.
Suharsono, 2002, Melejitkan IQ, IE, & IS (Jakarta: Inisiani Press.
Syurfah, Ariany. 2007.Multiple Intelligences For Islamic Teaching. Bandung: Syamil
Thontowi, Ahmad.Hakikat Kecerdasan Spiritual. Diakses melalui http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kecerdasanspiritual.pdf. Pada tanggal 18 November 2014 Pukul 15:13 WIB.



[1]Abdul Mujid, M.Ag, dkk. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001). Hal.317
[2]Suharsono, Melejitkan IQ, IE, & IS (Jakarta: Inisiani Press, 2002). Hal: 15
[3]WJS Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka,1976), hal: 201
[4]Adi W Gunawan, Genius Learning, Strategi petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003) Hal: 216-217
[5]Eny Purwati, Ringkasan Disertasi Model Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011. Diakses melalui http://wwwrumahbacakita.blogspot.com/2013/01/pendidikan-islam-berbasis-multiple.html. Pada tanggal 18 November 2014, pukul 14:39 WIB.
[6]Drs.H.Ahmad Thontowi. Hakikat Kecerdasan Spiritual. Diakses melalui http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kecerdasanspiritual.pdf. Pada tanggal 18 November 2014 Pukul 15:13 WIB.
[7]Anonim. 2010. Pandangan Islam Mengenai Kecerdasan. Diakses melalui http://psikologiuhuy.wordpress.com/2010/05/26/pandangan-islam-mengenai-kecerdasan/. Pada tanggal 18 November 2014 pukul 15:17 WIB.
[9]Ibid,.
[10]Ibid,.
[11]Ariany Syurfah, Multiple Intelligences For Islamic Teaching (Bandung: Syamil.,2007). hal: xi-xii
[12] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2005), hlm. 23.
[13]Thomas Amstrong, Sekolah Para Juara (Terjemahan Yudhi Murtanto), Bandung : Kaifa, 2002. Hal. 79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar